แชร์

Bab 3

ผู้เขียน: Azril
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-08-07 20:58:41

"Bangun, Nak." Bu Minah mencoba membangunkan Marisa yang masih belum siuman juga.

"Keke! Keke!" teriak Bu Minah sekencang mungkin.

Sementara Keke tidak peduli. Ia sibuk dengan hp di tangan disertai earphone yang menutupi kedua daun telinganya.

"Panggil Keke! Cepat!" perintah Bu Minah kepada Tasya.

"Ba-baik, Bu." Gegas gadis kecil itu berjalan cepat menuju ruang tamu.

Namun, Tasya terdiam di hadapan Keke yang sedang asik menikmati lantunan musik favoritnya sambil mengangguk-nganggukan kepalanya.

"Apaan si lo?! Jangan diam di hadapan gue! Minggir!" Keke mendorong tubuh Tasya hingga hampir saja terjengkang.

"Keke!" teriak Bu Minah.

"Apaan sih, Bu! Ganggu aja," gerutu Keke. Ia terpaksa menghampiri sang ibu.

"Inalillahi, Kakak!" seru Keke ketika melihat apa yang tengah terjadi.

"Ke, kita bawa ke rumah sakit terdekat," ujar Bu Minah panik.

Bu Minah dan Keke pun memapah Marisa menuju ke rumah sakit untuk segera diberi perawatan intensif.

***

Sore harinya.

Dio pulang sambil mendorong gerobaknya dengan semangat. Entah apa yang di dapat, wajahnya begitu sumringah. Bahkan dia tak berhenti mengukir senyum di bibirnya.

Dio membuka laci gerobaknya dan mengambil kantong plastik hitam yang berisikan beberapa kilo beras dan beberapa butir telur. Pintu rumah tampak terbuka lebar. Tak sedikit pun ada rasa curiga di benak lelaki itu. Ia pun melangkah masuk.

"Mungkin Tasya, yang lupa tutup pintu, atau Marisa yang sudah mendingan lalu keluar rumah, hingga ia lupa menutup pintu," gumam Dio seraya terus berjalan masuk ke dalam rumah.

Rumahnya terlihat lengang.

"Assalamualaikum." Walaupun terlihat sepi, Dio tak lupa dengan salamnya ketika akan memasuki rumah.

Namun, pandangan matanya mendarat pada tas gendong besar di meja ruang tamu.

"Kok ada tas? Tas siapa?" Dio memperhatikan tas tersebut dengan sorot bertanya-tanya .

Dio heran, jelas di sini ada tas dan rumah tampak sedikit berantakan, tapi di mana para penghuni rumah.

"Tasya! Papa pulang!" seru Dio.

Di pikiran Dio mungkin Tasya sedang bermain di luar dengan Marisa seperti biasanya. Pria itu pun memilih memasak untuk menyiapkan makan. Walaupun hati merasa tak begitu tenang.

Dio melangkah ke dapur, betapa dia terperanjat kaget saat melihat noda berwarna merah di keramik rumahnya.

Dio menghampiri dan memastikan dengan secermat mungkin noda merah itu, "Darah?" gumamnya.

Deg!

Jantungnya berdebar-debar tak keruan. Dio pun dengan tergesa menuju kamar yang jelas-jelas daun pintunya sudah terbuka lebar.

Dilihat gadis kecil kesayangannya sedang duduk di lantai sambil memeluk lututnya yang kecil dan kurus, dengan kepala menunduk. Dio begitu heran melihat hal itu.

Pria itu lalu menghampiri gadisnya yang terlihat ketakutan. Pria itu memeluk tubuh mungil itu dengan penuh kasih sayang. Air mata pun menitik karena melihat Tasya ketakutan seperti ini.

"Kamu kenapa, Nak? Ibu ke mana?" tanya Dio pada gadis yang membalas memeluknya dengan erat.

"Pa, Ibu dibawa. Ada nenek tua dan kakak cantik. Tapi mereka jahat," ujar Tasya menjelaskan.

Dio terkejut. "Siapa mereka?" lirihnya bertanya.

"Nenek tua!" Dio yakin sekali yang di maksud nenek tua itu adalah Bu Minah mertuanya, "Apa terdapat tompel di pipi sebelah kanannya?" tanya Dio antusias pada sang putri yang masih menangis histeris di pelukannya.

"Iya, Pa, Tasya takut," lirihnya.

"Kamu tak usah takut Nak, sekarang ada Papa."

