MasukMalam itu, tampak Aryo Hadiwijaya dan Kori, istrinya, turun dari taksi dan berjalan tergesa memasuki sebuah kawasan bernama Taito yang masih berada di kota Tokyo, dimana berjajar restoran dan kedai di kedua sisi jalannya.
“Wagyu Panga? Disini ma, kita sudah sampai.” Sahut Aryo lalu menarik lengan sang istri untuk memasuki salah satu restoran dengan etalase kaca panjang berisikan daging-daging pilihan sebagai window display-nya.
Baru saja mereka masuk, seorang pelayan menyambut mereka berdua dengan bahasa jepang yang khas.
“Selamat Datang!”
Aryo dan Kori hanya menganggukkan kepala sembari mencari-cari ke setiap penjuru restoran.
“Untuk berapa orang?” Tanya pelayan itu.
“Dua orang.” Kori menjawab, tapi langsung disangkal Aryo dengan mengangkat tangannya.
“Tidak, tidak. Kami sudah memiliki janji. Takeda-sama?” Jelas Aryo.
“Oh betul, Tuan Takeda sudah menunggu. Mari saya antar!”
Mereka berdua pun mengikuti pelayan wanita itu.
“Hadiwijaya-san. Selamat datang kembali di Jepang!”. Suara seorang lelaki baya begitu lantang menyapa Hadiwijaya di salah satu meja di ujung ruangan dengan sekat privat.
Lelaki itu melambaikan tangannya menyambut Aryo dengan wajah sumringah. Setelah menundukkan badannya ia segera menghampiri Aryo.
Kedua sahabat karib itu saling berangkulan untuk beberapa lama. Kori hanya menundukkan kepalanya lalu menundukkan kepala pula ke arah wanita yang berada di sisi pria itu yang hanya menyunggingkan senyumnya.
“Takeda-san, apa kabar!” Sapa Aryo dalam bahasa Jepang yang fasih.
“Ayo, silahkan duduk!”
Mereka pun duduk di kursi dimana beberapa hidangan telah tersedia di meja.
“Bagaimana kabar anda berdua? Semoga sehat! Perjalanan pesawat lancar, bukan!”
“Ya. Alhamdulillah. Sejauh ini lancar.”
"Bagaimana kabar putri cantik kita, Mayang-san?” Takeda begitu antusias disambut senyuman Aryo dan Kori.
“Alhamdulillah. Mayang juga dalam keadaan sehat. Saat ini dia masih beristirahat di hotel.”
“Apa Mayang tidak mabuk udara?” Nyonya Emory ikut bertanya.
“Tidak, nyonya. Meski dia jarang bepergian, tapi Mayang tidak mabuk udara. Hanya saja dia tidak terbiasa melakukan penerbangan panjang. Ada efek jetlag sedikit!” Jelas Aryo.
“Iya, iya. Tadinya saya kira Mayang ikut datang ke sini bersama. Tidak mengapa. Biarkan dia istirahat. Masih ada waktu kita berkumpul bersama. Ada Kenshi di hotel, biar dia yang menemani nona Mayang.”
“Apa kamar hotelnya nyaman?” Nyonya Emory bertanya lagi.
“Kamar hotelnya nyaman, nyonya! Terima kasih atas perhatiannya.” Sahut Kori.
“Terima kasih atas sambutannya, tuan Takeda. Kenshi juga sudah sangat perhatian pada kami.”
“Padahal saya sangat ingin kalian tinggal di rumah kami. Saya ingin segera bertemu Mayang. Rumah kami banyak kamar kosong.”
Aryo dan Kori saling berpandangan sambil tersenyum.
“Bukan kami menolak, Tuan! Hanya saja…”Aryo menggantungkan kata-katanya.
“Saya mengerti. Mereka belum menikah.” Takeda menyambung kata diikuti Aryo mengangguk membenarkan.
“Kami sebenarnya tidak keberatan. Tapi tinggal di hotel saat ini lebih nyaman. Mohon pengertiannya. Mayang dan Kenshi juga mungkin membutuhkan waktu untuk saling mengenal.” Jelas Cory kemudian.
“Betul. Mereka juga baru bertemu. Kita biarkan urusan orang-orang muda itu, kita disini melakukan persiapan saja.”
