STATUS WA ADIK IPARKU 29Aku keluar dari kamar itu setelah mengirimkan semua screenshot chat Riris dan Vira ke ponselku sendiri, lalu menghapus jejaknya dari ponsel Vira. Aku juga menyalin nomor ponsel Riris di hapeku. Vira, gadis itu telah menyiratkan bahwa dirinya mempunyai niat jahat padaku. Aku sedih, dan juga geram. Selama ini aku tak pernah mengusiknya. Tapi aku bisa menarik kesimpulan bahwa rasa iri dengki yang membuatnya memusuhiku. Aku yang sukses di usia muda, punya butik sendiri, punya keluarga yang menyayangi, kenapa semua itu jadi salahku?"Andin…"Aku menoleh, Mas Reno berdiri di ambang pintu, sudah rapi dan segar sehabis mandi. Padahal ini lewat tengah malam. Dia tak berani mendekatiku, tahu bahwa aku masih merasa geli karena dia nyaris saja…Astaghfirullah…"Biarkan saja, Ndin. Nanti Mas yang bereskan."Suaranya lembut, dia tahu bahwa aku terganggu oleh kekacauan di dalam sini. Aku memandangnya dengan sedih. Ini bukan salahnya, tapi aku tak bisa menghilangkan begitu sa
STATUS WA ADIK IPARKU 29BDari Mama kudengar kabar bahwa akhirnya Vira menikah dengan lelaki pilihan Papa. Bukan Bima, karena lelaki itu tak juga ditemukan, sementara keluarga Bima sendiri menutup diri. Papa hampir saja melaporkan mereka ke polisi, tapi mengingat begitu banyak nama baik yang dipertaruhkan, Papa akhirnya mundur dan memilih menikahkan Vira dengan lelaki lain yang mau menerima keadaannya."Lagi pula dia bukan anak Mama. Yang penting dia menikah, dan pergi dari rumah ini. Mama sudah tak tahan lagi. Dia membayar semua kebaikan kami dengan aib."Aku hanya bisa terdiam. Aku dan Mas Reno memilih tak menghadiri pernikahan yang dilakukan di rumah Mama. Hanya akad nikah saja dan sehari setelahnya, mereka pindah ke rumah yang sudah disediakan Papa."Setelah ini, kita tak lagi punya hubungan dengan Vira."Aku mendesah, begitu mudahnya hubungan itu terputus. Padahal mereka telah bersama dua puluh sembilan tahun lamanya. Vira hamil saat kuliah S2. Padahal Papa dan Mama merawatnya de
STATUS WA ADIK IPARKU 30Beberapa hari kemudian, info orang hilang yang kemudian berseliweran di sosial media adalah jawabannya. Aku sangat mengenal wajah yang terpampang di postingan yang kemudian dibagikan oleh ribuan orang itu. Gadis cantik dengan rambut pendek sebahu membingkai wajah ovalnya itu diberitakan tak pulang ke kost-nya sejak tiga hari yang lalu. Teman-temannya menghubungi keluarganya di kampung, tapi mereka justru panik karena sudah sebulan Lidya tak pernah pulang. Akun sosmednya penuh doa dari orang-orang yang tak mengenalnya, tapi simpati pada tangis keluarganya. Namun komentar dari orang-orang yang mengenalnya justru membuatku merinding. Dan, ada satu komentar yang membuatku mengerutkan kening.(Hukum tabur tuai berlaku. Dia tengah menuai badai dari angin yang ditabur nya dulu.) diikuti oleh emot dua love di matanya.Lalu, komen itu ditimpali komen-komen lain, yang sepertinya mengenal dia.(Makanya jangan suka godain suami orang. Mungkin dia lagi disekap istri sah di
PoV RIRISBeberapa hari sebelumnya.Brakk!"Aduh! Kalau jalan lihat-lihat dong!"Aku menangkap tubuh wanita itu, yang nyaris saja jatuh karena tertabrak tubuhku. Kami berada di sebuah pusat perbelanjaan yang ramai pengunjung. Bukan hal sulit menemuinya. Dia tipe gadis yang suka menonjolkan diri, memamerkan kecantikan agar mata lelaki menatap tanpa berkedip. Dari sanalah kemudian dia menjaring kakap, lelaki berdompet tebal yang rela uangnya dikuras demi memanjakan hasrat terlarangnya."Riris?"Dia terbelalak, meneliti penampilanku dari ujung kepala hingga kaki. Rambut panjang yang ku ikat tinggi, blazer hitam panjang selutut dan celana yang juga hitam. Dia lalu meneliti wajahku yang diberi make up dengan aksen smoke."Riris?"Aku tersenyum kecil. "Riris siapa? Maaf, saya nggak sengaja menabrak Mbak."Dia tak menggubris kalimatku. Matanya berhenti di pipi kiriku, yang dulu ada tahi lalatnya, tapi kini hilang tertutup make up."Kau benar-benar bukan Riris?"Aku menggeleng. "Aku nggak ke