Dio menatap sendu putri kecilnya. Entah mengapa Dio begitu kesal dengan kedatangan mertuanya, dia datang kesini memang baik menolong Marisa. Tapi, setidaknya mereka jangan meninggalkan anak kecil dalam rumah sendirian, bagaimana kalau terjadi apa-apa, untung saja Dio pulang masih sore, kalau saja pulang malam, entah bagaimana nasib Tasya.

"Apa kau sudah makan, Nak?" tanya Dio menatap sang buah hati.

Tasya hanya menggelengkan kepala, itu tandanya Tasya dari pagi memang masih belum makan.

"Belum."

Betapa hati Dio merintih sakit saat mendengar anaknya yang belum makan dari pagi. Dio benar-benar merasa bersalah.

"Kamu tunggu disini, Papa masak buat kamu."

Entah apa yang terjadi jika Bu Minah dan Keke, adik kandung Marisa berhasil memboyong Marisa dari rumah ini. Jelas, Tasya dan Dio sangat membutuhkan Marisa, untuk 1 hari saja tidak ada Marisa di rumah. Rasanya Dio kepayahan. Tidak ada yang menjaga putri semata wayangnya.

Setelah selesai menyuapi Tasya Dio pun segera pergi kerumah sakit terdekat beserta membawa rantang yang berisikan nasi dan sayur sop buatan Dio barusan, sudah yakin sekali bahwa Marisa pasti belum makan dari pagi.

Setengah jam perjalanan akhirnya sampai dimana tempat ini sangat Dio benci yaitu Rumah sakit, selain untuk orang yang sakit disini banyak orang berduka cita depenuhi kesedihan, makannya Dio benci sekali.

"Sus, saya mau tanya, kalau untuk pasien bernama Marisa Diana Putri di ruangan mana ya, Sus," tanya Dio. Saking cemasnya dengan keadaan sang istri hingga Dio lupa mandi dan masih mengenakan baju lusuh, terkesan dekil.

"Mba Marisa ya, di ruang rawat sebelah sana, Bapak tinggal belok saja," tunjuk Suster.

"Baiklah, terimakasih." Dio segera melangkah untuk menemui sang istri betapa raut wajahnya sangat panik dan cemas.

Dio menemukan ruangan Marisa. Nampak ibu mertua dan adik iparnya sedang duduk di kursi tunggu.

Dio segera menghampiri sambil mengendong Tasya, "Bu, gimana kedaan Marisa," tanya Dio sambil mengulurkan tangan memberi salam pada sang Mertua.

Bu Minah terperanjat ketika Dio datang, sorot matanya begitu tajam menatap Dio, "Bodoh! Dasar suami tidak berguna! Jagain istri satu saja kamu tidak becus! Ketika istrimu sakit, kamu kemana?!" cerca Bu Minah dengan emosi yang meluap-luap.

Dio menarik uluran tangannya yang di tolak mentah-mentah oleh mertuanya. Sungguh, hatinya sangat sakit, karena sampai saat ini belum bisa menjadi menantu yang di inginkan. Dio hanya bergeming seraya menundukan kepala, lelaki bertubuh kekar itu hanya memasang wajah melas.

"Sa-saya jualan cendol, Bu," jawab Dio gugup.

"Makannya kamu itu cari kerja yang elit dikit dong, biar bisa bahagiakan keluarga, dan membanggakan mertua. Nah, ini. Bukannya membahagiakan, sudah pasti, bikin melarat!" hardik Keke tidak habisnya mencela Dio tanpa memikirkan perasaan suami kakaknya.

"Asal kamu tahu Dio! andai saja saya datang telat, entah apa dan bagaimana yang terjadi dengan kondisi Marisa anakku? Bisa saja dia sudah tidak ada," gerutu Bu Minah.

Tiba-tiba pria paruh baya berbaju serba putih keluar dari ruangan Marisa.

Dio terperanjat, dengan tergesa ia segera bertanya mengenai kondisi sang istri, "Dok, istri saya bagaimana?"

"Kondisinya sudah membaik, Bu Marisa hanya kelelahan di tambah asam lambungnya sedang naik, Pak. Kalau bisa dia jangan kebanyakan gerak dulu ya, Pak, Bu," beber Dokter.

Betapa hati Dio merasa lebih lega saat mendengar pembeberan Dokter barusan, "Alhamdulillah."

"Apa saya bisa melihat anak saya, Dok?" serobot Bu Minah.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • SUAMI MELARATKU TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 114

    Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe

  • SUAMI MELARATKU TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 113

    "Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis

  • SUAMI MELARATKU TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 112

    Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan

  • SUAMI MELARATKU TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 111

    "Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku

  • SUAMI MELARATKU TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 110

    "Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi

  • SUAMI MELARATKU TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 109

    Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status