Wajahnya tanpa ekspresi, matanya sayu namun kosong, seperti tak benar-benar melihat siapa pun di ruangan itu. “Masuk,” suaranya bergema. Dia melangkah masuk tanpa ragu, langkahnya berat namun teratur. Bau keringat bercampur besi, entah dari tubuhnya atau dari sesuatu yang pernah disentuhnya ikut menyeruak, menusuk hidung Amel. Amel menelan ludah. Ia ingin bersuara, menanyakan apa sebenarnya yang akan dia kerjakan, tapi suaranya tertelan bulat oleh tatapannya yang sekali menoleh ke arahnya. Tatapan itu datar, dingin, namun ada sesuatu di dalamnya—seolah Amel sedang diukur, dipertimbangkan, ditimbang untuk sesuatu yang tak ia pahami. Pria itu duduk di kursi sambil menyilangkan tangan di dada, sudut bibirnya terangkat tipis. “Bawa dia, kasih lihat tempatnya,” katanya singkat. Dia menunduk sedikit, lalu melangkah lebih dekat. Suara sepatunya menggema, semakin lama semakin dekat, hingga jarak antara mereka hanya tinggal sehelai napas. Anak di pelukan Amel menggeliat sebentar,
Last Updated : 2025-10-03 Read more