Home / Mafia / SUAMIKU MANTAN GENGSTER / 6 . Semakin Cemas

Share

6 . Semakin Cemas

Author: DOMINO
last update Last Updated: 2025-10-08 12:25:53

Amel mencoba menenangkan dirinya, meski keringat dingin masih menetes di pelipis. Ia menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya. Di dalam hati, ada rasa syukur karena Alex menyelamatkannya dari situasi yang lebih buruk, tapi juga muncul ketakutan baru: pria itu jelas punya kuasa besar, dan setiap ucapannya adalah hukum di tempat ini.

Musik kembali diputar, meski volumenya diturunkan. Namun, suasana tetap kaku. Para tamu tak lagi sebebas tadi, seolah kehadiran Alex menjadi garis batas yang tak terlihat.

Dari kejauhan, Amel merasakan tatapan. Sesekali, Alex mengangkat matanya dari gelasnya dan melirik ke arahnya. Tatapan itu bukan lagi marah, tapi lebih seperti... menilai. Meneliti. Seakan ia mencoba memahami siapa sebenarnya perempuan yang baru muncul di bar miliknya.

Joni mendekat ke arah Amel, wajahnya masih tegang. “Lo jangan bikin masalah, Mel,” bisiknya cepat. “Bos Alex udah kasih kesempatan. Kalau lo salah langkah, bukan cuma lo... gue juga yang kena.”

Amel hanya mengangguk. Lidahnya kelu, tak berani membalas.

Rani melirik sinis, menyandarkan tubuh ke kursi. “Hoki banget lo hari ini,” gumamnya, setengah mengejek. “Coba kalau Bos nggak dateng... entah jadi apa lo.” Ia tersenyum tipis, tapi matanya penuh peringatan.

Amel menunduk makin dalam. Kata-kata Rani itu menempel erat di kepalanya, membuat perutnya mual.

Beberapa menit kemudian, Alex berdiri. Kursinya berderit, cukup untuk membuat ruangan kembali menegang. Ia berjalan ke arah pintu keluar, namun ketika melewati Amel, langkahnya melambat.

Amel membeku. Ia menunduk, jantungnya seperti ingin pecah.

“Besok pagi, mulai kerja jam tujuh. Jangan telat,” ucap Alex singkat tanpa menoleh, lalu berjalan keluar.

Amel masih terpaku di tempat, matanya mengikuti langkah Alex yang baru saja lewat. Bayangan tubuh tegap itu menghilang di balik pintu, tapi gema otoritasnya masih menggantung di udara.

Nafas Amel tersengal, dan ia mengusap keringat di pelipisnya sambil bergumam dalam hati, untung aja ada Bos Alex... aku bisa sedikit terbebas dari tugas kotor ini. Perasaan lega dan ngeri berbaur jadi satu.

Rani mendekat, menyenggol lengannya ringan. Bibirnya melengkung nakal, seolah baru saja menonton pertunjukan menarik.

“Beruntung banget lo, Mel hari ini,” katanya setengah berbisik, nada suaranya menyimpan cemburu samar. Ia pun berlalu dengan ayunan pinggul santai, meninggalkan aroma parfum yang menusuk hidung Amel.

Di sudut lain, Joni menatap punggung sahabatnya yang juga bosnya itu dengan dahi berkerut. Ia menggaruk tengkuknya gelisah, seolah mencoba merangkai kepingan teka-teki.

Gerakan kecilnya—memainkan kunci di saku, bibir yang berulang kali digigit—membocorkan kebingungan yang tak sanggup ia ucapkan.

Amel akhirnya melangkah keluar dari bar. Namun, baru beberapa langkah, sebuah tangan mencengkeram lengannya. Ia menoleh cepat—Joni berdiri di sana, wajahnya tegang, alis berkerut seolah menahan ribuan pertanyaan.

“Tunggu,” suaranya parau, sedikit tercekat. “Lo ada hubungan apa sama Alex? Atau sebelumnya lo dan Alex saling kenal?”

Amel terdiam. Matanya membesar, lalu cepat-cepat menggeleng. Ujung rambutnya yang basah keringat menempel di pelipis. Ia sendiri tak tahu kenapa nama Alex tiba-tiba menyeretnya ke pusaran yang asing.

Namun, Joni tidak segera melepaskannya. Tatapannya menusuk, seperti ingin menyingkap lapisan yang Amel sembunyikan.

Rahangnya mengeras, bibirnya setengah terbuka tapi urung mengeluarkan kata. Hanya sorot mata yang bicara—campuran curiga, bingung, dan takut kalau sahabat sekaligus bosnya itu melihat sesuatu yang ia sendiri tidak mengerti.

