Share

Suami 3

Penulis: ananda zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-06 13:19:40

Nggak mungkin janda kayak aku bisa menikah dengan bujang. Pasti sama keluarganya nggak bakal diterima. Tapi ternyata... 😍😘🥰

SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA (3)

Udara pagi yang sejuk seketika berubah menjadi tegang. Ana menatap gadis di hadapannya dengan sorot mata tajam. Rambut panjang gadis itu tergerai ke bahu, terkesan berantakan meski jelas dia berusaha tampil menawan. Ana menyadari dirinya lebih tinggi beberapa sentimeter dari gadis itu, yang memiliki tubuh sedikit lebih gemuk dan tampak lebih tua darinya.

Mata Wulan berkilat penuh kesombongan. Senyum miring terlukis di bibirnya, membuat Ana sedikit muak.

“Mbak, kok diam saja? Kaget dengan kecantikan saya?” tanya Wulan dengan suara centil, bibirnya yang berlipstik merah muda melengkung penuh kepuasan.

Ana tersenyum tipis. Bukan senyum kagum, tapi senyum yang lebih dekat ke rasa geli. "Saya mau masuk ke rumah, Mbak. Permisi," ucapnya lembut namun tegas, berbalik hendak melangkah masuk.

Namun, sebelum Ana bisa bergerak lebih jauh, tangan Wulan mencengkeram pergelangan tangannya. Sentuhan itu membuat Ana menoleh, tatapannya lebih dingin dari sebelumnya.

"Mbak, saya ini mantan pacarnya Mas Ahmad, lho!" seru Wulan, seakan mengharapkan reaksi terkejut.

Ana menatapnya lekat. "Lalu kenapa?" Suaranya datar, tidak menunjukkan emosi sedikit pun. "Saya tidak ada urusan dengan Mbak, ya."

Sejenak, Wulan tampak tergagap, tidak menyangka Ana tidak bereaksi seperti yang dia harapkan. Namun, ia dengan cepat memasang ekspresi angkuhnya lagi.

"Saya Wulan, kembang desa di sini," katanya, menekankan setiap kata dengan nada bangga. "Saya meninggalkan Mas Ahmad karena dia gak bisa memenuhi permintaan mas kawin saya."

Ana tetap diam, membiarkan Wulan melanjutkan ocehannya.

"Nangis-nangis, tuh, waktu saya putusin. Kami putus karena mas Ahmad tidak mampu menyediakan mahar 300 juta untuk saya," lanjut Wulan, wajahnya bersinar penuh kepuasan. "Eh, gak sampai sebulan, tahu-tahu dia nikah sama Mbak! Ih, Mbak ini pelarian, dong! Mungkin juga karena mbak ini nggak ori, jadi mbak pasti maharnya dimurahin. Jadi yaaah, mas Ahmad memilih mbak Ana deh jadi istrinya!"

Ana mengangkat sebelah alisnya, masih tenang.

Wulan semakin bersemangat melihat tidak ada bantahan. "Apalagi Mbak kan janda, ya..." Ia mendekat sedikit, suaranya merendah seolah membisikkan rahasia. "Hm... nanti, suatu saat, Mas Ahmad pasti deh nyari gua yang lebih sempit..."

Ana mengerutkan dahi, merasa j i j ik mendengar kata-kata kasar itu.

"...karena penasaran dengan rasa perawan," lanjut Wulan tanpa malu. "Mungkin juga dia akan meminta saya kembali. Mbak siap-siap aja kalau—"

Ana tiba-tiba mengangkat tangannya dan menutup hidung dengan jarinya.

Wulan langsung mendelik. "Ih, kok gitu sih?! Saya gak bau, lho! Saya malah wangi, udah pakai parfum dan deodoran!" protesnya sambil mencium ketiaknya sendiri untuk memastikan.

Ana menggeleng. "Saya tidak sedang mencium aroma Mbak Wulan," katanya tenang. "Saya sedang mencium bau jin dasim."

Wulan mengerutkan kening. "Jin dasim?"

Ana mengeluarkan ponselnya dari saku, menyalakan layar yang tertutup tempered glass bening. Ia mengangkatnya sedikit, menyorongkan ke arah Wulan. "Mbak mau tahu jin dasim itu apa? Nih, berkacalah."

Wulan melihat refleksi wajahnya di layar ponsel Ana. Sejenak, ia tampak kebingungan, lalu ekspresinya berubah marah. "Kok saya jadi jin dasim?! Ih, menghina ya? Padahal saya cantik!"

Ana menatapnya tajam. "Ya, Mbak memang cantik," katanya, suaranya tetap lembut tapi menusuk. "Tapi perilaku Mbak seperti jin dasim, yang suka membuat rumah tangga orang lain bertengkar, bahkan bercerai."

Wulan membuka mulut, seolah hendak membalas, tapi tidak ada kata-kata yang keluar.

