MasukBaru sekitar satu jam setelah keluarga Hadiwijaya tiba di Tokyo, mereka beristirahat di salah satu hotel bintang 4 yang sepertinya telah dipersiapkan sebelumnya.
"Pa, jangan lupa disiapkan berkasnya! Besok kita harus ke Osaka." Cory tampak sibuk membuka koper dan merapikan beberapa pakaian ke dalam lemari hotel.
"Iya, ma! Tenang saja, papa sudah siapkan semua di tas terpisah."
Keduanya tampak sibuk di kamar yang terpisah dari kamar Mayang.
"Haah, capek nya!" Mayang memilih menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menatap langit-langit yang begitu asing. Perjalanan panjang Soetta-Narita tidak hanya membuat tubuhnya lelah, pikirannya masih galau.
"Duh, ni perut gak bisa diajak kompromi!" Mayang mengelus-elus perutnya yang keroncongan.
Mau tak mau mereka kembali turun ke resto hotel mencari penganan untuk sekedar mengisi perut sebelum malam menjelang.
“Apa kamu suka kamar hotelnya sayang?” Tanya Aryo pada putrinya yang terlihat lesu saat mereka tengah menyantap hidangan.
“Hm, lumayan pa!” Jawab Mayang singkat lalu menyuapkan nasi ke mulutnya. Sang ayah hanya tersenyum.
“Oya, maaf sayang, malam ini kami harus langsung menemui klien, jadi tidak apa-apa kan meninggalkanmu di hotel! Lagipula sepertinya kamu capek.”
Glek. Mayang langsung mendelik mendengar ucapan mamanya itu.
“Hah, di sini? Di kamar hotel? Sendirian? Memang papa dan mama mau kemana? Apa aku boleh ikut saja? Aku kan baru menginjak kaki di negeri antah berantah ini.” Suara Mayang memelas sambil menenggelamkan kepala di bahunya. Aryo tersenyum geli mendengar keluhan anak gadisnya itu.
“Gak apa-apa dong! Kamu kan sudah besar! Di rumah juga sudah biasa sendiri." Kori berusaha meyakinkan.
"Itu kan di rumah, ada mbok Irah sama Moli. Kalau di hotel sendirian aku takut, ma! Mana kamar hotel kan jarang dihuni. Tempat asing pula. Masa papa mama tega sih ninggalin aku? Aku ikut aja gimana?" Rengek Mayang mirip anak kecil lengkap dengan wajah memelasnya.
Hadiwijaya hanya tertawa kecil menyaksikan putri semata wayangnya itu yang masih bertingkah laku kekanakkan. Namun ia tak berkomentar dan malah asyik menikmati desert puding karamelnya.
"Coba saja jalan-jalan di sekitar hotel ini. Pemandangannya di luar mama lihat bagus, lho! Atau kamu bisa coba relax di Spa Hotel. Hotel ini hotel bintang 5, sayang! Jarang-jarang kan kamu menikmati fasilitas mewah seperti ini. Ya kan, Pa!” Tutur Cory seolah tak mempedulikan wajah putrinya yang sudah memberengut kesal. Sang papa juga malah sibuk mempersiapkan dokumen yang akan dibawanya.
Dia memang terbiasa ditinggal sendiri di rumah selama ini, tapi itu juga selalu ditemani kucing persia Moli, dua ekor burung kenari, dan juga tentu saja Mbok Jum, pembantu rumah tangga yang sudah 20 tahun ini bersamanya. Jadi sebenarnya, dia tidak betul-betul sendirian di rumahnya.
“Tapi ma…!”
Tililitt! Suara HP sang Mama menghentikan rengekan Mayang dan ia hanya bisa memandangi kedua orang tuanya itu dengan pandangan tak percaya.
Bagaimana ini? Lebih tepatnya ia merasa cemas karena harus berada di kamar hotelnya sendiri malam ini. Padahal ini kali pertamanya datang ke negeri yang masih asing baginya dan tidak ada seorang pun yang ia kenal di sekitar situ. Jangankan kenal, ia tak mengerti dengan bahasa negeri ini.
Maunya protes, tapi jika harus berdebat dulu dengan mamanya, gadis itu menyerah seketika dan akhirnya hanya tersenyum pias. Sama seperti biasanya.
Mayang masih duduk lesu di salah satu kursi restoran, ia masih enggan menuju kamarnya sejak kedua orang tuanya pergi. Kali ini ia memilih duduk di salah satu tempat duduk yang berada di sisi jendela kaca besar dengan secangkir kopi mix, sehingga dia bisa melihat pemandangan di luar hotel dengan leluasa. Sudah hampir satu jam ia hanya bolak balik menengok ponselnya, melihat notifikasi dari akun-akun social media yang ia aktifkan dan sesekali menghubungi karibnya.
[Assalamu'alaikum! Hai, beb! Sorry, aku baru bisa telponan. Sampaikan maaf ke teman-teman, gak bisa ikut hepi-hepi. Have fun, ya! OK, bye bye!] Ungkapnya di ponsel dengan nada murung.
