STATUS WA ADIK IPARKU 8Lalu, seperti biasa, wajah itu mulai memerah, matanya mengembun dan dia mulai menangis terisak-isak, tepat saat Ibu keluar dari kamarnya dan melangkah menuju ruang tengah."Loh, ada apa ini?"Riris langsung menggelayut di lengan Ibu. Aku mende-sah, Ibu merasa ketitipan Riris. Radit kerap menelepon Ibu agar menjaga Riris dan Kayla dan juga mendidiknya. Bagian yang pertama dilakukan Ibu dengan baik. Tapi mendidik, sepertinya tak bisa dilakukan Ibu pada adik iparku yang ajaib ini."Mbak Andin menuduh aku, Bu. Katanya aku yang bikin Mas Reno selingkuh."Aku menatapnya taja-m. Padahal aku tidak cerita padanya bahwa Mas Reno selingkuh. Tapi dia tahu seolah-olah memang dialah dalang dari semua ini."Loh, kok kamu tahu? Andin cuma cerita sama Ibu kok?"Ibu menyuarakan isi hatiku. Riris tampak gugup sejenak."Eh, tadi Mas Reno yang cerita.""Riris…" Kali ini Mas Reno yang protes."Sudah… sudah… aku pusing melihat drama kalian berdua." Aku mengalihkan tatapan pada Mas Re
STATUS WA ADIK IPARKU 9PoV RIRIS"Cepat pergi. Besok jangan datang lagi. Aku yang akan mengantar semua kebutuhanmu!"Aku melotot pada lelaki berkaos hitam itu. Dia tertawa kecil, menjawil daguku sesaat."Emang kenapa sih? Biasanya juga santuy. Masa kamu udah mulai takut sama mertuamu. Nenek tua itu mah kecil, sekali senggol aja tumbang.""Ssttt… jangan bicara sembarangan. Sekarang Mbak Andin tinggal disini. Bahaya.""Siapa Andin?""Aduuhh, cerewet banget. Lekas pergi. Nanti Mbak Andin kesini.""Oke… oke… tapi ingat, kau harus menyediakan semua yang kuminta kalau tak mau rahasiamu kubongkar."Kesal, aku mendorongnya. Lelaki itu menerima kresek berisi sembako dari tanganku, dan naik ke motornya. Mata dibalik kaca helmnya mengedip. Astaga, si-al banget aku terlanjur berhubungan dengan lelaki seperti itu."Hey, berhenti!"Seakan jantungku merosot ke dasar perut. Aku melihat Mbak Andin melangkah dengan cepat menuju kami. "Cepat…cepat!" Seruku panik. Si-al, disaat genting seperti ini, mo
STATUS WA ADIK IPARKU 10PoV ANDINMa-buk dan tanpa busana? Astaga Riris. Aku menutup wajah, membayangkan betapa sakitnya hati Radit jika tahu. Meski seorang pelaut, aku yakin adikku bahkan tak sudi menyentuh minuman keras, apalagi wanita yang haram untuknya. Ayah dan Ibu mendidik kami dengan bekal ilmu agama yang cukup. Kututup ponselku yang terhubung dengan alat penyadap suara di tas Riris, menaikkan kembali kaca jendela mobil ketika melihat lelaki itu keluar dari warung bakso dan menaiki motor matic nya. Aku yakin sekali, dia memang lelaki yang kemarin datang ke rumah dan nyaris kutangkap seandainya saja Riris tidak menghalangi. Dan ketika lelaki itu berlalu dengan motornya, aku bergegas mengikuti setelah menoleh sejenak pada Riris yang masih terlihat duduk melamun di dalam warung. Ada seseorang disana yang telah mengambil fotonya, dan juga alat penyadap suara yang kusembunyikan dalam tasnya bekerja dengan baik. Aku menghela nafas dalam. Jika rumah tanggaku hancur, apakah rumah ta
STATUS WA ADIK IPARKU 11Tanpa kuduga, Riris langsung berlutut di hadapanku. Aku mundur sebelum dia sempat memegang lututku. Seperti biasa, air matanya mulai mengalir. Tapi kali ini aku tahu bahwa air mata itu asli, bukan lagi air mata buaya seperti biasanya. Dia menangis karena takut dan bingung."Mbak Andin. Tolong jangan katakan pada Mas Radit. Bagaimana aku nanti? Mbak tahu keluargaku miskin dan mereka kejam. Mereka nggak akan terima aku pulang. Bagaimana Kayla?""Harusnya kau pikirkan itu sebelum bermain api.""Aku… aku cuma ingin tahu seperti apa diskotik itu.""Dan kau juga ingin tahu bagaimana Mas Reno jika kau menyodorkan perempuan lain padanya?"Dia menggeleng-gelengkan kepala, bingung hendak mengatakan apa."Ampuni aku, Mbak. Aku janji nggak akan melakukan hal itu lagi. Jangan bilang Mas Radit.""Apa kau tidur dengan lelaki itu?"Dia diam sejenak."Aku nggak tahu, Mbak. Aku kan mabuk."Ugh, ingin sekali aku menamparnya biar dia sadar. Minum sampai mabuk saja sudah dosa bes