Amel masih terdiam, menunduk agar Joni tak bisa membaca matanya. Lengan yang ditahan terasa dingin, jantungnya berdebar makin kencang.

“Saya tidak mengerti maksud anda,” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar. "Mengapa tiba-tiba anda bertanya demikian…”

Namun, Joni tetap menatapnya tanpa bergeming. Nafasnya berat, seperti ada sesuatu yang ingin diucapkan tapi terhenti di tenggorokan.

Suasana mendadak berubah ketika suara langkah berat bergema di lorong belakang bar. Langkah itu mantap, tidak terburu-buru, tapi setiap dentumannya membuat udara seperti mengeras.

Joni langsung melepas cengkeramannya, tubuhnya menegang. Ia menoleh, dan benar saja—Alex muncul dari balik kegelapan, siluetnya tegak dengan tatapan dingin.

“Sedang apa kalian di sini?” suara Alex rendah, tapi cukup membuat bulu kuduk Amel meremang.

Joni buru-buru menunduk, suaranya gugup. “B-bukan apa-apa, Bos. Gue cuma jelasin tugas dia besok.”

Tatapan Alex beralih pada Amel. Sorot matanya dalam, menelusuri wajahnya seakan mencari sesuatu yang tersembunyi.

Sekilas, ia mengangkat alis, lalu menyunggingkan senyum samar—senyum yang entah berarti ancaman atau perlindungan.

Tatapan Alex bertahan beberapa detik, cukup lama untuk membuat Amel menahan napas. Senyum samar itu masih melekat di wajahnya, lalu ia menghela napas pelan dan berbalik pergi.

Suara langkahnya kembali bergema, semakin menjauh hingga tertelan oleh denting musik dari dalam bar.

Namun, bukannya lega, Amel justru merasa dadanya kian sesak. Ada sesuatu dalam tatapan pria itu—seperti janji tak terucap bahwa pertemuan ini belum berakhir.

Rasa dingin menjalari tulang belakangnya, seolah Alex meninggalkan bayangan yang tak bisa diusir meski tubuhnya sudah tak terlihat lagi.

Joni mengusap wajahnya kasar, lalu menoleh ke Amel dengan sorot panik yang ia coba sembunyikan.

"Mending lo balik ke kamar lo, jangan berdiri di sini, lo tau kan gimana seremnya si Bos," ketusnya. Amel menggigit bibirnya, tak sanggup menjawab.

Setiap suara—derit pintu bar, tawa samar para tamu, bahkan angin yang berdesir—seakan mengingatkannya pada satu hal: Alex masih ada di sini, meski tak tampak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   9. Bagaimana ini

    Amel berhenti sejenak. Pertanyaan itu menusuk di hatinya. Ia ingin menjawab dengan sesuatu yang meyakinkan.Sesuatu yang bisa membuat Lily merasa nyaman berada di tempat yang ia tinggali sekarang.“Iya, sayang. Untuk sementara…” ucapnya sambil mengusap lembut rambut putrinya itu. Senyum tipis itu muncul, bukan karena yakin, tapi karena ia tidak ingin membuat Lily bertanya-tanya.Mereka tiba di depan sebuah pintu putih dengan cat yang mulai mengelupas di beberapa sisinya. Amel menarik napas sebelum memutar knopnya.Kamar itu kecil—hanya ada satu ranjang single dan lemari besi tua. Sebuah jendela kecil di sudut ruangan menunjukkan langit sore yang pekat. Udara di dalamnya dingin, seolah ruangan itu lupa kalau ada yang tinggal.Lily langsung memanjat ke atas ranjang dan duduk bersila, memeluk bonekanya seperti perisai. “Bu, Lily lapar…” katanya, ragu.Amel terdiam. Perutnya sendiri sudah kosong sejak siang. Ia membuka tas kecilnya—hanya menemukan roti yang sudah agak lembek dan sebotol a

