Kemarin malam, Jordan merasa bersalah. Hari ini, aku juga ikut merasa bersalah.
Dari setiap kasus yang kujalani, aku selalu mendapat pelaku dengan keadaan hidup. Pelaku kali ini sudah ditemukan tewas, rasanya ... dari semua yang kulakukan itu sia-sia. Aku tidak tahu, jika pernyataanku ini bisa membebaskan Ussy atau tidak.
Ussy sudah percaya, jika aku akan membebaskannya.
Seperti apa yang kukatakan kemarin, menyerahkan diri untuk diintrogasi. Syukurlah, polisi yang kutemui adalah polisi yang pernah bertemu denganku.
Namanya Opsir Justin Clark. Sudah berkali-kali aku bertemu dengannya, baru kali ini aku tahu namanya.
"Senang bertemu lagi denganmu. Aku yakin, kedatanganmu hanya ingin memberi informasi," ujarnya sambil tersenyum. Dia duduk di depanku dengan santai.
Dari apa yang kulihat dan kulalui, kuceritakan semua padanya secara langsung dan lengkap.
Dia hanya ber
Ada satu kelemahan yang dimiliki oleh beberapa anak indigo. Salah satunya adalah rumah sakit, tempat di mana ada beberapa juta manusia yang sudah berubah menjadi mayat.Dan hari ini, aku diajak paksa oleh Willam untuk menjenguk teman kelas yang sedang dirawat."Titip saja salamku, ya? Aku bukannya sombong dan bersikap pilih kasih, tapi kamu tahu bagaimana rumah sakit itu."Aku sedang berusaha untuk menolak ajakan William melalui ponsel.Vinny yang hanya membaca buku di ranjang, hanya melihatku bingung."Sebentar saja. Datang, memberi parsel, berbicara sedikit, lalu pulang.""Tapi, nanti tidak akan sesuai apa yang kamu katakan.""Zoe, satu kelas kita datang semua, hanya kamu yang tidak. Sekarang kita sedang mendiskusikan siapa saja yang ikut dan di hari apa saja mereka akan ikut. Periksalah grup kelas."Aku tidak tahu harus membalas apa lagi, langs
Kembali lagi di rumah sakit, bersama William. Bukan untuk menjenguk, tapi untuk mencari petunjuk."Jadi, kita mulai dari mana? Apa kamu ingin meraba-raba tubuh mayat lagi?"Kusenggol langsung perutnya, biarkan dia kesakitan. "Kemarin aku baru menyentuhnya untuk melihat petunjuk, lalu kamu datang tiba-tiba.""Habisnya, kamu sentuh dibagian perut. Aku jadi pikir, kamu sudah tidak menyukai manusia lagi. Kalau benar begitu, kamu bawa saja tubuhnya pul- Aw! Baiklah, ampun!"Kuakhiri ucapannya dengan cubitan diperut. Terlalu banyak bicara.Tadi, aku ingin berencana untuk masuk lagi ke ruang mayat, tapi tidak mungkin bisa lagi. Seseorang bisa curiga. Tidak ada rencana lain juga."Kasihan, Patricia. Pacarnya meninggal karena tidak bisa bernapas tiba-tiba. Apalagi, di hari Brian meninggal, hari itu adalah hari jadi mereka."Telingaku sangat tajam ketika seseorang mengatak
Pria bertubuh buncit, rambut beruban, pendek dan memiliki senyum seperti pria berhidung belang. Terdapat juga nama dipinn, Dokter Thomas.Aku melihatnya sedang menerima bungkusan cokelat yang entah isinya apa. Bungkusan itu dia dapat dari wanita yang duduk di depannya.Sampai sekarang, aku belum melihat wajah dari wanita tersebut. Jadi, aku tidak bisa memastikan, ibu Patricia yang mana yang bersalah."Kebakaran!""Hah?! Di mana?!"Aku melihat William yang sudah berada di kamarku tertawa dengan keras. Dia membangunkan dengan cara yang menyebalkan. Kulempar saja bantal."Hey, kita impas. Kemarin kamu membangunkanku lewat ponsel, sekarang aku membangunkanmu dengan caraku sendiri," candanya masih tertawa.Sialan. Ibu pasti membiarkan William masuk ke kamar, tidak ada Vinny pula."Aku belum ada rencana. Menurutmu, kita harus
Aku berdiri di depan rumah besar yang sangat cantik. Jadi teringat tragedi pembunuhan gadis, tidak akan ada mayat gadis lagi, 'kan? Kuharap begitu.Sebuah energi menginginkanku untuk masuk ke rumah tersebut. Kakiku bergerak dengan cepat masuk ke rumah.Semua barang tertata dengan rapi. Yang lebih penting, tidak ada darah di lantai, bau darah juga tidak ada. Tapi, aku mencium bau lain. Bensin.Mungkin saja, seseorang tidak sengaja menumpahkan bensin dan lupa untuk dibersihkan.Apa yang harus kulakukan di sini? Tidak ada kejanggalan-Asap! Asalnya dari dapur! Seseorang sedang memasak? Tidak ada siapa-siapa, hanya pintu belakang yang sedikit terbuka. Kebakaran! Jangan bilang, bensin yang tumpah itu sengaja ditumpahkan untuk membakar rumah ini?Seseorang menggedor pintu dan itu asalnya dari kamar belakang, dekat dapur.
