Share

Chapter 7 : Berhasil Dan Gagal

“Lucas? Huh?”

Suara wanita menyapa, membuat Aster langsung melarikan diri. “Siapa wanita itu?” ucap Scarlett Bruyne--dengan kontak nama S di ponsel Lucas--wanita itu memandang punggung Aster yang sudah menjauh.

“Bukankah dia pelayan di sini?” ungkap Lucas.

“Pelayan?” ulang Scarlett. Meski bingung, dua matanya tetap turut mengekori Lucas yang mendekat.

Lucas berjalan perlahan mendatangi seorang gadis muda. Rambut kecokelatan bergelombang yang mengembang indah sampai melewati bahu, dress putih crinkle memanjang hingga lutut, warna senada dengan sandal bertali yang terlihat nyaman di kaki jenjang itu.

Erica Ashley Luke seperti burung merpati yang terlihat ringkih. Tubuhnya kurus, sinar mata pun seperti tatapan yang kehilangan harapan. Lelah. Entah apa yang telah Abner lakukan pada keluarganya. Apapun itu, Lucas akan memberikan bayaran setimpal untuk siapapun yang sudah berani melukai keluarganya.

Ini pertemuan yang cukup mengharukan, meski terasa aneh dengan iringan latar musik dari cetusan senjata di luar sana.

“Erica, kau mengenalku?” lanjut Lucas, tersenyum tipis. Pandangannya menghangat. Sudah sepuluh tahun ia tidak melihat adik kecil yang saat ini terlihat berbeda dari terakhir kali mereka bertemu.

Erica terdiam mencerna ucapan pria tampan di depannya. Tentu gadis dua puluh tahun itu merasa heran jika diberikan pertanyaan seperti itu. Sejak kecil, baru kali ini Erica bertemu Lucas.

“Sebelum aku dipindahkan ke sini. Ibu selalu berkata, kalau suatu hari nanti ... kakakku akan menjemput aku dan ibu.” Erica menoleh pada Scarlett. “Belum lama ini, dia juga mengatakan hal yang sama,” lanjutnya.

“Jadi, kau sudah bisa menebak siapa dia?” tanya Scarlett seraya melepaskan genggaman tangan Erica.

“Kau, kakakku. Benar ‘kan?”

Lucas pun langsung memeluk Erica dan mengecup puncak kepala sang adik. Sedikit beban hatinya membuih. “Benar. Aku kakakmu, Lucas. Sekarang, kau aman.”

Aman? Scarlett meringis mendengarnya. Mungkin itu hanya kata penghibur untuk nona kecil yang baru keluar dari sangkar. Mereka berdua tahu, selama Abner masih hidup ... selama itulah kehidupan mereka tidak akan pernah aman. Meskipun itu di dalam rumah sendiri.

“Bos!”

Seruan yang membuat keharmonisan dua kakak beradik di sana harus berhenti. Lucas melepaskan pelukan dan berbalik tanpa melepas genggamannya pada lengan Erica.

“Ada apa?” Scarlett bertanya mewakilkan Lucas. Menatap Alex yang berjalan melangkah cepat ke arah mereka.

“Ah, selamat datang Nona Erica.” Alex menunduk memberi hormat pada majikan muda. “Lapor, bos. Situasi rumah ini sudah di amankan, tetapi kita harus segera pergi dari sini. Saya mendapat informasi bahwa tuan Harry sedang berbalik arah kembali ke sini.”

Lucas menoleh pada Scarlett. “Apa Harry tahu kau di sini?”

“Tidak ada satupun yang tahu kedatanganku. Ah, kecuali penjaga ruang bawah tanah yang sudah berhasil aku lumpuhkan,” jelas Scarlett.

Satu tarikan samar pada alis Lucas. "Kau hanya melumpuhkan atau membunuh?"

"Aku tidak sekejam dirimu, Luc," balas Scarlett, sinis.

Lucas berpikir, jika penjaga di sana sadar, maka keberadaan Scarlett tidak akan aman. “Kau ikut denganku.”

Lucas pun langsung menarik lengan Erica untuk keluar dari sana. “Alex, suruh semua mundur dari sini dan berpencar. Jangan sampai Harry mengetahui kemana aku pergi membawa Erica dan, bunuh penjaga yang sudah melihat Scarlett di sini.”

“Baik, bos. Saya akan pergi lebih dulu,” ujar Alex, pria itu pun berlari untuk menjalankan perintah. Lebih tepatnya, memberitahu anak buah mereka untuk menjalankan semua titah dari Lucas.

Melangkah tegas. Lucas mengedarkan mata ke sekitar. Sepertinya ia harus meminta G untuk mensabotase kamera pengintai di rumah ini. Hanya melewati lorong saja, Lucas sudah menemukan lebih dari enam CCTV.

“Apa kita sungguh perlu membunuh penjaga yang melihatku?”

Lucas menyeringai. “Kau jadi lemah, Scar.”

“Bukan begitu. Aku tidak masalah jika mereka melaporkan pengkhianatanku pada Harry.”

“Belum saatnya kau menunjukkan pengkhianatanmu. Aku masih membutuhkanmu untuk berada di sisi Harry.”

“Ah!” Erica tersentak dan menghentikan kaki-kakinya. Menatap tubuh-tubuh bersimbah darah tergeletak seperti lalat mati di halaman yang indah.

