Share

Part 4

Author: Ricny
last update Last Updated: 2024-02-22 18:58:16

Suami Miskinku di Ruang Nasabah Prioritas

Part 4

Astagfirullah. Apa jangan-jangan mereka itu sebenernya orang jahat yang sedang menyamar jadi orang biasa? Mereka lalu menjadikanku mangsa mereka agar mereka bisa melancarkan aksi mereka?

Eh tapi, aksi apa? Apa tujuan mereka melakukan ini? Dan kenapa harus aku? Apa hubungannya mereka sama aku?

Enggak! Ya ampuun Ariniii lebay amat deh ini otaknya mikirnya. Mereka baik gitu sama aku. Mana ada mereka orang jahat, kebanyakan nonton sinetron emang nih aku.

"Iya Bu, maaf. Tadi itu Mbak Mumun tiba-tiba aja dateng nepuk pundak. Jaya juga sampe kaget, biasanya 'kan Mbak Mumun gak belanja ke pasar Sifon." Suami bicara lagi.

Aku kembali menguping.

"Hih ada-ada aja sih. Kalian hati-hati dong, ujian kita buat Arini itu belum selesai. Masih ada beberapa tahap yang harus dia lewati."

Hah, ujian? Ujian apaan dah? Kenapa gitu aku mesti diuji?

"Iya iya. Ya udah ah, Jaya mau ke kamar dulu. Capek."

Bang Jayanta terdengar bangkit dari kursi. Cepat-cepat aku kembali ke kasur dan pura-pura tidur.

"Jaya, bangunin juga Arin, takut dia telat, abis Dzuhur dia 'kan mau arisan di rumah ibunya," kata mertua lagi.

"Hmmm."

Bang Jayanta lalu membuka pintu kamar.

"Rin, Arin, bangun. Katanya mau pergi ke rumah Ibu."

Aku pura-pura menggeliat lalu duduk sambil mengucek mata.

"Udah adzan ya, Bang?"

"Belum sih, tapi bentar lagi. Takut kamu telat arisannya."

"Iya, Bang."

Aku lalu bangkit mengambil handuk. Semetara Bang Jayanta merebahkan diri di sisi ranjang

Selsai mandi aku bersiap-siap hendak pergi ke rumah ibuku. Pakai baju, jilbab dan tas yang baru tadi pagi kubeli tentunya.

"Cantik gak, Bang?"

"Waaw antiknya istri Abang. Gak nyangka dah bakal secantik ini."

"Isssh Arin tuh sebenernya emang cantik tahu, Bang. Cuma kurang modal aja makanya keliatan dekil gini."

Bang Jayanta bangkit dari sisi ranjang lalu memelukku dari belakang.

"Sabar ya. Akan ada saatnya kamu beli apa pun yang kamu mau. Abang janji," bisiknya.

Aku menatapnya dari cermin lemari yang sedang kupakai untuk mematut diri. Dia sedang cengar-cengir sambil memejamkan matanya.

Idih, apaan dah ni laki, lagi bayangin apaan coba dia? Akhirnya kusikut aja perutnya sampai dia meringis.

Dash!

"Adaww. Ariin ngapa Abang disikut astaga," katanya sambil memegangi perutnya.

"Haha rasain. Abisan sok sok an mau bikin adegan so sweet, bikin geli ada, hiih. Hahaha."

Dia menggelengkan kepala.

"Ya udah ayo berangkat sekarang aja, 'kan mau beli pizza dulu takut lama."

Bang Jaya baru akan menarik tanganku keluar saat aku lebih dulu menariknya tetap di tempat.

"Tunggu, Abang."

"Ada apa lagi?"

"Bang, boleh nggak Arin nanya?"

Alisnya terangkat, "boleh, mau nanya apa?"

"Tapi Arin mau Abang jawab jujur."

"Iyaaa. Apaan?" desaknya tak sabar.

"Maaf sebelumnya Bang, tadi Arin denger Abang lagi ngobrol sama Ibu, Ibu bilang Arin masih harus melewati beberapa ujian. Ujian apa emangnya? Dan maaf nih ya, Arin kok ngerasa kalian itu aneh sih. Kayak lagi ada yang disembunyiin dari Arin."

Suami bergeming agak lama.

"Abang, malah bengong." Aku mengguncang lengannya.