Orang sakit itu harusnya istirahat sampai sembuh, tapi aku malah berkeliaran hanya untuk membantu hantu yang ... merajuk? Entahlah. Jika kasus ini selesai, aku ingin berhenti sementara.Kali ini, aku harus berbicara pada Daniel. Karena dari dialah, aku akan dapat petunjuk.Sayangnya, Opsir Justin tiba-tiba datang menemuiku sambil membawa gelas berisikan kopi."Halo, Nona Veronica. Kali ini siapa yang akan kamu temui? Aku yakin, kamu datang ingin membicarakan kasus yang sedang terjadi, 'kan?""Aku ingin bertemu dengan Daniel," jawabku lemas. Jaket yang kupakai, kueratkan. Bukan karena ada hawa dingin, tapi aku sedang sakit."Dia baru saja ditemui oleh istrinya, jadi tidak bisa ditemui lagi."Aku telat beberapa langkah."Kalau ada sesuatu yang ingin kamu katakan, katakan saja," suruhnya membuatku mendekat, supaya tidak ada yang dengar.Apa aku harus
Ini sudah ketiga kali Vinny berlari ke kamar mandi. Padahal, sarapan yang dia makan dari masakan ibu. Tidak mungkin dia salah makan sampai buang-buang air."Vin, kamu sakit perut?" tanyaku sambil mengetuk pintu kamar mandi yang berada di lantai satu.Dia membuka pintu kamar mandi sambil mengelap bibir yang basah. "Sepertinya aku masuk angin. Tubuhku pegal saat bangun tidur," jawabnya lemas."Wajahmu pucat. Ibu sudah siapkan teh hangat untukmu, diminum," tukas ibu tiba-tiba sudah berada di sebelahku. "Zoe, Ibu akan pergi menemui pelanggan lain. Kamu jaga adikmu." Ibu memberi pesan sambil membawa tas tangan.Hari ini aku sedang libur dari permintaan para hantu. Akhirnya, bisa rebahan untuk satu hari. Aku sudah sembuh dari sakit panas, tapi lengan masih sakit sekali.Kepalaku dengan cepat menoleh pada Vinny yang kali ini berlari ke wastafel dapur. Aku pikir dia sakit perut, ternyata mual-mual.
Kalau memang kembar, tidak mungkin namanya persis. Ini seperti kasus si kembar Levin saja.Dan tadi, Sony terlihat sangat marah sampai membanting pintu di depanku.Sebenarnya ... aku yang salah. Aku sampai berdebat hebat dengannya. Pasti ada sesuatu yang tidak disampaikan oleh Hannah padaku."Kenapa? Kamu terlihat kesal?" tanya William yang sedari tadi diam saja di motor. Tidak ada niat untuk membantuku berbicara dengan si lelaki keras kepala itu?"Aku harus bicara lagi pada Hannah. Sony bilang, ibunya tidak keluar rumah dari kemarin. Lalu, siapa yang aku temui di depan rumah sakit?" balasku dengan nada kesal."Enak saja, kita sudah jauh-jauh ke sini, tapi dia tidak ingin mendengarkanmu. Biar aku yang bicara," kali ini dia berjalan dengan gagah. Aku ingin tertawa melihatnya.Kuikuti dia dari belakang, supaya bisa mendengar bagaimana William melakukan dengan caranya. Dia ini terl
Jadi teringat dengan cara dulu, bagaimana aku menyampaikan pesan para hantu seperti mendikte. Cara itu tidak akan berlaku lagi. Aku akan membiarkan Hannah masuk ke tubuh, supaya dia bisa merasakan kehangatan saat bertemu anaknya.Kukencangkan jaket. Ya, aku sudah siap.Jiwaku keluar dari tubuh dansekarang tubuhku dikendalikan oleh Hannah. Aku disini berdiri seperti hantu yang tidak bisa dilihat."Sony, anakku!" Hannah langsung memeluk Sony erat. "Ibu sangat merindukanmu. Kamu sudah remaja sekarang."Entah kenapa, aku ingin tertawa. Aku menjadi ibu dari anak yang umurnya sama denganku."Maafkan aku, Bu. Aku tidak tahu, jika kamu adalah Ibuku yang sebenarnya. Aku pikir Lannah ... Kenapa Ibu pergi begitu cepat?" tanya Sony merasa bersalah."Ayahmu ingin membawamu jauh bersama dengan Lannah. Ibu tidak ingin itu terjadi, tapi takdir berkata lain," jawab Hannah sambil mengelus w