Home / Mafia / SUAMIKU MANTAN GENGSTER / 4. Masih Bingung

Share

4. Masih Bingung

Author: DOMINO
last update Last Updated: 2025-10-04 11:18:04

Joni mengajak Amel menuju sebuah ruangan kecil. Ia mendorong daun pintu kayu yang berderit pelan.

“Ini kamar lo. Mending sekarang lo istirahat. Besok pagi lo siap-siap buat kerja,” ucapnya singkat, lalu melangkah pergi.

Amel berdiri di ambang pintu, menatap ruangan sederhana itu. Hanya ada satu ranjang berseprai kusut, kipas angin mungil yang berdebu di sudut meja, dan pintu kamar mandi dengan cat yang mulai mengelupas. Bukan tempat yang mewah, tapi setidaknya ada atap di atas kepala.

Ia mengangguk pelan, bibirnya menekan rapat seakan takut kata-kata yang keluar akan pecah bersama perasaannya.

Setelah Joni menghilang di balik koridor, Amel menutup pintu dengan hati-hati, seolah takut suara keras akan mengusir ketenangan singkat yang baru saja ia dapatkan.

Di dalam kamar, napasnya keluar panjang, bahunya merosot dari tegangnya perjalanan hari ini. Ia menurunkan anaknya perlahan ke atas ranjang. Si kecil berguling sedikit, masih tertidur pulas dengan napas teratur, membuat Amel tersenyum tipis.

Tangannya menyentuh dada, mencoba menenangkan degup jantung yang masih kacau. “Huft...” desahnya lirih. Matanya mengamati sekeliling ruangan yang sempit namun aman. “Akhirnya... ada tempat buat berteduh.”

Ia duduk di tepi ranjang, jari-jarinya menyisir rambut anaknya dengan lembut. Sesaat, wajahnya yang letih menegang lagi.

Besok ada pekerjaan yang menantinya—pekerjaan yang bahkan belum ia ketahui. Tapi genggaman kecil tangan anaknya membuatnya yakin, apa pun itu, ia akan menjalaninya.

Amel menarik napas dalam, lalu merebahkan tubuhnya di sisi anaknya. Matanya menatap langit-langit yang kusam, bercak-bercak noda air yang mengingatkannya pada hari-hari kelam di rumah lama.

Namun kali ini berbeda—di sini, ia tidak mendengar teriakan atau bentakan. Yang ada hanya suara kipas angin berdecit pelan, mengisi ruang hening dengan irama samar.

Kelopak matanya terasa berat, namun pikirannya tak berhenti berputar. Besok... kerja apa yang dimaksud Joni? Apakah aku sanggup? Pertanyaan-pertanyaan itu menekan, tetapi genggaman mungil putrinya membuat ia berani untuk memejamkan mata.

***

Pagi datang bersama cahaya matahari yang menyusup dari sela jendela kayu. Amel terbangun oleh suara langkah-langkah berat di koridor.

Ia segera bangkit, menatap anaknya yang masih pulas, lalu bergegas mencuci wajah di kamar mandi kecil.

Ketika keluar, Joni sudah berdiri di depan pintu. Tatapannya datar, seolah tak memberi ruang banyak untuk bertanya.

“Bangun juga. Ayo ikut gue,” ucapnya singkat.

Amel mengangguk, cepat-cepat mengenakan sandal lusuh yang ia temukan di sudut ranjang. Ia menutup pintu kamar pelan agar tidak membangunkan anaknya.

Di luar, koridor sempit itu membawa mereka ke sebuah halaman belakang yang lebih luas dari yang ia kira. Beberapa orang sudah berkumpul, sebagian besar lelaki berwajah keras dengan tatapan penuh curiga. Suara obrolan mereka mendadak terhenti begitu Amel muncul bersama Joni.

Seseorang menyeringai sinis.

“Ini orang baru yang lo bawa, Jon? Cewek sama anak kecil?”

Amel merasakan jantungnya berdegup lebih kencang. Pandangan tajam mereka menusuk seperti ingin menyingkirkan dirinya.

Joni menoleh sekilas padanya, lalu menjawab dengan nada tegas,

“Mulai hari ini, dia kerja di sini. Lo semua gak usah banyak bacot.”

Namun jelas, tak semua orang menyukai keputusan itu.

Amel berdiri canggung di halaman belakang itu, menelan ludah ketika seorang perempuan berambut pirang kemerahan—jelas bukan asli, melainkan cat yang memudar—melangkah mendekat.

Perempuan itu bernama Rani, salah satu pengurus di tempat itu. Tatapannya tajam, bibirnya tersenyum tipis namun menusuk.

“Kalau mau tinggal di sini, lo harus kerja. Simple kan?” katanya sambil menyerahkan sebuah kantong plastik ke Amel.