Wajah Mayang tampak cemberut dengan mata berkaca-kaca memandangi status kawan-kawannya yang kini sedang liburan ke pulau Seribu pasca wisuda kemarin. Jujur dia sedih karena baru kali ini ia tidak bisa ikut serta. Apalagi kalau bukan karena kepergiannya ke Jepang ini yang begitu terkesan buru-buru.
“Apa saya mengganggu?” Seseorang tiba-tiba menegurnya membuat Mayang menoleh ke asal suara.
Wajahnya penuh tanda tanya namun ia memaksakan senyumnya sambil menggelengkan kepala. Rupanya pria yang siang tadi menjemput keluarganya di bandara.
“Anda sendiri?” Tanya pria itu menyelidik.
“Hm, ya. Orang tuaku langsung ada urusan.” Mayang merasa rancu dengan pertanyaan pria itu. Anehnya lagi ia mendengar seorang Jepang berbicara fasih dalam bahasa Indonesia.
“Anda, Kenshi?"
"Ya, nama saya Kenshi."
"Ee, kamu tidak bersama... maksudku tidak bertemu kedua orang tuaku?” Tanya Mayang penasaran.
Pria itu masih berdiri di samping Mayang dan terlihat hanya menyunggingkan senyumnya, lagi.
“Tidak. Saya bekerja di sini Nona!” Jelasnya.
"Ooh!" Mayang mengangguk ragu, meski ia sebenarnya bingung dengan maksud kehadiran pria itu.
“Apa mungkin Nona mau saya antar jalan-jalan?“ Mayang kembali heran mendengar pertanyaan itu.
"Antar jalan-jalan?" Matanya mendelik dengan kening berkerut.
Bagaimana mungkin pria yang baru ditemuinya sore tadi tiba-tiba mengajaknya jalan-jalan. Mayang masih terpaku di kursinya sambil sesekali melihat ke arah pria itu dengan pandangan setengah menyelidik.
Seolah tahu jalan pikiran gadis itu, Kenshi hanya menyungingkan senyum ramahnya.
“Tadi saya sudah menjemput Nona di bandara, saya juga bisa mengantar nona melihat-lihat kota atau tempat lain yang ingin nona kunjungi. Tentunya dengan ijin Tuan Hadiwijaya. Saya akan mengantar Nona kembali ke sini. Apa ada masalah?”
Mayang tertegun mendengar penjelasan Kenshi barusan. Ia tiba-tiba terpana oleh senyuman Kenshi yang seolah-olah hanya ditujukan padanya, membuatnya sulit berkata-kata.
“Oh, eem. OK!” Ujar Mayang lalu buru-buru beranjak dari kursinya.
Mayang POVUjung mataku menangkap seseorang ikut duduk di samping bangku yang kutempati. Reflek aku menoleh sekedar mencari tahu.“Kenshi? Apa yang kamu lakukan di sini?”Aku terlonjak kaget menyadari orang disisiku ini adalah Kenshi. Laki-laki yang baru saja ingin kuhilangkan dari pikiranku, ternyata berada disini, tepat di sampingku. Aku pun celingukan heran.“Hanya ingin menghirup udara segar!” Suara Kenshi terdengar datar.Hmm...ya...mungkin dia masih marah. Suaranya masih terdengar dingin seperti kemarin.Walau masih terkejut karena kehadirannya yang tiba-tiba, aku hanya menelan ludah karena tenggorokanku rasanya tercekat.“Apa disini cukup nyaman?” Tanyanya tiba-tiba, masih tanpa menatapku lain dari yang biasa dia lakukan.“Ehm…ya.” Aku pun hanya menjawab sekenanya lalu berpaling darinya.Pertanyaan apa itu? Apa itu semacam perhatian atau hanya basa basi belaka. Sungguh, meski sempat takut, tapi aku sangat ingin melihat wajahnya lagi. Entah perasaan apa lagi ini, aku pun mema
“Moshi moshi!”“Kenshi...apa Mayang menemuimu?” Kenshi segera menyadari suara diujung telpon.“Ya, Nyonya. Kemarin saya bertemu hanya sebentar. Apa ada masalah?”“Mayang belum kembali ke kamar sejak semalam!” Suara Nyonya Kori terdengar gusar lalu diiringi isak tangisnya.Deg. Dada Kenshi tiba-tiba berdegup kencang.“Semalam?”, Kenshi lantas berdiri dari kursinya,”Apa dia tidak bisa dihubungi?” Tanyanya.“Tidak. Dia tidak membawa ponsel, koper ataupun pakaiannya. Semuanya masih di hotel. Sepertinya dia hanya membawa tas tangan. Kenshi, maaf mengganggumu. Kami pikir, mungkin dia menemuimu.” Suara diujung telepon tiba-tiba terputus.Kenshi mencoba berpikir sejenak. Gadis itu baru pertama kali ke Tokyo, belum banyak tempat yang bisa dia kunjungi, terlebih lagi tidak ada sanak familinya disini.*Kenshi sempat terpukul dengan pembatalan sepihak itu. Bagaimana pun semua kejadian itu tidak terduga. Tak dapat dipungkiri perasaannya yang tidak menentu membuatnya segera menemui sang ayah, oran
