Share

Pulang

Saat tersadar Ziva sudah berada di kamarnya. Dia melihat pakaiannya sudah berganti piyama. Namun pikirannya masih dihari yang sama. Momorinya penuh dengan Yudhistira. Dia sedih karena harus meninggalkan Yusdhistira sendirian lagi. Hingga akhirnya maminya masuk kedalam kamarnya.

"Ternyata aku sudah pulang ya?" Gumamnya dalam hati.

"Sayang apa kau sudah baikan?" Tanya mami seraya memegang keningnya. Ziva tersenyum.

"Iya mam. Ziva sudah baikan kok." Jawabnya ceria. Dia tidak ingin membuat maminya khawatir.

"Oya pria yang mengantarmu kemari menitipkan ini." Mami menyerahkan selembar kertas pad Ziva.

"Apa ini mami?" Tanya Ziva.

"Sepertinya surat. Masih ada saja ya yang nulis surat begini di jaman modern." Mami terkekeh lalu melangkah pergi meninggalkan Ziva.

"Hehe iya ya mi."

"Kalau gitu segera turun dan mandi ya sayang. Mami akan siapkan sarapan spesial buat kamu." Pinta maminya sebelum keluar kamat.

"Iya mi." 

Ziva membuka surat itu lantas membaca setiap hurufnya.

[Terima kasih Ziva. Berkat pertolonganmu aku bisa hidup normal disiang hari. Aku akan menemuimu kembali" Yudhistira]

Ziva tersenyum. Dia berpikir bahwa pertemuannya dengan Yudhistira adalah mimpi. Ternyata pria malang itu benar-benar nyata. Terlepas dari siapa sebenarnya Yudhistira. Ziva merasa kasihan. 

"Makanlah yang banyak."

"Iya mi. Wah nasi gorengnya enak."

"Iya dong. Kan mami yang masak."

Seketika Ziva teringat pada Yudhistira. Dia menikmati nasi gorengnya 

Hari ini dia masuk kuliah. Namun anehnya teman-temannya tak mengingat kejadian di Tangkuban Perahu. Semuanya bilang acara jalan-jalan mereka sukses tanpa mengingat bahwa Ziva hilang dan mereka mencarinya kesana kemari. Setidaknya Ziva lega. Tidak ada yang curiga dengan Yudhistira.

"Oya waktu disana aku bertemu cowok tampan yang ngaku sebagai pacar Ziva. Kamu beneran punya pacar Ziv?" Tanya Azel pada Ziva yang terperangah karena terkejut.

"Ah,itu. I-iya benar." Jawab Ziva gugup.

"Kok kamu ga pernah cerita apa-apa sih." Rina terdengar sedikit kesal karena Ziva selalu menyimpan rahasia sendirian.

"Wah beruntung banget kamu punya pacar seganteng dia." Puji Azel disertai senyuman genit.

Ziva sendiri sebenarnya bingung siapa yang mereka maksud. Namun akhirnya dia menyadari saat di seberang jalan sana. Seorang pria yang mengenakan topi tersenyum melambaikan tangan. 

"Yudhis..." Gumam Ziva 

"Kamu ngomong apa Ziv?"

"Ah engga kok. Aku duluan ya. Takut dicariin mami."

"Ya ampun dasar anak mami."

Ziva hanya nyengir menanggapi cibiran Azel. Dia melenggang meninggalkan kedua temannya. 

"Zel kamu nyadar ngga kalau Ziva aneh?" Tanya Rina pada Azel. 

"Bukannya dia memang aneh dari dulu ya?"

"Dia seperti menyembunyikan sesuatu."

"Ah perasaan kamu aja kali. Yaudah yuk cabut."

Di sebuah cafe,Ziva dan Yudhistira bertemu. Ziva begitu lekat menatap Yudhistira. Sedangan pria yang ditatap hanya tersenyum dan membuka topinya. Seketika aura di cafe itu berubah. Pandangan semua orang teralihkan pada meja mereka. Para gadis berbisik-bisik.

"Lebih baik kita pindah ke tempat lain aja yuk. Disini kamu jadi pusat perhatian tuh."

"Oya? Oke." 

Yudhis menggandeng tangan Ziva keluar dati cafe. Mencari tempat sepi. 

"Kau sudah siap?"

"Untuk?"

"Pejamkan matamu!"

SLAP. Mereka pindah ke tempat lain. Tepatnya dirumah Yudhistira.

"Buka matamu!"

Ziva membuka mata dan terbelalak.

"Lah ini kan dirumahmu?"

"Hehe. Aku bingung mau bawa kamu kemana. Jadi pulang aja kerumah."

"Ya ini lebih baik daripada ke rumahku." 

Yudhistira menggandeng tangan Ziva menuju pantry. Dia membuatkan smoothie dan camilan. Ziva memandang dengan tatapan kagum pada lelaki di depannya. Fia memandangi wajahnya,hidungnya,lalu bibirnya yang merah.

"Kenapa menatapku begitu? Nanti jatuh cinta lho..." 

"Ya aku tidak menyangka jika yang kutemui dihutan itu adalah kau."

"Hehehe maafkan aku. Sejujurnya sedari awal sudah mengikutimu." Yudhistira menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Tidak apa-apa. Aku malah senang jadi memiliki teman yang diluar ekspektasi manusia. Bahkan seorang gadis."

"Kalau begitu hadiah apa yang kau inginkan dariku?"

"Ciuman." Ziva menutup mulutnya seketika. Dia merasa mulutnya tak bisa di rem sama sekali.

Yudhistira terkekeh lantas melepas apron.

"Aku suka gadis sepertimu." 

"Maafkan mulut lancangku."

"Tidak,aku sangat suka kejujuranmu. Baiklah aku akan memberikan hadiah padamu."

"Ah tidak-tidak perlu." Ziva menggibaskan tangannya ke udara. Namun Yudhistira menangkapnya. Lalu mengecup bibirnya pelan. 

"Apakah ini cukup?" Tanya Yudhistira. Ziva mengangguk cepat.

"Tapi tubuhmu berkata belum."

"Astaga. Tidak perlu."

"Hahaha. Aku suka menggodamu."

"Tapi ini ciuman pertamaku."

"Ah aku tersanjung bisa mendapatkan ciuman pertamamu. Harusnya aku melakukan yang terbaik." Ucap Yudhistira murung.

"Tidak,tidak usah." Ziva berdiri hendak menenangkan Yudhistira. Namun hal tak terduga terjadi. Saat tiba-tiba tangan kekar itu menariknya dan melumat bibirnya. 

Awalnya Ziva hanya diam saja namun akhirnya dia merespon dan membalas setiap pagutan Yudhistira. Keduanya terlarut hingga Yudhistira menghentikannya.

"Maafkan aku. Ini terlalu beresiko." Yudhistira memeluk Ziva seraya merutuki diri.

"Tidak apa-apa. Aku yang memintanya. Terima kasih. Aku suka hadiahnya."

"Akulah yang berterima kasih. Bibirmu sangat manis. Aku beruntung."

"Beruntung kenapa?"

"Bisa mendapatkan ciuman pertamamu." 

Wajah Ziva bersemu merah. Yudhistira menyukainya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status