Amel menerima kantong itu dengan bingung. Saat dibuka, ia menahan napas—di dalamnya ada sepotong pakaian tipis, rok hitam ketat, dan atasan yang lebih terbuka dari yang biasa ia kenakan.

“Ini... buat saya?” suara Amel lirih, matanya bergetar.

Rani mengangkat alis. “Ya buat siapa lagi? Lo bakal kerja di bar depan, jadi waitress. Kerjaan lo gampang: anterin pesenan, senyum sama tamu, bikin mereka betah. Paham?”

Amel menggenggam erat plastik itu, tubuhnya kaku. Pikirannya kacau—ia tak pernah membayangkan harus memakai pakaian semacam itu, apalagi bekerja di tempat asing yang penuh tatapan mengintimidasi.

“Kenapa harus... pakaian kayak gini?” tanya Amel, suara nyaris bergetar.

Rani terkekeh sinis. “Karena itu yang bikin tamu balik lagi, sayang. Kalau lo gak suka, pintu keluar ada di sana.” Ia menunjuk pagar besi di ujung gang. “Tapi inget, lo gak punya tempat lain buat lo sama anak lo.”

Kata-kata itu menusuk lebih dalam dari pisau. Amel menunduk, meremas plastik berisi pakaian. Ia ingin menolak, ingin berteriak. Tapi bayangan anaknya yang sedang tidur sendirian di kamar membuatnya terdiam.

Untukmu, Nak... Mama sanggup.

Dengan langkah gontai, ia masuk ke ruang ganti sempit yang disediakan. Saat menatap bayangannya di cermin retak, Amel hampir tak mengenali dirinya sendiri.

Rasa malu dan tak nyaman bercampur, membuat matanya panas. Namun ketika ia teringat wajah kecil anaknya yang tersenyum pulas, ia mengusap air matanya cepat-cepat.

“Aku harus kuat...” bisiknya pada diri sendiri, lalu membuka pintu ruang ganti.

Begitu Amel melangkah keluar dengan pakaian itu, suara siulan dan tawa menggema dari para lelaki yang menunggu. Jantungnya berdegup kencang, tetapi ia menunduk, menahan diri agar tak runtuh.

Rani menepuk bahunya keras. “Bagus. Sekarang lo ikut gue, kerjaan pertama lo dimulai malam ini.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   9. Bagaimana ini

    Amel berhenti sejenak. Pertanyaan itu menusuk di hatinya. Ia ingin menjawab dengan sesuatu yang meyakinkan.Sesuatu yang bisa membuat Lily merasa nyaman berada di tempat yang ia tinggali sekarang.“Iya, sayang. Untuk sementara…” ucapnya sambil mengusap lembut rambut putrinya itu. Senyum tipis itu muncul, bukan karena yakin, tapi karena ia tidak ingin membuat Lily bertanya-tanya.Mereka tiba di depan sebuah pintu putih dengan cat yang mulai mengelupas di beberapa sisinya. Amel menarik napas sebelum memutar knopnya.Kamar itu kecil—hanya ada satu ranjang single dan lemari besi tua. Sebuah jendela kecil di sudut ruangan menunjukkan langit sore yang pekat. Udara di dalamnya dingin, seolah ruangan itu lupa kalau ada yang tinggal.Lily langsung memanjat ke atas ranjang dan duduk bersila, memeluk bonekanya seperti perisai. “Bu, Lily lapar…” katanya, ragu.Amel terdiam. Perutnya sendiri sudah kosong sejak siang. Ia membuka tas kecilnya—hanya menemukan roti yang sudah agak lembek dan sebotol a

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   8. Perasaan Apa Ini

    Amel menghela napas pelan, lengan kirinya sudah mulai pegal. Botol-botol kosong berdenting kecil di atas nampan setiap kali ia merapikan posisi gelas yang miring. Sisa alkohol menetes, membuatnya buru-buru mengelap meja yang lengket dengan kain lap yang sudah agak basah. “Sabar, Mel,” gumamnya pada diri sendiri. Ia hanya ingin cepat menyelesaikan semua ini dan kembali ke kamarnya. Saat semua tertata rapi, ia berdiri sambil menyeimbangkan nampan yang penuh di tangannya. Ia berbalik, namun... bayangan gelap sudah berdiri di belakangnya. PRANKK! Botol dan gelas saling menghantam lantai. Pecahannya berhamburan. Amel terlonjak mundur, dadanya berdebar tak karuan. “Ma-maaf, Bos,” ucapnya terbata. Ia langsung jongkok dan berusaha meraih pecahan gelas itu dengan tangan gemetar. Alex ikut berlutut di hadapannya tanpa sepatah kata. Wajahnya dekat sekali. Terlalu dekat. Amel buru-buru meraih pecahan terbesar dan... “akh!” Ia mengerjap, darah langsung merembes dari telapak tangannya. Seb

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   7. Perasaan yang tak jelas