“Kenapa? Apa kau sudah takut hanya melihat hal sekecil ini?” sarkas Scarlett. Tidak peduli pada status Erica yang merupakan adik sekutunya. Scarlett hanya suka menyampaikan apa yang ada di kepala dan hatinya dengan gamblang.

“Ti-tidak. Ini sudah biasa. Aku hanya terkejut melihat yang sebanyak ini,” akui Erica. Berada di lingkungan Abner, tentu tidak akan ada tangan yang bersih. Bahkan Erica sendiri pun pernah dipaksa untuk membunuh orang.

“Mulai nanti, aku pastikan kau tidak akan melihat hal seperti ini lagi, Erica,” sambar Lucas.

Tidak lama sebuah buggati pun menghampiri, kemudian Lucas mengisyaratkan agar sang adik segera naik ke mobil.

Pria yang masih memakai jas kerja itu pun menoleh ke belakang. Menatap jauh ke dalam pintu yang terbuka lebar. Tidak ada jejak sedikit pun dari wanita yang sudah mencuri ciumannya.

Lucas bukan pria suci yang mempermasalahkan satu ciuman. Ini semua karena wanita itu berhasil menarik perhatiannya dengan sangat cepat.

Bagaimana bisa dalam dua kali pertemuan, selalu saja ia yang berakhir kalah. Semakin dicari keberadaannya semakin Lucas dibuat pusing karena tidak ada satu pun informasi yang benar tentang Aster.

Wanita itu, seperti bukan dari dunia ini. Pergi dan datang sesuka hati. Anehnya, selalu terlibat dengan dirinya.

"Hatcim!" Suara bersin terdengar keras.

"Hais! Kau sungguh kena flu?" ujar Natalie sambil menutup hidungnya. Bukan hanya Natalie, tetapi Ziggy yang ada di belakang juga menutup hidungnya.

"Sudah kubilang, kurangi kebiasaanmu yang lebih suka tidur di taman!" celetuk Ziggy. Semalam Aster tidur di taman umum. Seperti gelandangan.

"Setelah ini kau akan mati di tanganku, Zi!" seru Aster yang duduk di sebelah kursi kemudi.

Natalie pun tertawa renyah mendengar itu, kemudian menjalankan mobil van hitam mereka untuk menjemput ketua mereka yang sudah bersiap.

Misi terpaksa digagalkan, karena tamu yang tak bisa diprediksi. Terlebih sampai memicu baku tembak.

Aster juga sudah menghubungi polisi setempat atas perintah Edbert. Meski mereka sama-sama bekerja di bawah hukum pemerintahan. Namun, tugas seorang agen intelijen dan kepolisian tentu sangat berbeda. Seorang intelijen itu seperti bayangan, sebisa mungkin tidak boleh ada yang mengetahui identitas ataupun wajah mereka.

Setiap kali ada yang mengenali. Maka identitas para agen akan dinyatakan meninggal dan diganti dengan identitas baru.

"Aku akan dengan senang hati menunggu itu," timpal Ziggy meledek.

"Sialan." Aster semakin kesal. Semua rekan-rekannya memang suka sekali meledek dirinya.

"Misi kita gagal. Atasan pasti tidak akan suka ini," ujar Natalie.

Padahal semua sudah berjalan sesuai rencana. Bahkan mereka sudah menyusup ke rumah target sejak dini hari.

"Apa kalian tidak merasa aneh?" lanjut Natalie.

Aneh? Aster melirik pada Ziggy yang juga memandang ke arahnya. "Apa maksudmu?" tanyanya tidak mengerti.

"Maksudku ...." Natalie sedikit menggigit kecil bibir bawahnya. Memutar kemudi saat arah mobil diharuskan untuk berbalik arah. "Semua misi yang kita lakukan, selalu bersinggungan dengan Eagle. Seperti operasi Naco dan misi sekarang," lanjutnya menjelaskan.

"Walker, wajar jika kita bersinggungan dengan mafia. Kau tahu, direktur PepCos itu melakukan penyelundupan bahkan menjual obat terlarang dengan harga yang bisa mencapai miliaran dalam sehari. Mafia mana yang tidak tergiur?" terang Ziggy, kemudian beralih pada layar laptop di depannya. Pekerjaannya belum selesai.

Yah, benar juga. Aster berpikir penjelasan Ziggy cukup masuk akal.

Eh? Tiba-tiba saja Aster teringat akan satu kebetulan yang ia lupakan. Ia teringat pada pria yang belum lama diciumnya.

Aster pun memegang dan meraba pelan bibir tanpa gincu. Keningnya mengerut, saat mengingat keras suara pria di pesta malam itu dengan pria yang ia temui beberapa saat lalu ... suara bahkan aroma mereka, sama?

"Tidak, tidak mungkin!" bantah Aster dalam hati. Melupakan profesi pekerjaan yang mengharuskan semua indera di tubuhnya bekerja lebih peka.

"Mereka bukan orang yang sama 'kan? Meski--"

'Semua misi yang kita lakukan, selalu bersinggungan dengan Eagle. Seperti operasi Naco dan misi sekarang.' Ucapan Natalie membujuk Aster menguatkan asumsinya.

"Zi, tolong kirim kepadaku secara pribadi. Semua rekaman CCTV saat operasi Naco dan misi hari ini," tegas Aster memerintah. Ia harus mengeceknya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status