STATUS WA IPARKU 12"Radit…"Dia diam saja. Padahal biasanya, dia akan langsung meraih tanganku, menciumnya lalu mencari Ibu untuk menghambur dalam pelukan Ibu beberapa saat lamanya, sekedar menuntaskan rindu akan aroma Ibu yang lekat dalam hidup kami selama lebih dari dua puluh tahun. Tapi kini dia diam saja, tatapannya tajam menatapku, dan aku sekarang dapat melihat api yang berkobar disana. Aku mendesah dalam hati, tahu bahwa Riris telah melakukan sesuatu. Tidak, bukan aku kalah langkah karena ini bukanlah suatu pertandingan. Aku hanya menjaga hati adikku. Dia baru saja tiba dari perjalanan jauh, wajah lelah dan keringat yang menitik di dahinya saja masih terlihat jelas. Juga ransel besar di punggungnya itu, yang membuatku terenyuh. Aku ingat dengan jelas pesan Ibu padaku beberapa tahun yang lalu, ketika aku mulai beranjak dewasa dan mulai mengenal lawan jenis."Kelak, jika kau menikah, ingat pesan Ibu baik-baik. Jika suamimu baru pulang kerja, apalagi dia baru datang dari perjala
STATUS WA ADIK IPARKU 13Aku sama sekali tak mampu memejamkan mata, setiap kalimat yang dia ucapkan seakan kembali terngiang di telinga. Apalagi menatap foto-foto bulan madu kami di Pelabuhan Ratu yang ku pajang di atas meja rias. Tawa riang, canda tawa dan setiap sentuhan mesranya membelengguku pada rindu yang dalam. Aku merindukannya, tapi juga membenci sikapnya. Dan kenapa aroma kamar ini justru membawaku pada kenangan indah tentang dirinya? Cintalah yang dulu menyatukan kami, dan bagaimana bisa semua berakhir seperti ini?Hingga pagi dan suara adzan subuh terdengar, aku tak juga tidur. Usai sholat subuh, kuputuskan untuk bangun dan mulai menyapu seisi rumah, memeriksa isi kulkas, siapa tahu ada yang bisa ku masak untuk sarapan. Meski aku tak yakin aku dan Ibu akan makan dengan tenang. Di dalam freezer, daging yang kubeli minggu lalu telah beku, sayuran yang telah kusiapkan dalam kotak-kotak ternyata masih bisa dimasak. Sebaris telur juga tampak masih utuh. Mas Reno tak menyentuh i
STATUS WA ADIK IPARKU 14PoV TIGADua minggu yang lalu. Gadis muda itu menatap lagi wajahnya, merapikan rambut sebahunya, memoles ulang lipstik berwarna merah yang memoles bibirnya yang sensual. Sekali lagi, dia memastikan penampilannya sempurna. Riris akan datang sesaat lagi, membawa seseorang yang mungkin bisa merubah hidupnya yang malang selama ini.Malang. Kosakata itu sebenarnya berlebihan. Dia tidak malang, hidupnya baik-baik saja. Dia hanya kekurangan uang karena semakin lama, hidup menuntutnya mengikuti setiap perkembangan zaman. Dia bukan lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, tapi setiap hari, sejak pagi hingga petang, dikejar oleh gaya hidup. "Abang ipar gue itu kesepian, istrinya sibuk urus butik, belum punya anak, dan tajir. Bonusnya, dia juga ganteng. Kalau lo bisa merebut dia dari istrinya, dijamin hidup lo aman.""Gila lo, Ris? Istrinya Kakak kandung Radit?"Riris mengangguk. Lidya, gadis berambut sebahu itu geleng-geleng kepala."Sadis. Lo segitu teganya sama
STATUS WA ADIK IPARKU 15(Ah, bahagianya hidup ini, ketika si pengganggu tak ada lagi di dekatku. Satu pengganggu lagi, tinggal menunggu waktu)Foto Riris dan Radit lewat di status WA-ku. Riris tersenyum sumringah, sementara Radit hanya tampak punggung. Sepertinya adikku tak pernah membaca status WA maupun Facebook yang dibuat Riris. Radit memang menggunakan ponselnya hanya untuk komunikasi. Jika di rumah, benda itu bahkan hanya diletakkan begitu saja, kadang untuk mainan Kayla. Dia mungkin sudah terlalu lelah, hingga ketika ada waktu luang, lebih memilih beristirahat daripada main hape.Berbeda dengan Mas Reno, dia selalu memantau aktifitasku di sosial media, karena katanya, apapun yang kulakukan adalah tanggung jawabnya. Padahal kegiatanku di FB hanya mencari resep, membagikannya supaya tersimpan. Jadi ketika aku tidak di butik, resep itu bisa ku praktekkan. Sementara status WA-ku kebanyakan promosi pakaian dari butik. Selain offline, aku juga menjual baju-baju kualitas premium seca