Share

SIMPANAN SANG MILIARDER
SIMPANAN SANG MILIARDER
Author: Rusmiko157

Bab 1

Author: Rusmiko157
last update Last Updated: 2025-05-12 12:35:56

“Silakan menunggu di sini, kau akan dipanggil saat giliranmu tiba,” ucap seorang wanita dengan setelah kerja berwarna biru muda kepada Elena Wilson.

“Terima kasih.” Senyum cerah merekah di bibir Elena. Wanita itu duduk di kursi tunggu, di depan sebuah ruangan tempat dirinya akan melakukan wawancara kerja.

Elena menganggap panggilan wawancara itu adalah keajaiban di tengah tragedi yang menimpa keluarganya. Ayahnya depresi dan bunuh diri setelah perusahaannya bangkrut. Keluarganya dicela dan dikucilkan oleh orang-orang yang dahulu dibantu. Elena dan ibunya berada di titik terendah dan harus berjuang dari bawah untuk memulai hidup baru.

Setelah ditolak oleh puluhan perusahaan, akhirnya Elena mendapat panggilan wawancara dari sebuah perusahaan besar. Elena berharap itu adalah awal kebangkitan bagi keluarganya. Dia ingin membuktikan bahwa dirinya mampu mengembalikan nama baik Wilson agar orang-orang tidak meremehkannya lagi.

“Nona Wilson!” Sebuah panggilan menarik atensi Elena.

“Ya, saya.” Elena tersenyum ramah menyahut panggilan tersebut.

“Masuklah! Tuan Harris sudah menunggumu.”

Elena berdiri dan berjalan meninggalkan ruang tunggu. Namun, baru beberapa langkah, ponsel di dalam sakunya berdering. Sekilas melihat layar, sebuah nomor asing menelepon.

“Maaf,” ucap Elena pada wanita yang sedang menunggunya itu.

Elena menolak telepon itu. Dia lantas menonaktifkan ponsel dan menyimpannya kembali ke dalam saku. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emasnya hanya untuk meladeni telepon dari orang yang tidak dikenal.

Wawancara berlangsung selama tiga puluh menit dengan lancar. Elena dapat melewati setiap sesi dengan sempurna. Dia optimis bahwa dirinya akan diterima bekerja di perusahaan tersebut.

“Aku puas dengan semua jawabanmu.” Tuan Harris manggut-manggut. “Datanglah besok pagi untuk sesi berikutnya.”

“Baik. Terima kasih atas kesempatan yang Anda berikan, Tuan Harris.” Elena mengangguk hormat dengan senyum anggunnya.

“Jangan sampai terlambat! Kesempatan tidak datang dua kali, Nona Wilson,” pesan Tuan Harris.

“Saya mengerti,” sahut Elena.

Keluar dari ruangan itu, Elena tidak sabar untuk menyampaikan kabar gembira tersebut kepada sang ibu. Dia mengambil ponsel dari dalam saku untuk menelepon ibunya. Namun, dia justru menemukan banyak panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak dikenal. Rasa penasaran memenuhi benak. Wanita itu segera menghubungi nomor tersebut, dan mendapatkan berita buruk yang meluluhlantakkan jiwanya. Ibu Elena mengalami kecelakaan dan kondisinya kritis di rumah sakit.

Elena mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit dengan kecepatan tinggi. Pikirannya kalut hingga tak peduli pada keselamatan diri. Dia hanya ingin segera tiba di rumah sakit dan melihat kondisi ibunya.

Setibanya di rumah sakit, Elena berlari menuju meja informasi. Namun, karena tidak berhati-hati, dia menabrak seorang pria, dan hampir terjatuh karenanya. Beruntung, pria itu menangkapnya dengan sigap.

“Kau baik-baik saja?” tanya pria itu.

Elena terpaku pada wajah tampan pria itu. Wajah yang tampak tidak asing, tetapi Elena tidak ingat di mana pernah melihatnya.

“Nona, kau baik-baik saja?” Pria itu mengulang pertanyaannya.

Elena mengerjapkan mata dengan cepat, lantas melepaskan diri dari pelukan pria itu begitu menyadari posisi mereka.

“Maaf, aku buru-buru,” ucap Elena.

Pria di hadapan Elena itu baru saja hendak berbicara, ketika sebuah suara memanggil.

“Elena!” Seorang dokter muda mendekat dengan langkah cepat.