“Betul.”
“Ayo, mari-mari, silahkan minum dan makan. Nanti kita lanjutkan obrolan kita.”
Kedua keluarga itu kemudian menikmati makan malam mereka.
Setelah makan, mereka kembali bercengkerama. Nyonya Kori dan Emory sengaja memisahkan diri menuju ke sisi lain, sedangkan Takeda dan Aryo tetap duduk di kursi mereka.
“Saya harap bisnis kita terus berlanjut, Hadiwijaya-san. Pernikahan ini salah satu bentuk apresiasi kita sebagai orang tua. Kenshi sudah cukup usia untuk menikah dan berkeluarga. Mayang juga masih lajang. Kita beri mereka ruang untuk saling mengenal dulu. Masih ada waktu, bukan!"
Hadiwijaya mengangguk-angguk. Keinginan kawannya itu memang sederhana, mencari pasangan untuk putranya yang beragama Islam. Mereka baru menjadi mualaf beberapa tahun, namun Takeda dan Kenshi adalah orang-orang yang cukup taat. Kedekatan Aryo dengan Takeda pun dikarenakan mereka selalu bertemu dan Takeda yang selalu banyak bertanya tentang Islam.
“Apakah nona Mayang keberatan dengan rencana kita ini?” Takeda terlihat penasaran.
Hadiwijaya sekilas melirik ke arah Kori yang sedang mengobrol dengan Emory. Keduanya sempat berpandangan. Takeda mencoba memahami.
“Mayang baru lulus kuliah. Dia belum memiliki pengalaman apa pun. Yang saya tahu, dia tidak memiliki hubungan atau kekasih sebelumnya. Dia tidak memberi kesan menolak atau menerima. Namun saya berharap, jika kelak Kenshi menjadi suaminya, Kenshi bisa membimbing Mayang."
Takeda menanggapi penjelasan Aryo dengan mengangguk-angguk.
“Anak-anak memiliki masanya sendiri. Mereka akan bertumbuh lewat pengalaman. Kita orang tua hanya bisa mengarahkan pada hal-hal yang benar.” Kata-kata Takeda begitu dalam disambut Hadiwijaya dengan anggukan.
"Dan putri saya itu belum bisa berbicara bahasa Jepang. Meski kami sudah memberikan saran untuk kursus, dia belum tertarik.” Ungkap Aryo sambil tertawa kecil, mengingat bagaimana Mayang sering menolak kursus bahasa Jepang.
Takeda ikut tertawa, "Begitukah! Tenang saja, nanti seiiring waktu Kenshi akan mengajari. Oh, ya, apa anda sudah menghubungi ustadz di masjid Camii?”
“Mengenai hal itu, kami baru akan melakukannya beberapa hari ke depan, karena besok saya harus ke Osaka menemui klien bisnis.”
“Oh, kalau begitu, biar saya yang menghubungi. Saya juga ingin bertemu orang-orang di masjid.”
“Terima kasih, tuan. Mohon maaf, kami jadi merepotkan”
“Tidak masalah. Ini hal yang baik. Jujur saja, saya sangat senang. Anda jangan sungkan. Kita akan segera menjadi keluarga besar. Kita harus merayakan hari membahagiakan ini dengan orang-orang yang baik juga, agar lebih berkah. Anda silahkan menyelesaikan urusan bisnis anda. Kami akan mengurus satu per satu kebutuhan pernikahan.”
“Terima kasih. Terima kasih.”
“Oh, iya. Kenapa tidak mengajak keluarga dari Indonesia?”
“Keluarga kami sangat banyak, Tuan!” Takeda menyambut dengan tawa renyahnya begitu juga Aryo.
“Rencananya, nanti kami akan mengadakan acara di Indonesia. Kalau istilah adat kami orang Jawa ‘Ngunduh Mantu’. Acara menyambut keluarga suami. Sepulang kami ke Indonesia, kami akan mengundang anda sekeluarga. Semoga anda tidak keberatan.” Aryo menjelaskan kemudian.
“Oh, ya. Baiklah kalau begitu. Saya juga sudah lama tidak mengunjungi Indonesia. Itu adalah kesempatan yang baik.”