STATUS WA ADIK IPARKU 31PoV RIRISParkiran sepi, sungguh sangat mendukung rencanaku. Aku menunggu sampai Lidya tiba di dekat mobilnya. Dia memegang handle pintu mobil, sesaat, lalu berhenti. Dasar norak, dia sempat-sempatnya selfie di depan pintu mobil yang sudah terbuka, menggunakan blitz hingga beberapa detik, cahaya terang menerpa wajahnya. Aku mencibir. Cantik, kalau murahan untuk apa. Lalu aku tersadar bahwa ucapan itu juga pantas jika kuucapkan untuk diriku sendiri.Aku meraih handle mobilku sendiri, bersiap turun. Sapu tangan dengan beberapa tetes kloroform sudah kusiapkan untuk melumpuhkannya. Tapi, sebelum aku sempat membuka pintu mobil, sesosok bayangan gelap turun dari mobil yang terparkir di sebelah mobil Lidya. Dia menekap wajah Lidya dengan sapu tangan, persis seperti yang kurencanakan. Lidya meronta sesaat, kemudian lunglai. Sosok itu menyeret Lidya masuk ke dalam mobilnya. Lalu mobil jenis jeep itu berputar dan melaju dengan kecepatan tinggi.Aku merunduk, bersembunyi
Aku menatap koper berisi pakaian dan perhiasan yang diberikan Mas Luki. Sudah seminggu dia tak datang, rupanya istrinya telah curiga dan mulai mengawasinya. Siang ini juga, kuputuskan untuk pergi. Aku akan meninggalkan rumah ini, berikut kuncinya. Aku tak punya hak memiliki rumah ini. Tapi mobil dan perhiasan ini kubutuhkan untuk bertahan hidup.Di atas sajadah, aku merenung. Dua kali niat membunuhku ternyata didahului orang lain. Aku tak tahu Hendra mati oleh racun ku, atau tusukan pisau istrinya. Tapi polisi merilis berita bahwa kematiannya akibat kehabisan darah. Dan ada orang lain yang mendahuluiku menculik Lidya. Mungkinkah Tuhan ingin aku berhenti, melupakan dendam dan menyadari bahwa sesungguhnya, semua kemalangan ini terjadi karena ulahku sendiri?Dan orang yang menculik Lidya? Siapa dia? Mungkinkah seorang wanita yang selama ini diam melihat suaminya selingkuh dengan Lidya? Lalu ketika dia tiba pada puncak kemarahannya, dia tak punya cara lain selain melampiaskannya."Aku aka
STATUS WA ADIK IPARKU 32I KNOW WHAT YOU SAW A FEW DAYS AGOSelembar kertas bertuliskan satu kalimat itu berada di dalam kantong kertas tempat makan siangku diantar oleh kurir. Motel ini memang tak memberi layanan makan siang dan malam, pun sarapan pagi hanya sekedarnya. Maklum motel murah. Sesungguhnya aku tak berselera makan. Semua yang masuk ke perutku hanya demi menjaga tubuhku tetap bertenaga. Aku membutuhkannya, karena sejak malam itu, sejak aku melihat Lidya diseret masuk ke dalam mobil, aku merasa hidupku akan semakin terjal. Makanan itu sudah terlanjur kupesan, dan kini bayangan Lidya dimasukkan dalam kantong mayat terus terbayang.Aku dipindahkan ke gedung lain, disebelah, yang masih merupakan satu pekarangan dengan motel yang kini ditutup oleh kepolisian. Semua pengunjung diinterogasi, termasuk aku. Aku hanya bisa mencari aman dengan mengatakan tak tahu apa-apa. Aku terlalu lelah untuk mengamati dan mendengarkan orang lain. Untunglah, kemampuan aktingku masih mumpuni. Polis
Bab 32BRefleks, aku menoleh ke samping, tepat saat dia juga menoleh padaku. Aku membaca dengan jelas keterkejutan di matanya. Keterkejutan yang sama, yang pastinya dia baca dari mataku."Riris…""Mbak Andin?"Sungguh Allah maha besar!Aku mencarinya kesana kemari, melarung kan doa dalam setiap sujud panjang agar dia disadarkan dan kembali meniti jalan pulang. Ternyata begitu mudah bagi Allah menuntun kami agar bertemu kembali. Sygesaat tadi, aku menyadari bahwa dia menempati porsi yang sama besarnya dalam doaku. Dan kini, kami saling tatap, masih mengenakan mukena. Riris tampak cantik sekali dibalut mukena seperti itu. Matanya sembab dan ada sisa-sisa air di ujung ujung matanya.Kami kehilangan kata-kata. Mas Reno yang kemudian berbalik, ikut terkejut melihat siapa yang ada di belakangnya."Ayo kita pulang. Kayla menunggumu."Riris tersedu lagi. Dia beringsut menjauh dariku. Tak ingin kehilangannya, aku langsung meraih tangannya."Sebesar apapun kesalahanmu di masa lalu, jika kau sud