“Dokter Evans!” Elena berpaling, dan langsung menghampiri sang dokter.

“Aku perlu bicara denganmu,” ucap Dokter Evans sambil mengatur napas. “Aku coba menghubungimu beberapa kali, tapi—”

“Bagaimana ibuku?” desak Elena dengan air mata yang digenangi air mata.

Dokter Evans menjawab, “Ibumu mengalami kerusakan ginjal parah.”

“Ya Tuhan!” Elena menutup mulutnya dengan telapak tangan.

“Dia bisa saja bertahan dengan satu ginjal. Akan tetapi, ginjalnya yang lain ternyata juga bermasalah,” jelas dokter itu.

“Apa?” Sendi-sendi di sekujur tubuh Elena terasa lemas dan pikiran buruk seketika berputar-putar di dalam kepalanya.

“Maafkan aku. Aku sudah berusaha melakukan yang terbaik,” ucap dokter itu seraya menyentuh tangan Elena. “Jalan satu-satunya adalah transplantasi. Ibumu membutuhkan ginjal baru untuk bertahan hidup.”

Semakin banyak informasi yang dokter itu katakan, semakin kalut pula pikiran Elena. Jika ginjalnya cocok untuk sang ibu, maka Elena rela memberikan satu untuk ibunya. Sayangnya, golongan darah mereka saja tidak sama. Bagaimana ginjalnya akan cocok?

“Di mana aku bisa mendapatkan ginjal itu?” Air mata menetes dari kedua matanya.

Elena putus asa. Dia tidak tahu ke mana harus mencari ginjal yang cocok untuk ibunya. Sedangkan dia tidak mungkin mendatangi kerabat yang sudah menghina harga diri mereka. Elena menangis di selasar rumah sakit, merasa tak memiliki harapan lagi untuk melihat ibunya selamat.

Bukan hanya tentang sulitnya mendapatkan pendonor, tetapi juga tentang besarnya nominal yang harus dia siapkan untuk mendapatkan ginjal itu.

“Josh.” Nama sang kekasih tiba-tiba melnitas dalam pikirannya.

Seolah mendapat angin segar, Elena segera bangkit dan menyeka air mata. Dengan tangan yang gemetar, Elena mengambil ponsel dan menghubungi nomor kekasihnya tersebut.

Keluarga Josh sangat kaya. Bahkan, tidak lama lagi Josh akan memimpin perusahaan keluarga. Sebab itu, Elena sangat berharap Josh bersedia memberi pinjaman untuk biaya pengobatan ibunya.

“Ayolah, Josh! Angkat teleponnya.” Elena berjalan mondar-mandir sambil menggigit bibir.

Beberapa kali Elena menelepon, tetapi Josh tidak menjawab. Elena pun memutuskan untuk pergi ke apartemen pria itu. Butuh waktu sekitar tiga puluh menit untuk tiba di sana. Elena menaiki lift menuju lantai 10, lalu berjalan menyusuri koridor yang sepi. Tujuannya adalah unit nomor 1014, di ujung koridor sebelah kiri. Dengan membawa asa yang besar, Elena melangkahkan kaki dengan lebar.

Di depan pintu unit 1014, Elena berhenti. Sebuah keraguan tiba-tiba memenuhi benak. Namun, kondisi sang ibu memaksa Elena untuk menekan keraguan itu.

“Kau adalah satu-satunya harapanku, Josh.” Elena menarik napas dalam lalu mengembuskannya dengan keras.

Passcode apartemen Josh adalah tanggal ulang tahun Elena. Wanita itu menekan angka-angka pada papan tombol lalu mendorong pintu tersebut. Dia melenggang masuk dan langsung terdengar sayup-sayup orang yang sedang berbicara.

“Josh? Apa dia sudah pulang?” Elena bergumam sambil mengerutkan alis.

Wanita itu menajamkan pendengaran, melangkah dengan perlahan menuju sumber suara: kamar Josh. Ada dua suara berbeda yang terdengar, suara pria dan wanita. Jantung Elena berdegup kencang. Otaknya menyangkal keras bahwa dia mengenali pemilik suara-suara itu. Kakinya pun terus melangkah tanpa dapat dicegah.

“Jadi, kapan kau akan mengakhiri hubunganmu dengan Elena? Aku cemburu setiap kali melihatmu bersamanya.”