Dalam dunia bisnis menjalin rekanan dengan beberapa perusahaan itu sudah merupakan hal lumrah. Berbagai intervensi dari luar mungkin terjadi, demi memperkuat kondisi perusahaan, selain lewat merger juga melalui jalur pernikahan kedua keluarga. Seperti yang terjadi pada Kenshi dan Mayang. Pertimbangan bisnis lebih diutamakan daripada perasaan.Namun selalu saja ada pihak ketiga yang ingin masuk ke dalam lingkaran itu. Tentu saja untuk mencari keuntungan lewat jalan singkat, dengan cara-cara yang tidak lazim dan licik.Daiguchi adalah salah satunya. Perusahaan itu pernah menjadi rekan bisnis Takeda. Namun dalam perjalanan bisnisnya Daiguchi selalu mencari keuntungan sendiri dan merugikan pihak lain, sehingga Takeda pun memutuskan kerja samanya demi menjaga profesionalitas dan kesinambungan saham dengan pihak lain. Meskipun harus menderita kerugian yang tidak sedikit, hal itu justru menyelamatkan perusahaan, karena tak lama sejak pemutusan kerjasama, Daiguchi menghadapi masalah hukum den
Mayang POVDisinilah kami, berjalan santai di jalanan plaza sebelum kembali ke hotel."Aku minta maaf, tidak sempat menemanimu. Kebetulan kolega-kolegaku dari Korea datang." Kenshi membuka obrolan."Sinca, aku yang seharusnya minta maaf, tidak bisa ikut menemanimu menemui mereka karena keterbatasanku. Hm, chaebol" Ujarku jujur. Tanpa sadar aku meringis kecil menahan rasa linu di kakiku karena highheels baru."Kamu mengerti, sinca? chaebol??" Kenshi tersenyum penasaran. Aku hanya mengendikkan bahu."You know, some of my friends at the party, they have talked about you. They praised you!""Ha...you must be kidding me!""No, its true. They said, you are really a beautiful Asian woman. I'm obviously jealous.""What? Jealous?""Ya. This is the first time I feel like someone is making me jealous."Keningku mengkerut. Kupercepat langkahku karena kurasakan wajahku mulai memanas."Seriously., I'm not kidding. They said you're pretty, ecotik, proporsional and otentic." "Ish, kamu gombal, Kensh
MAYANG POVKenshi mengajakku ikut dalam sebuah acara pertemuan dengan beberapa klien. Awalnya aku ingin menolak, karena kupikir aku belum siap mendampingi Kenshi dalam acara bersifat resmi seperti itu, apalagi aku masih belum berstatus istrinya yang sah. Namun kedua orang tuaku, terutama mama, menyarankan atau lebih tepatnya memaksa untuk menerima ajakan Kenshi itu. Apalagi acara pertemuan itu begitu penting, atau lebih tepatnya pesta perayaan setelah Kenshi berhasil mendapatkan tender besar dari perusahaan Korea yang tempo hari ia temui saat festival Kembang Api.Kenshi menjemputku di lobi hotel dan membawaku bertemu dengan rekan-rekan kerjanya di sebuah pesta kebun."Hello!""Oh, hi!".Aku terkejut ketika seorang wanita semampai menegur di sebelahku saat aku sedang memilih beberapa makanan appetizer."Kimi wa Kenshi no fiansena nda ne (Jadi anda tunangan Kenshi-san)""I'm sorry, miss, I can't speak Japanese," ungkapku jujur."Well...well...well...so you fluent in English. But still
Suara dering telepon membuat Mayang tergopoh-gopoh keluar dari kamar mandi. "Ya, halo! Assalamualaikum!""Wa'alaikumsalam. Hai, May! Gimana kabarnya?"Deg. Dada Mayang berdegup mendengar suara yang familiar di ujung sana."Ri... Rian!""Iya. Syukur kalo kamu masih inget. Aku dengar kamu di Jepang, ya?""Em, iya. Kamu sendiri, gimana kabarnya? S2 kamu dimana?" Mayang bertanya gugup."Di Jepang. Kamu pasti kaget, kan!”Deg. Mayang menutup matanya seraya menunduk lesu. Rupanya masa lalunya belum benar-benar berlalu.“Kalau waktu itu aku bilang S2 ku ke Jepang, seharusnya kamu gak harus nolak aku kan, May! Kita toh akan ketemu lagi.”Mayang tak berkutik. Ia tak bisa membayangkan jika Rian mengetahui kenyataan yang sebenarnya alasan dirinya berada di Jepang.“Aku tahu kamu masih bimbang. Tapi aku masih di sini, May! Menunggu kamu."Ingatan masa lalunya kembali berkelebat. Saat-saat dimana ia mulai memasuki dunia kampus. Saat-saat dimana ia menikmati kebersamaanya bersama kawan-kawannya di