    Amel melangkah pelan meninggalkan lorong itu, seolah setiap ubin lantai yang ia injak bisa meledak kapan saja. Nafasnya masih belum teratur, dada naik-turun cepat. Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan Alex benar-benar sudah pergi. Tapi rasa was-was itu tak juga hilang—bayangan pria itu seakan masih menempel di dinding, mengawasi dari balik gelap. Saat tiba di kamar kecil yang diberikan Joni, Amel mendorong pintu kayu berderit itu dengan hati-hati. Begitu pintu menutup, ia bersandar lemah, menekan dada dengan telapak tangan, berusaha menenangkan diri. Lampu redup di langit-langit bergoyang pelan, menciptakan bayangan yang bergerak-gerak di dinding. Ia meraih segelas air di meja kecil, meneguknya terburu-buru, tapi rasa hausnya tak kunjung hilang. Pikiran Amel penuh oleh satu nama—Alex. Sosok itu menakutkan sekaligus… entah bagaimana, menyelamatkan. “Kenapa dia ngeliatin aku begitu?” gumamnya lirih, nyaris tak percaya pada dirinya sendiri. Di luar kamar, langkah orang

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   6 . Semakin Cemas

    Amel mencoba menenangkan dirinya, meski keringat dingin masih menetes di pelipis. Ia menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya. Di dalam hati, ada rasa syukur karena Alex menyelamatkannya dari situasi yang lebih buruk, tapi juga muncul ketakutan baru: pria itu jelas punya kuasa besar, dan setiap ucapannya adalah hukum di tempat ini. Musik kembali diputar, meski volumenya diturunkan. Namun, suasana tetap kaku. Para tamu tak lagi sebebas tadi, seolah kehadiran Alex menjadi garis batas yang tak terlihat. Dari kejauhan, Amel merasakan tatapan. Sesekali, Alex mengangkat matanya dari gelasnya dan melirik ke arahnya. Tatapan itu bukan lagi marah, tapi lebih seperti... menilai. Meneliti. Seakan ia mencoba memahami siapa sebenarnya perempuan yang baru muncul di bar miliknya. Joni mendekat ke arah Amel, wajahnya masih tegang. “Lo jangan bikin masalah, Mel,” bisiknya cepat. “Bos Alex udah kasih kesempatan. Kalau lo salah langkah, bukan cuma lo... gue juga yang kena.” Amel hanya mengangg

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   5. Aku Harus Apa

    Amel mengikutinya dengan langkah kaku. Suara sandal tipisnya menyeret lantai semen, membuat setiap detik terasa panjang. Rani berjalan di depannya, pinggulnya bergoyang santai seolah sudah terbiasa dengan sorot mata para lelaki di sekitar. “Tempat apa ini?” gumam Amel sambil mempehatikan setiap detail bangunan. Mereka memasuki sebuah bangunan lain di sisi halaman—lebih besar, dengan pintu kayu berat yang terbuka lebar. Begitu melangkah masuk, Amel langsung disambut aroma menyengat: campuran asap rokok, alkohol, dan parfum murahan. Di dalam, meja-meja bulat sudah tertata rapi. Beberapa lelaki duduk sambil tertawa keras, gelas mereka berisi cairan kuning yang Amel tahu bukan sekadar teh. Musik keras dari pengeras suara membuat dadanya semakin berdebar. “Ini bar tempat lo kerja,” kata Rani, menoleh sekilas dengan senyum samar. “Malam ini lo cuma belajar. Gue gak suka orang bego, jadi dengerin baik-baik.” Amel mengangguk cepat, menunduk. Rani menunjuk ke meja di pojok. “Itu t

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   4. Masih Bingung

    Joni mengajak Amel menuju sebuah ruangan kecil. Ia mendorong daun pintu kayu yang berderit pelan. “Ini kamar lo. Mending sekarang lo istirahat. Besok pagi lo siap-siap buat kerja,” ucapnya singkat, lalu melangkah pergi. Amel berdiri di ambang pintu, menatap ruangan sederhana itu. Hanya ada satu ranjang berseprai kusut, kipas angin mungil yang berdebu di sudut meja, dan pintu kamar mandi dengan cat yang mulai mengelupas. Bukan tempat yang mewah, tapi setidaknya ada atap di atas kepala. Ia mengangguk pelan, bibirnya menekan rapat seakan takut kata-kata yang keluar akan pecah bersama perasaannya. Setelah Joni menghilang di balik koridor, Amel menutup pintu dengan hati-hati, seolah takut suara keras akan mengusir ketenangan singkat yang baru saja ia dapatkan. Di dalam kamar, napasnya keluar panjang, bahunya merosot dari tegangnya perjalanan hari ini. Ia menurunkan anaknya perlahan ke atas ranjang. Si kecil berguling sedikit, masih tertidur pulas dengan napas teratur, membuat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status