Elena sangat kenal dengan suara wanita itu.

“Segera, Sayang. Aku masih membutuhkannya untuk membantu pekerjaanku.”

Dan itu adalah suara Josh.

Dari pintu kamar yang tidak tertutup rapat, Elena melihat Josh sedang berpelukan dengan seorang wanita. Bianca, sahabatnya. Elena membekap mulut dengan telapak tangan, air matanya meleleh tak tertahan.

“Aku mencintaimu, Josh. Aku sudah lelah berhubungan denganmu secara sembunyi-sembunyi seperti ini,” kata Bianca.

“Bianca, Sayang. Kau tahu betapa aku juga mencintaimu dan… seluruh tubuhmu.” Josh membelai rambut Bianca lalu mencium bibirnya.

Seluruh dunia Elena serasa runtuh, melihat kekasih yang dicintainya tengah bermesraan dengan sahabat yang dia percaya.

Tbc.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SIMPANAN SANG MILIARDER   Bab 46

    Seperti tidak ada masalah yang terjadi. Setelah pertemuan pagi itu, sikap Sean tampak biasa saja. Tidak ada lagi pembahasan tentang identitas Roxy. Sean tampak seperti tidak lagi peduli siapa ayah biologis Roxy. Namun, Elena tidak bisa menganggap masalah ini selesai begitu saja. Dia tetap waspada, sebab dia tahu Sean dapat melakukan apa saja yang mungkin tidak pernah dia duga.“Eric?” Elena sedikit terkejut melihat Eric keluar dari ruang kerja Sean.“Hei, aku pikir kau sedang tidak di kantor.” Eric menghampiri Elena yang berada beberapa meter saja darinya. “Paman Sean mengatakan kau sedang ada pekerjaan di luar.”“Ya, aku baru saja kembali.” Sekilas Elena menengok ke pintu ruangan Sean, lalu kembali fokus pada Eric. “Apa yang kau lakukan di sini?”Raut wajah Eric berubah muram. Hal itu terbaca oleh Elena, dan wanita tersebut langsung bertanya, “Apa ada masalah? Katakan, Eric! Apa yang terjadi?”“Aku harus pergi ke Lisbon.” Eric mengangkat berkas di tangannya. Pria itu menarik sudut bi

  • SIMPANAN SANG MILIARDER   Bab 45

    Tubuh Elena membeku. Matanya membola, seiring dengan irama jantung yang menggila. Kaki yang melangkah penuh semangat itu seolah mendadak lumpuh. Duduk di salah satu kursi, seorang pria yang Elena harap tidak akan pernah bertemu dengan putrinya, sedang berbincang dengan sang kekasih. Percakapan yang tampak ringan itu harus terhenti tatkala Elena dan Roxy muncul dalam ruangan. Dua pasang mata di sana langsung bergulir pada ibu dan anak tersebut.“Sean?” Elena bergumam dengan bibir yang bergetar. Suaranya lirih, hingga hanya dia sendiri yang mendengar.“Abby, Roxy!” sapa Eric dengan senyum sehangat mentari pagi. “Kita kedatangan tamu istimewa pagi ini.”Eric sama sekali tidak tahu ketegangan seperti apa yang Elena rasakan. Pria itu mengira kedatangan Sean adalah sebuah keistimewaan, sebagai isyarat bahwa hubungannya dengan Elena telah mendapatkan restu.Sebagai tindakan defensif, Elena menarik tangan mungil Roxy, dan membawa gadis kecil itu ke belakang tubuhnya. Matanya menatap Sean deng

  • SIMPANAN SANG MILIARDER   Bab 44

    “Katakan sekali lagi!” Mata Sean menatap Elena lebih dingin. Suara dalamnya terasa menusuk.Dengan berani, Elena mengangkat dagu, membalas tatapan Sean sama tajam. “Aku akan membayar semua yang telah kau berikan padaku dan ibuku. Kau hanya perlu mengatakan berapa banyak yang telah kau habiskan.”Bola mata Sean begerak tenang, memindai wajah cantik yang sedang menatapnya penuh keberanian. Keberanian itu menjadi salah satu daya tarik yang memikat sekaligus menantang harga diri, meski ego memaksanya untuk menekan perasaan tersebut. Amarah sempat tergambar jelas dalam sorot mata Sean, namun dalam sekejap berubah menjadi tatapan sinis yang intimidatif. Sean tidak akan membiarkan perasaan melankolis mengalahkan sisi iblis di dalam dirinya.“Jadi sekarang kau ingin menyombongkan diri dengan uangmu yang tidak seberapa itu?” ujar Sean.“Tidak ada yang namanya menyombongkan diri. Aku hanya muak kau selalu menggunakan alasan yang sama untuk mengintimidasiku, mengontrolku, dan bertindak semena-me