Angin bertiup pelan, menyapu anak rambut di wajah Ana. Gadis itu masih menatap Wulan dengan tatapan penuh ketenangan.

Dan Wulan, untuk pertama kalinya, kehabisan kata-kata. Tanpa berkata-kata lagi, Ana masuk ke dalam rumah Sari.

"Lho mama ngapain?" tanya Ana saat melihat mertuanya menata telur - telur di atas meja dapur.

"Ada pesanan kue gulung, Sayang," sahut Sari sambil tersenyum.

Ana duduk di depan mertuanya dengan canggung.

"Ana bantu saja, Ma!" ujar Ana saat mertuanya baru saja memecahkan beberapa butir telur ke dalam bak khusus, lalu menyalakan mixer.

Sari tersenyum. "Ana, tidak usah canggung. Apa kamu tahu, kamu bebas di rumah ini. Semau kamu. Kalau mama sedang bikin kue pesanan, kamu bisa membantu kalau kamu mau, kamu juga bisa melakukan kegiatan yang telah kamu rencanakan, misalnya mencuci, menyetrika, kenalan sama tetangga, rebahan, main HP. Bebas!

Mama tidak ingin kamu kecapean bantu mama, sedangkan kamu ada tanggungan mencuci baju, atau keinginan lain. Lalu kalau mama nanti cabut - cabut rumput, kamu juga nggak usah bingung mau bantu kalau tidak ingin. Tidak usah sungkan ya. Anggap mama ini ibu kandung kamu! Oh ya, kalau kamu mau mencuci baju, tinggal masukkan ke mesin cuci. Kalau tidak bisa, mama ajari caranya ya," ujar Sari membuat hati Ana sekali lagi menghangat.

Mendadak terdengar suara ketukan dari pintu depan.

"Bu! Bu Sari! Ini mbok Darmi! Buka pintu nya, Bu!"

Next?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 37 B

    Mertuanya hanya menatap Nisa tanpa berkata apapun. Sebenarnya dia ingin meluapkan kekesalan dan memaki Nisa karena kata Desi dan Dewi, Anton tidak mau menunggunya semalam karena dihasut Nisa. Tapi lidah nya terasa kelu dan tidak bisa bersuara dengan baik. Tak lama kemudian, Anton pamit untuk sholat, meninggalkan Nisa dan ibunya berdua. Suasana terasa canggung. Sebenarnya Nisa juga merasa tatapan mertua nya tidak enak padanya, tapi Nisa berusaha untuk tetap tegar dan bersikap baik pada beliau.Tak lama kemudian, datanglah petugas dapur rumah sakit yang membawakan snack sore. Nisa tersenyum dan mendekati tempat tidur. "Bu, mau saya bantu makan buburnya?" tanyanya lembut.Ibu Anton mengangguk pelan. Nisa dengan telaten menyuapi sang ibu mertua, memastikan tidak ada bubur yang tercecer. Awalnya, mertuanya merasa tidak nyaman, tapi perlahan ia mulai terbiasa. Melihat kelembutan Nisa, hatinya mulai melunak, apalagi dia merasakan perlakuan dan ucapan Nisa yang jauh lebih lembut dan telaten

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 37 A (tamat)

    "Nggak. Ilmu darimana itu. Istri hanya wajib patuh pada suami. Nggak wajib merawat mertua! Apalagi Nisa sedang hamil besar. Hampir sembilan bulan! Aku tak ingin anak istriku kenapa - napa. Jadi malam ini dan besok pagi, kalian atur saja siapa yang menemani ibu di rumah sakit. Besok siang, biar aku yang menemani ibu setelah pulang kerja. Tapi aku tegas kan lagi, jika aku dan Nisa tidak bisa menginap di rumah sakit saat malam," ujar Anton tegas sambil menggenggam tangan sang istri. "Anton! Apa maksudmu? Kamu sudah tidak sayang lagi sama Ibu?" suara Desi meninggi.Anton menarik napas dalam. "Bukan begitu, Mbak. Aku tetap sayang sama Ibu. Tapi aku juga punya istri yang sedang hamil besar. Aku ingin jadi suami yang adil dan bijaksana."Dewi mendengus sinis. "Bijaksana? Jangan bilang Nisa yang menghasutmu sampai begini! Dia sudah mencuci otakmu!"Anton menggeleng pelan. "Tidak ada yang mencuci otakku, Mbak. Aku sadar sendiri. Aku ingin menjadi suami yang bertanggung jawab. Aku tidak mau te

