Share

Bab 6. Kenapa Harus Memilih?

"A-apa? Kamu bilang apa?" Sano menggendong Alea demi mendekati istrinya.

"Aku bilang ceraikan aku, Mas!" ulang Ulfa tegas, lalu dengan cepat meraih Alea dan membawanya masuk ke ruang tamu di mana Dita duduk manis.

Sano yang masih terkejut, terpaku beberapa detik sebelum akhirnya menyusul. Sebenarnya dia bisa meluapkan amarah pada Ulfa dan mengakui kalau dia sama sekali tidak takut kehilangan anak dan istrinya demi Dita. Akan tetapi, ada hal yang memaksanya bertahan dalam rumah tangga yang kini terasa hambar.

"Kenapa mas harus ceraikan kamu?"

"Pertanyaan yang bodoh. Jelas mas harus ceraikan aku kalau mau menikah sama Dita. Kamu pikir aku mau berbagi suami? Nggak bakal, Mas. Sekarang mas pilih, bertahan sama aku atau melanjutkan hubungan sama Dita!"

Lelaki itu tampak berpikir, sayang sekali karena Ulfa tidak bisa menebak isi pikirannya. Dia hanya bisa menunggu dengan perasaan yang sulit digambarkan. Jangan tanya bagaimana hatinya saat ini karena sungguh permintaan Dita benar-benar di luar nalar.

Ulfa tidak pernah menduga bahwa suatu hari dia akan dihadapkan pada sebuah kenyataan yang menyakitkan. Di Indonesia sangat banyak kasus perceraian akibat perselingkuhan dan para netizen sibuk menyalahkan lelaki karena tidak mampu menjaga pandangan padahal wanita yang menjadi selingkuhannya pun salah karena terpikat pada suami orang.

"Kenapa mas harus memilih, Dek? Memangnya Dita bilang apa?"

"Aku bilang kalau Ibu Mahika memaksaku ke sini meminta izin Ulfa buat kamu nikah lagi, Mas," sela Dita tanpa rasa bersalah.

Dia menyebalkan, itu yang Ulfa pikirkan saat ini. Rasanya terlalu sakit mendengar wanita lain meminta izin agar sang suami menikah lagi. Persendian Ulfa lemas, Alea bahkan dibiarkan pindah ke pelukan ayahnya.

Namun, yang membuat Ulfa kuat adalah perubahan sikap Sano. Semula dia terang-terangan meledakkan amarah, tetapi kini berusaha untuk meredam. Ulfa tahu dia melakukannya bukan karena cinta, tetapi takut keluar dari rumah tanpa membawa apa-apa. Lupakan tentang itu karena Ulfa tidak akan pernah tinggal diam.

"Jadi kamu ke sini karena mau meminta izin Ulfa?"

"Iya."

"Pilih sekarang, Mas. Aku nggak mau mengulur waktu!" tekan Ulfa dengan sorot mata tajam.

Kepala Sano lantas berdenyut nyeri di hadapkan pada dua wanita yang sama keras kepalanya. Sano sangat ingin memilih Dita karena gadis itu sudah berhasil membuatnya terpukau, tetapi setelah berpikir ulang, Sano semakin bingung.

Dia kesal karena tidak bisa tegas pada istri sendiri. Sano tahu, kalau pagi ini dia marah dan membentak Dita, maka dirinya akan keluar dari rumah tanpa membawa apa-apa. Dia bisa saja memaksa Ulfa pergi, tetapi takut ke depannya masalah semakin besar dan Sano khawatir tidak mampu mengatasinya.

"Mas tidak harus memilih, Dek. Dita ke sini karena mau meminta maaf sama kamu. Dia menyesal sudah hadir sebagai orang ketiga dan sekarang di hadapan kamu, kami ingin mengakhiri hubungan ini. Dita sudah mengaku ikhlas dan mau melepaskan aku supaya kita bisa melanjutkan pernikahan ini. Demi kamu dan juga anak kita, Alea." Sano mengakhiri ucapannya dengan memberi kecupan hangat di kepala Alea yang saat ini sibuk mencubit pelan lengan ayahnya.

"Ikhlas?" Dita berdecih, memutar bola mata malas sambil tersenyum kecut.

"Sebelum ke sini, kamu ngomong gitu, kan? Bahkan kamu latihan di depan cermin karena takut amukan Ulfa. Iya, 'kan?"