Dia mengerjap, "ah kamu nih, Abang nyembunyiin apa Rin? Gak punya apa-apa juga. Hehe. Dan soal Ibu, pokonya kamu tuh gak usah mikir yang macem-macem ya. Namanya orang udah tua emang suka begitu. Tingkanya suka aneh-aneh, maklumlah, korban sinetron." Bang Jaya agak berbisik di akhir omongannya sambil cengengesan.

Aku menggigit bibir dengan kening mengerut, "eh apa iya ya? Jadi sebenarnya kalian gak sembunyiin sesuatu?"

"Kagak. Udah ayok," ajaknya buru-buru.

Aku dan Bang Jaya pun keluar kamar lalu pamitan ke ibu mertua.

"Rin, Ibu ikut aja ya, biar bisa jagain Nuna di sana," pinta beliau.

"Eh beneran Ibu mau ikut? Takutnya lama gimana, Bu? Terus ... ya Ibu tahu sendirilah di sana bakal kayak gimana."

Ibu mertua mengibas tangan, "gak apa-apa, Ibu udah paham kok di sana bakal kayak gimana."

"Oh ya udah kalau gitu, berarti Arin pesen ojek dulu ya," kataku sambil buru-buru merogoh ponselku dari dalam tas.

"Eh nggak usah Rin, nanti biar Ibu aja yang nyari kendaraannya. Kamu sama Jaya berangkat aja duluan gih, 'kan mau beli pizza dulu."

Aku menggigit bibir, "beneran Ibu gak mau dipesenin ojek? Takut angkotnya lama Bu kalau naik angkot."

"Gak apa-apa. Lagian deket ini, cuma ke gang sebelah ya ampun kamu nih khawatir banget."

Aku nyengir dan akhirnya berangkat duluan karena mertuaku maksa nyuruh kami berangkat duluan ke gerai pizza.

Selesai beli pizza kami langsung otw ke rumah ibu. Ketika kami sampai ternyata mertuaku juga baru saja sampai. Beliau dan Nuna turun dari sebuah mobil mewah.

"Ibu naik mobil siapa itu, Bang?" tanyaku sambil menepuk pundak suami.

"Ah palingan taksi online, kayak gak paham aja," jawabnya enteng sambil mengibas tangan.

Eh apa iya ya? Kuteliti lagi mobil yang hendak pergi dari depan rumah ibuku itu.

Mobil mewah masa dijadiin taksi online, apa gak sayang ya? Gumamku dalam hati, ketika kudapati mobil tersebut ternyata bukan mobil yang kaleng-kaleng.

"Arin, malah bengong. Ayo," ajak mertua.

Aku mengerjap dan gegas menghampiri beliau yang sudah dekat teras.

"Assalamualaikum."

Kami langsung masuk karena pintu rumah ibuku sudah terbuka.

"Waalaikumsalam," balas Ibu dari ruang keluarga.

Kami menyalami ibu lalu ikut duduk di sofa lingkung. Belum juga kami berbasa-basi ibuku sudah bangkit lagi lalu menarikku ke belakang.

"Sini kamu Arini."

"Ada apa, Bu?"

"Kamu mau arisan apa mau piknik sih? Kok bawa semua anggota keluarga gitu?"

"Siapa? Ibu mertua maksudnya? Beliau 'kan mau jagain Nuna di sini, Bu."

Ibu mengecap bibir, "ck kamu itu Ariin Ariin, Nuna 'kan bisa suami kamu yang jaga, dia juga gak ada kerjaan 'kan? Jadi mertua kamu itu gak perlulah kamu bawa-bawa juga, menuh-menuhin tempat aja, tahu gak?"

Aku terhenyak, "Astagfirullah Bu, ngomongnya kok gitu amat sih? Kalau mertua Arin menuhin tempat, ya udah nanti Arin suruh beliau duduk di luar aja," responku tak habis pikir.

Sikap ibuku kalau sama suami dan mertuaku emang selalu gitu. Mentang-mentang Bang Jayanta katanya bukan mantu idamannya, beliau jadi memperlakukan suamiku dan ibunya begitu.

Ya, dulu setelah Mas Agas dan Mbak Opi menikah, ibu hendak menjodohkanku dengan seorang pria anak juragan entok, tetapi aku menolak karena tak punya kecocokan dengan pria itu.

Pria itu suka mabuk-mabukan dan kutahu dia juga suka main perempuan. Makanya aku nolak meski dijanjikan mas kawin sawah 5 hektar dan rumah 3 tingkat di daerah Rajeg.

Tapi gak nyangka hal itu justru jadi masalah untuk ibuku sampai sekarang, beliau selalu saja mengungkit dan sensian kalau melihatku dan Bang Jayanta.