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 36 B

    Nisa melambaikan tangannya saat Anton berangkat dengan menaiki motor nya untuk bekerja. Dia mengelus perut buncitnya yang selalu dicium dan dielus oleh Anton setiap saat. Bahkan Anton selalu pamit pada anak di dalam perutnya saat berangkat kerja. Dan selalu dibalas dengan gerakan serta tendangan lembut dari kaki sang bayi yang membuat Nisa tersenyum karena merasa geli. Setelah menutup dan mengunci pintu, Nisa pun merebahkan diri sejenak di kasur yang ada di ruang tengah dengan menonton tivi. Mendadak Nisa teringat ucapan mertuanya yang tidak memperbolehkan nya bersantai sebelum dia menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya. Ia menghela napas panjang, mencoba menyingkirkan pikiran buruk. Dengan sabar, Nisa lalu bangkit dan mulai membereskan rumah, mencuci pakaian, dan memastikan semua dalam keadaan rapi sebelum akhirnya duduk di ruang tengah kembali. Baru saja ia meraih remote untuk menyalakan TV, suara ketukan terdengar dari arah pintu depan."Siapa ya?" gumamnya, bangkit dan berjalan

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   suami 36 A

    "Ana, maafkan Ayah!"Ana tertegun di ambang pintu. Dadanya berdegup kencang, tangannya mencengkeram selendang di bahunya. Pria paruh baya di hadapannya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan."Ayah?" Suaranya tercekat. "Kenapa kemari?"Surya, pria itu, ayahnya, tersenyum kaku. "Ayah minta maaf, Ana," katanya lirih. "Ayah tahu, ayah tidak punya malu karena baru minta maaf sekarang. Tapi ayah benar-benar tulus ingin meminta maaf padamu."Ana menggigit bibirnya. Kenangan lama berkelebat di kepalanya—makanan sisa yang harus ia telan, bentakan ayahnya saat ia mengadu, keputusan ayahnya yang hanya membiayai Darma, lalu paksaan menikah dengan Burhan.Matanya panas. Ingin rasanya ia mencari kehangatan di pelukan Ahmad, tapi suaminya sedang dinas pagi. Yang bisa ia lakukan hanya menarik napas panjang, mencoba mengendalikan gejolak hatinya.Ana ingin menangis dan berteriak di depan wajah ayahnya lalu menceritakan semua kesulitan yang didapatkannya saat ana diusir dari rumah pasca berpis

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 35 B

    "Layanan kamar, Sayang!" ujar Ahmad dengan riang. Ana tersenyum berbinar dan haru melihat suaminya yang begitu perhatian padanya. "Kamu... Kok tahu kalau aku lapar, Mas?" tanya Ana dengan senyum manisnya saat Ahmad meletakkan bakinya di atas nakas. "Kamu kan ibu menyusui, pasti cepat lapar lah. Aku tahu, Yang. Kamu susuin anak kita saja. Biar aku yang menyuapimu," ujar Ahmad. Ana yang sedang bersandar di dipan ranjang sambil duduk dan menyusui anaknya langsung membuka mulut. "Wah, boleh. Aaaaa!"Ahmad tertawa dan mengambil potongan buah, lalu menyuapkannya ke mulut sang istri. "Hm, manis, dingin, seger! Terimakasih, Mas! Kamu baiiiik sekali padaku. Semoga rejeki kamu semakin melimpah dan berkah, Mas!" ujar Ana tulus. "Aamiin, Yang. Apa sih yang enggak buat istri sholihah yang selalu ikhlas merawatku dan ibuku," sahut Ahmad. "Mas, apa kamu nggak capek? Tadi sepertinya kamu paling sibuk saat acara aqiqah Ihsan," tanya Ana. "Kok sekarang malah begadang membantu ku merawat Ihsan? B

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 35 A

    Keheningan menelan ruangan. Ana berhenti mengayun bayinya, Anton menegang di kursinya, dan Nisa menutup mulut dengan tangan gemetar. Ahmad menatap mbok Darmi, mencari kepastian di wajah tetangganya itu."Pasti ketularan Mas Burhan, ya?" Ana bertanya pelan, nyaris berbisik.Mbok Darmi mengangguk sambil terisak. "Kamu betul, Ana. Burhan lah yang menulari Wulan. Huhuhu… kalau tahu Burhan mengidap penyakit HIV, aku nggak mungkin menyetujui hubungan mereka dulu!"Ana menggigit bibirnya, prihatin pada Wulan, merasakan campur aduknya yang dirasakan Wulan sekarang. "Dan lagi," lanjut Mbok Darmi dengan suara serak, "Burhan sekarang sudah meninggal… karena dilenyapkan oleh Neni."Ahmad mengangguk. "Kalau soal itu, saya sudah tahu, Mbok. Jadi Wulan baru tahu tentang penyakit nya saat ini?"Mbok Darmi mengangguk lagi. "Neni membunuh Burhan, entah untuk membela diri saat Burhan datang ke rumah Neni dengan mengamuk karena ketularan HIV. Dan setelah pulang dari kantor polisi karena terlibat dana

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status