  • SIMPANAN SANG MILIARDER   Bab 43

    Elena merinding. Ini bukan tentang apa yang pernah terjadi antara dirinya dan Sean, melainkan apa yang dia hadapi selama di Lisbon mendampingi pria tersebut. Secara personal, Sean adalah bajingan tampan yang selalu berusaha mengendalikan hidup Elena. Namun, sosok yang Elena lihat selama beberapa hari terakhir di Lisbon bagaikan jelmaan Hades yang sedang menunjukkan seperti apa neraka yang sebenarnya.Cara Sean menyelesaikan masalah di perusahaan membuat Elena merasa seperti sedang menghadapi persidangan dengan hakim yang sangat kejam, yang siap menebas kepala siapa saja yang bersalah.“Jika dalam dua hari masih tidak ada progres, jalankan plan B!” Sean menutup berkas, kemudian beranjak dari balik meja, melenggang menuju pintu sembari mengancingkan jasnya.“Baik, Tuan.” Jake mengangguk, melangkah mengikuti bosnya.Elena gegas mengikuti mereka, tak ingin tertinggal dan membuat raja neraka di depan sana semakin murka.“Apa plan B yang dia maksud?” bisik Elena pada Jake.Langkah kaki Jake

  • SIMPANAN SANG MILIARDER   Bab 42

    “Mau ke mana kau?” Pria itu membuka mata saat merasakan sebuah gerakan yang Elena lakukan.Elena merotasi bola mata, jengah. “Ini sudah pagi. Aku akan pergi mandi dan bersiap untuk bekerja hari ini,” sergahnya, meski masih terlalu pagi untuk dirinya bersiap-siap.Wanita itu beranjak dari sofa bed, tetapi Sean menarik tubuhnya kembali. Tak ayal, Elena limbung dan kembali jatuh dalam pelukan Sean. Bahkan kali ini dengan posisi intim yang canggung. Elena berada di atas tubuh Sean.“Apa yang kau lakukan?” murka Elena. Dia hendak melepaskan diri dari Sean, tetapi pria itu menahannya dengan kuat.“Kau hanya akan pergi jika aku memintamu,” tegas Sean.Elena merasa terancam. Di ruangan itu hanya ada dirinya dan Sean. Tidak ada yang dapat dia mintai tolong, sekalipun itu Jake yang entah ada di mana sekarang.“Lepaskan aku!” desis Elena.Sudut bibir Sean terangkat, menampakkan seringai licik.“Aku akan melepaskanmu setelah kau memberiku ciuman pagi,” ujar Sean.“Tidak akan pernah!” Dengan tegas

  • SIMPANAN SANG MILIARDER   Bab 41

    “Baiklah.” Elena melemaskan bahu. “Aku akan memesan kamar terpisah.”Jika tidak bisa pulang ke apartemen, setidaknya dia bisa memesan kamar yang terpisah.Sean menatap wanita itu dengan tegas. “Siapa yang mengizinkamu memesan kamar terpisah?”Sikap dominan Sean membuat Elena memutar mata jengah. “Aku tahu aku adalah asistenmu, tapi tidak berarti aku harus 24 jam selalu bersamamu. Aku juga memiliki privasi.”“Tidak ada negosiasi, Nona Winter!” Sean berbicara dengan tegas, lalu berjalan pergi meninggalkan Elena.Wanita itu mengepalkan kedua tangan, lalu mengentakkan kakinya. Dia menggerutu, menganggap Sean semena-mena terhadap dirinya. Dalam situasi tertentu, Sean selalu memanggilnya dengan nama Winter, seolah ingin menegaskan bahwa sebagai siapa pun, Elena akan tetap berada di bawah kendalinya.“Jangan menyalak di hadapan singa yang sedang kelaparan,” bisik Jake.“Dia bukan singa kelaparan tetapi iblis jahanam,” sahut Elena, menatap kesal pada punggung Sean. Lalu, dia menoleh pada Jake.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status