Yang parahnya ibuku bahkan pernah ngomong gini, "sekarang kalian Ibu izinkan nikah, tapi Ibu doain kalian cepet cerai."

Aku cuma bisa geleng-geleng kepala saja sambil mengusap dada.

Mau dilawan gimana? Udah tabi'atnya begitu. Padahal aku bisa kembali menata hati dan melanjutkan hidup aja harusnya ibuku bersyukur.

Gimana kalau dulu saat Mbak Opi dan Mas Agas ketahuan selingkuh itu aku pendek akal lalu bu nuh diri? Hih, Naudzubillah.

"Ya udah bagus. Inget ya, kalau nanti Mbak Opi dan Masmu udah dateng, pastikan mertuamu itu keluar. Apaan sih bikin rusak suasana aja. Udah tahu ini acara keluarga, malah nimbrung aja. Dasar gak punya urat malu, maklum sih orang miskin emang begitu," ketus Ibuku lagi.

Lagi, aku terhenyak dan menggeleng tak habis pikir.

"Ibu apaan sih? Kok malah ngehina gitu?

"Ya nyatanya suami kamu dan ibunya itu orang miskin 'kan? Kamu sih gak nurut kalau dibilangin, coba kamu dulu nikah sama si Arkan anak juragan entok, mungkin sekarang hidupmu bahagia kayak Mbak dan Masmu. Ngeyel sih."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
Bahagia moyang lo dasar orangtua DAJJAL RAKUS harta nanti modar karena harta
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 48 B (End)

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 B"Iya, Mbak."Mulutku menganga, kusingkap selimut yang menutup kakiku. Dan jantungku langsung terasa ditarik ke dasar perut."K-kakiku? Nggaaak!" Aku teriak dan mengamuk.Cepat mereka mendorongku keluar. Ibuku langsung menyambut di depan pintu."Wita, tenang Wit, tenang.""Bu, kaki Wita Bu, kaki Wita. Kenapa dipotong?""Karena kamu terluka parah Juwita. Gak apa-apa kamu bisa pakai kaki palsu. Gak usah khawatir."Aku melotot, kaki palsu?"Nggak! Nggak! Nggaaak!" Aku kembali histeris dan berontak.Dalam sekejap, duniaku seperti hancur berkeping-keping. Amblas dan tak tersisa. Bagaimana nggak? Kakiku dipotong sebelah? Astaga itu artinya aku gak akan bisa hidup normal lagi.***"Semua ini gara-gara kamu Opi! Tanggung jawab kamu! Kamu yang sudah membuat aku kehilangan kakiku sebelah!" Aku menjambak rambutnya ketika dia kutemui di kantor polisi."Mbak Juwita! Apaan sih. Mbak sendiri yang salah, kenapa jadi Opi yang disalahin? Coba aja dulu

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 48 A

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 ALagi pula, ide ini 'kan bukan ideku, melainkan ide si Opi. Jadi kalau andai ada apa-apa, maka si Opi yang akan ditambah hukumannya, bukan aku yang akan diseret ke dalam penjara. Hmm bener. Anggap aja, ini adalah harga yang harus dia bayar untuk mengganti uang yang dikeluarkan untuk membayar pengacaranya nanti."Oke. Kalau gitu Mbak coba pakai cara kamu Pi, tapi sekali lagi Mbak ingatkan, pengacara yang akan Mbak sewa nanti bukan untuk membebaskanmu dari tuduhan, dia hanya membantu kamu membela diri, paham?"Dia mengangguk setuju. Aku lalu pergi dari sana.Setelah dari kantor polisi itu, aku mulai membuat strategi penculikan si Arin. Beberapa Minggu kemudian, setelah sidang putusan si Opi dilakukan, aku baru menjalankan idenya."Mbak harus berhasil membuatnya mati, aku bener-bener benci sama," desis si Opi sambil mencengkram kuat-kuat besi sel.Hmh, dasar bodoh. Tanpa dia suruh pun aku akan melakukannya, tapi tentu aku tak akan gegab