“Kami berdua juga masih disibukkan dengan urusan bisnis. Semoga anda memaklumi.”
“Kami mengerti. Acara ini juga memang kita rencanakan terbatas untuk kalangan kita saja dulu. Yang terpenting, baik Mayang dan Kenshi menikah dengan sah.”
“Kami berterima kasih. Tuan Takeda berkenan terhadap putri kami – Mayang. Semoga Kenshi pun demikian.”
“Anda merendah, tuan. Kita punya harapan yang sama. Saya mengenal anda dengan baik. Kenshi juga tidak memperlihatkan keberatan apa pun. Mari kita doakan kebaikan untuk mereka berdua. Semoga pernikahan ini lancar.”
“Aamiin.” Hadiwijaya menengadahkan kedua tangannya. Ada rasa syukur di hatinya yang juga tak bisa ia sembunyikan.
Aryo sendiri masih tidak menyangka, jika kawan bisnisnya dari negeri matahari terbit ini sangat antusias terhadap rencana pernikahan Kenshi dan Mayang. Keduanya saling tersenyum.
Mayang POVUjung mataku menangkap seseorang ikut duduk di samping bangku yang kutempati. Reflek aku menoleh sekedar mencari tahu.“Kenshi? Apa yang kamu lakukan di sini?”Aku terlonjak kaget menyadari orang disisiku ini adalah Kenshi. Laki-laki yang baru saja ingin kuhilangkan dari pikiranku, ternyata berada disini, tepat di sampingku. Aku pun celingukan heran.“Hanya ingin menghirup udara segar!” Suara Kenshi terdengar datar.Hmm...ya...mungkin dia masih marah. Suaranya masih terdengar dingin seperti kemarin.Walau masih terkejut karena kehadirannya yang tiba-tiba, aku hanya menelan ludah karena tenggorokanku rasanya tercekat.“Apa disini cukup nyaman?” Tanyanya tiba-tiba, masih tanpa menatapku lain dari yang biasa dia lakukan.“Ehm…ya.” Aku pun hanya menjawab sekenanya lalu berpaling darinya.Pertanyaan apa itu? Apa itu semacam perhatian atau hanya basa basi belaka. Sungguh, meski sempat takut, tapi aku sangat ingin melihat wajahnya lagi. Entah perasaan apa lagi ini, aku pun mema
“Moshi moshi!”“Kenshi...apa Mayang menemuimu?” Kenshi segera menyadari suara diujung telpon.“Ya, Nyonya. Kemarin saya bertemu hanya sebentar. Apa ada masalah?”“Mayang belum kembali ke kamar sejak semalam!” Suara Nyonya Kori terdengar gusar lalu diiringi isak tangisnya.Deg. Dada Kenshi tiba-tiba berdegup kencang.“Semalam?”, Kenshi lantas berdiri dari kursinya,”Apa dia tidak bisa dihubungi?” Tanyanya.“Tidak. Dia tidak membawa ponsel, koper ataupun pakaiannya. Semuanya masih di hotel. Sepertinya dia hanya membawa tas tangan. Kenshi, maaf mengganggumu. Kami pikir, mungkin dia menemuimu.” Suara diujung telepon tiba-tiba terputus.Kenshi mencoba berpikir sejenak. Gadis itu baru pertama kali ke Tokyo, belum banyak tempat yang bisa dia kunjungi, terlebih lagi tidak ada sanak familinya disini.*Kenshi sempat terpukul dengan pembatalan sepihak itu. Bagaimana pun semua kejadian itu tidak terduga. Tak dapat dipungkiri perasaannya yang tidak menentu membuatnya segera menemui sang ayah, oran
Dalam dunia bisnis menjalin rekanan dengan beberapa perusahaan itu sudah merupakan hal lumrah. Berbagai intervensi dari luar mungkin terjadi, demi memperkuat kondisi perusahaan, selain lewat merger juga melalui jalur pernikahan kedua keluarga. Seperti yang terjadi pada Kenshi dan Mayang. Pertimbangan bisnis lebih diutamakan daripada perasaan.Namun selalu saja ada pihak ketiga yang ingin masuk ke dalam lingkaran itu. Tentu saja untuk mencari keuntungan lewat jalan singkat, dengan cara-cara yang tidak lazim dan licik.Daiguchi adalah salah satunya. Perusahaan itu pernah menjadi rekan bisnis Takeda. Namun dalam perjalanan bisnisnya Daiguchi selalu mencari keuntungan sendiri dan merugikan pihak lain, sehingga Takeda pun memutuskan kerja samanya demi menjaga profesionalitas dan kesinambungan saham dengan pihak lain. Meskipun harus menderita kerugian yang tidak sedikit, hal itu justru menyelamatkan perusahaan, karena tak lama sejak pemutusan kerjasama, Daiguchi menghadapi masalah hukum den