Kali ini, Dita meledakkan tawanya. "Latihan ngomong di depan cermin karena takut amukan Ulfa? Serius, aku takut sama amukan Ulfa?"

Sano diam. Ulfa juga sengaja tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Mengamuk di hadapan Dita saat ini sama sekali tiada berarti. Dia hanya akan menjadi bahan ledekan dan itu menyakitkan.

Lihat saja tadi, Dita terlihat tidak takut pada Ulfa bahkan setelah perkara tadi malam. Ulfa yakin, keberaniannya muncul karena Mahika berdiri untuk mendukungnya. Mertua seperti itu memang harus disingkirkan, pikir Ulfa kesal.

Menggeram, memalingkan wajahnya. "Aku tidak akan pernah menceraikan Ulfa. Apa pun yang terjadi!"

"Kalau begitu, aku harus jujur sama Ulfa."

Sano menggertakkan giginya. Ulfa yang melihat tetap diam menganggap mereka melakukan pertunjukan atau sebuah drama. Tentu saja Ulfa sulit percaya kalau apa yang dikatakan suaminya adalah kebenaran.

Jika Sano tidak mau menceraikan dirinya, lantas kenapa harus mendua?

Tidak akan pernah ada dua cinta dalam satu hati. Ulfa menolak percaya bahwa adil dalam cinta itu ada. Benar apa yang dikatakan Kancana, mustahil ada perselingkuhan ketika cinta masih ada. Apa yang Sano cari di luar sana ketika Ulfa masih mampu memberikan segalanya?

"Jangan memancing amarahku, Dit. Kita nggak pernah sepakat untuk mengatakan itu pada Ulfa. Sampai saat ini dia masih istriku, ibu dari Alea. Selamanya akan seperti itu. Tolong, penuhi janji kamu buat lepasin aku, biarkan aku bahagia sama Ulfa."

"Kamu serius mau pisah sama aku? Jadi, kamu memilih Ulfa?"

Ulfa geram sekali ingin kembali menampar gadis sialan itu jika saja Alea tidak ada di antara mereka. Dia mengepalkan tangan, menggertakkan gigi sekaligus memberi tatapan mematikan pada Dita.

Dia marah bukan karena ingin dipilih. Ulfa mau saja jika benar diceraikan, tetapi Alea terlihat sangat membutuhkan kehadiran ayahnya. Ulfa mungkin memberi kesempatan kedua, dengan catatan Sano harus melaluinya dengan berbagai kesulitan.

"Kamu memilih wanita itu?" Telunjuk Dita mengarah pada Ulfa, tetapi matanya menyalak tajam menatap Sano yang terlihat dilema. "Wanita yang katamu tidak becus mengurus suami. Wanita yang setiap hari kamu sumpahi segera mati? Wanita yang setiap saat mengusikmu dengan banyak pertanyaan? Kamu memilih wanita miskin itu, Mas?"

"Apa?" Ulfa terkejut bukan main mendengar pertanyaan Dita. Benarkah suaminya mengatakan hal itu?

Sekarang, Dita meringis kesakitan ketika tangan Sano mendarat kasar di pipinya. Dia terlihat murka, memegang pipi yang sudah merah. Sial sekali, suasana masih pagi, tetapi sudah mendapat dua tamparan dari dua orang berbeda pula.

"Sialan kamu, Mas!" teriak Dita memukuli dada bidang Sano. Lelaki itu tidak berkutik, amarah Ulfa kembali menggebu apalagi Alea berusaha melindungi ayahnya sambil teriak meminta tolong.

"Kamu yang sialan karena terus bicara bohong di depan Ulfa!" balas Sano dengan nada suara tinggi.

Semua orang terdiam ketika Ulfa menggebrak meja. Alea juga terkejut, lalu memeluk Sano erat begitu menyadari ibunya sedang marah. Beberapa detik berlalu, Dita mengangkat sudut bibirnya tipis, menunjukkan kalau dia sama sekali tidak takut pada Ulfa.

Dia berdiri. "Dalam tiga hari, Mas Sano akan mengirim surat cerai. Itu janjinya sama aku, demi kebahagiaan ibunya."

"Gadis memalukan! Apa tidak ada pria lajang yang tertarik sama kamu sampai harus merebut suami orang? Milikmu sudah gatal, ya?" ledek Ulfa di akhir kalimatnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
gatelvgaruk tuh duit ma parut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status