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 47

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 47POV Juwita."Suamimu kemana Rin?" tanyaku pada Arini, yang tak lain adalah adik iparku.Hari itu Mas Lukman disuruh ke rumah ibunya untuk mengantarkan beras atau uang katanya. Hah, aku malas sebetulnya. Baru juga pulang dari luar kota udah disuruh-suruh aja ke rumah mertua.Aku tuh udah jengah juga sebetulnya. Makin hari mereka itu makin gak berguna aja. Ibu mertua bisanya cuma minta-minta, anaknya juga bisanya cuma numpang hidup. Mentang-mentang aku kaya, enak banget mereka hidup gratisan.Makanya udah beberapa minggu ini tak kuberikan Mas Lukman uang seperti biasanya, karena aku tahu dia selalu pakai uang itu untuk memuaskan keinginan ibunya yang tak habis-habis itu."Ibu butuh uang katanya buat belanja sehari-hari Wit.""Ya terus? Ibumu yang butuh kok ngomong sama aku?""Ya bukannya gitu, tapi 'kan biasanya emang kita yang ngasih.""Sekarang gak lagi."Kesel banget. Serasa diperas dan dimanfaatkan terus rasanya, apalagi si nenek tua

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 46 B

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 BIbunya Mbak Juwita yang juga tengah bersama mereka sempat menatap kami tajam sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan rawat inap."Kenapa dia, Bang? Kenapa Mbak Juwita teriak-teriak gitu?""Kakinya diamputasi.""Apa? Emangnya separah itu?""Iya. Kemarin Ibu juga sempet jenguk dia sebelum operasi. Memang kepadanya parah," kata Ibu.Astagfirullah. Aku bergidig ngeri. Padahal selama ini aku tahu Mbak Juwita orang baik, tapi entah kenapa dia jadi terjerumus dalam tindakan yang gegabah seperti itu. Hanya karena perasaannya pada Bang Jaya dia sampai tega mengurungku selama tiga bulan lamanya. Dan bahkan kemarin dia tega akan menyakiti anak sekecil Nuna.Naudzubillah. Semoga dengan balasan yang Allah kasih ini dia bisa bertaubat dan menyesali semua perbuatannya.__Sampai di rumah aku disambut begitu baik oleh ibu mertua dan Nuna yang terlihat sangat ceria."Yeey Mamam dan adik utun udah pulaaang," sorak Ibu mertua memeragakan Nuna.Aku ce

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 46 A

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 AAku mengerjap, "oh iya, boleh kok, Mbak. Silakan aja datang, gak usah sungkan."Aku dan Mbak Juwita emang gak pernah ada masalah. Selama dia menjadi kakak iparku, dia juga baik dan hubungan kami selalu akur."Makasih ya Rin." Mbak Juwita menepuk pundakku.Dia lalu izin membawa Nuna main ke luar. Sementara itu aku dan Bang Jaya, juga ibu mertua aktivitas seperti biasa._Syukurlah Nuna benar-benar anteng di tangan Mbak Juwita. Seharian ini aku dan ibu mertua jadi bisa istirahat dengan tenang."Rin, Nuna ngantuk kayaknya. Dia rewel tapi kayaknya minta minum susu. Bisa kamu ke bawah buatin dia susu?" pinta Mbak Juwita. Dia berdiri di bibir pintu kamarku yang memang sengaja kubuka lebar. Habis diajak main Nuna rupanya rewel, mungkin ngantuk dan dia emang biasa minum susu sebelum tidur."Oh iya Arin bikinin dulu, Mbak." Aku bangkit dari kasur karena Bang Jaya kebetulan sedang gak ada di rumah. Mumun juga tadi katanya lagi pergi belanja

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 45

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 45Kutengok sekeliling. Benar ternyata, aku sudah mengenali tempat itu sekarang. Walau gelap tapi aku tahu, kami ada di dekat stasiun kereta sekarang."Ini di dekat stasiun 'kan, Mas?" tanyaku memastikan."Iya Mbak. Turunlah di sini, karena di depan ada cctv. Saya gak mungkin antar Mbak sampai ke sana. Oh ya, dari sini, Mbak bisa naik taksi atau ojek saja. Oke?"Aku mengangguk dan buru-buru turun sebelum orang itu berubah pikiran. Walau bagaimana pun dia orang suruhan pria yang sudah mengurungku selama tiga bulan ini, bagaimana kalau tiba-tiba dia berubah pikiran atau kembali punya pikiran jahat? Nauzubillah.Dengan langkah lebar-lebar aku menyebrang ke pangkalan ojek yang tak jauh dari sana."Bang, ke komplek perumahan Buana Permai ya, jalan Nurul Huda 12."Kang ojek mengangguk dan segera melajukan motornya setelah aku duduk di belakang dengan aman.Sampai di depan pos, ojek tak diizinkan masuk karena memang portal perumahan sudah ditut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status