Mayang POVDisinilah kami, berjalan santai di jalanan plaza sebelum kembali ke hotel."Aku minta maaf, tidak sempat menemanimu. Kebetulan kolega-kolegaku dari Korea datang." Kenshi membuka obrolan."Sinca, aku yang seharusnya minta maaf, tidak bisa ikut menemanimu menemui mereka karena keterbatasanku. Hm, chaebol" Ujarku jujur. Tanpa sadar aku meringis kecil menahan rasa linu di kakiku karena highheels baru."Kamu mengerti, sinca? chaebol??" Kenshi tersenyum penasaran. Aku hanya mengendikkan bahu."You know, some of my friends at the party, they have talked about you. They praised you!""Ha...you must be kidding me!""No, its true. They said, you are really a beautiful Asian woman. I'm obviously jealous.""What? Jealous?""Ya. This is the first time I feel like someone is making me jealous."Keningku mengkerut. Kupercepat langkahku karena kurasakan wajahku mulai memanas."Seriously., I'm not kidding. They said you're pretty, ecotik, proporsional and otentic." "Ish, kamu gombal, Kensh
MAYANG POVKenshi mengajakku ikut dalam sebuah acara pertemuan dengan beberapa klien. Awalnya aku ingin menolak, karena kupikir aku belum siap mendampingi Kenshi dalam acara bersifat resmi seperti itu, apalagi aku masih belum berstatus istrinya yang sah. Namun kedua orang tuaku, terutama mama, menyarankan atau lebih tepatnya memaksa untuk menerima ajakan Kenshi itu. Apalagi acara pertemuan itu begitu penting, atau lebih tepatnya pesta perayaan setelah Kenshi berhasil mendapatkan tender besar dari perusahaan Korea yang tempo hari ia temui saat festival Kembang Api.Kenshi menjemputku di lobi hotel dan membawaku bertemu dengan rekan-rekan kerjanya di sebuah pesta kebun."Hello!""Oh, hi!".Aku terkejut ketika seorang wanita semampai menegur di sebelahku saat aku sedang memilih beberapa makanan appetizer."Kimi wa Kenshi no fiansena nda ne (Jadi anda tunangan Kenshi-san)""I'm sorry, miss, I can't speak Japanese," ungkapku jujur."Well...well...well...so you fluent in English. But still
Suara dering telepon membuat Mayang tergopoh-gopoh keluar dari kamar mandi. "Ya, halo! Assalamualaikum!""Wa'alaikumsalam. Hai, May! Gimana kabarnya?"Deg. Dada Mayang berdegup mendengar suara yang familiar di ujung sana."Ri... Rian!""Iya. Syukur kalo kamu masih inget. Aku dengar kamu di Jepang, ya?""Em, iya. Kamu sendiri, gimana kabarnya? S2 kamu dimana?" Mayang bertanya gugup."Di Jepang. Kamu pasti kaget, kan!”Deg. Mayang menutup matanya seraya menunduk lesu. Rupanya masa lalunya belum benar-benar berlalu.“Kalau waktu itu aku bilang S2 ku ke Jepang, seharusnya kamu gak harus nolak aku kan, May! Kita toh akan ketemu lagi.”Mayang tak berkutik. Ia tak bisa membayangkan jika Rian mengetahui kenyataan yang sebenarnya alasan dirinya berada di Jepang.“Aku tahu kamu masih bimbang. Tapi aku masih di sini, May! Menunggu kamu."Ingatan masa lalunya kembali berkelebat. Saat-saat dimana ia mulai memasuki dunia kampus. Saat-saat dimana ia menikmati kebersamaanya bersama kawan-kawannya di