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   8. Perasaan Apa Ini

    Amel menghela napas pelan, lengan kirinya sudah mulai pegal. Botol-botol kosong berdenting kecil di atas nampan setiap kali ia merapikan posisi gelas yang miring. Sisa alkohol menetes, membuatnya buru-buru mengelap meja yang lengket dengan kain lap yang sudah agak basah. “Sabar, Mel,” gumamnya pada diri sendiri. Ia hanya ingin cepat menyelesaikan semua ini dan kembali ke kamarnya. Saat semua tertata rapi, ia berdiri sambil menyeimbangkan nampan yang penuh di tangannya. Ia berbalik, namun... bayangan gelap sudah berdiri di belakangnya. PRANKK! Botol dan gelas saling menghantam lantai. Pecahannya berhamburan. Amel terlonjak mundur, dadanya berdebar tak karuan. “Ma-maaf, Bos,” ucapnya terbata. Ia langsung jongkok dan berusaha meraih pecahan gelas itu dengan tangan gemetar. Alex ikut berlutut di hadapannya tanpa sepatah kata. Wajahnya dekat sekali. Terlalu dekat. Amel buru-buru meraih pecahan terbesar dan... “akh!” Ia mengerjap, darah langsung merembes dari telapak tangannya. Seb

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   7. Perasaan yang tak jelas

    Amel melangkah pelan meninggalkan lorong itu, seolah setiap ubin lantai yang ia injak bisa meledak kapan saja. Nafasnya masih belum teratur, dada naik-turun cepat. Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan Alex benar-benar sudah pergi. Tapi rasa was-was itu tak juga hilang—bayangan pria itu seakan masih menempel di dinding, mengawasi dari balik gelap. Saat tiba di kamar kecil yang diberikan Joni, Amel mendorong pintu kayu berderit itu dengan hati-hati. Begitu pintu menutup, ia bersandar lemah, menekan dada dengan telapak tangan, berusaha menenangkan diri. Lampu redup di langit-langit bergoyang pelan, menciptakan bayangan yang bergerak-gerak di dinding. Ia meraih segelas air di meja kecil, meneguknya terburu-buru, tapi rasa hausnya tak kunjung hilang. Pikiran Amel penuh oleh satu nama—Alex. Sosok itu menakutkan sekaligus… entah bagaimana, menyelamatkan. “Kenapa dia ngeliatin aku begitu?” gumamnya lirih, nyaris tak percaya pada dirinya sendiri. Di luar kamar, langkah orang

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   6 . Semakin Cemas

    Amel mencoba menenangkan dirinya, meski keringat dingin masih menetes di pelipis. Ia menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya. Di dalam hati, ada rasa syukur karena Alex menyelamatkannya dari situasi yang lebih buruk, tapi juga muncul ketakutan baru: pria itu jelas punya kuasa besar, dan setiap ucapannya adalah hukum di tempat ini. Musik kembali diputar, meski volumenya diturunkan. Namun, suasana tetap kaku. Para tamu tak lagi sebebas tadi, seolah kehadiran Alex menjadi garis batas yang tak terlihat. Dari kejauhan, Amel merasakan tatapan. Sesekali, Alex mengangkat matanya dari gelasnya dan melirik ke arahnya. Tatapan itu bukan lagi marah, tapi lebih seperti... menilai. Meneliti. Seakan ia mencoba memahami siapa sebenarnya perempuan yang baru muncul di bar miliknya. Joni mendekat ke arah Amel, wajahnya masih tegang. “Lo jangan bikin masalah, Mel,” bisiknya cepat. “Bos Alex udah kasih kesempatan. Kalau lo salah langkah, bukan cuma lo... gue juga yang kena.” Amel hanya mengangg

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   5. Aku Harus Apa

    Amel mengikutinya dengan langkah kaku. Suara sandal tipisnya menyeret lantai semen, membuat setiap detik terasa panjang. Rani berjalan di depannya, pinggulnya bergoyang santai seolah sudah terbiasa dengan sorot mata para lelaki di sekitar. “Tempat apa ini?” gumam Amel sambil mempehatikan setiap detail bangunan. Mereka memasuki sebuah bangunan lain di sisi halaman—lebih besar, dengan pintu kayu berat yang terbuka lebar. Begitu melangkah masuk, Amel langsung disambut aroma menyengat: campuran asap rokok, alkohol, dan parfum murahan. Di dalam, meja-meja bulat sudah tertata rapi. Beberapa lelaki duduk sambil tertawa keras, gelas mereka berisi cairan kuning yang Amel tahu bukan sekadar teh. Musik keras dari pengeras suara membuat dadanya semakin berdebar. “Ini bar tempat lo kerja,” kata Rani, menoleh sekilas dengan senyum samar. “Malam ini lo cuma belajar. Gue gak suka orang bego, jadi dengerin baik-baik.” Amel mengangguk cepat, menunduk. Rani menunjuk ke meja di pojok. “Itu t

  • SUAMIKU MANTAN GENGSTER   4. Masih Bingung

    Joni mengajak Amel menuju sebuah ruangan kecil. Ia mendorong daun pintu kayu yang berderit pelan. “Ini kamar lo. Mending sekarang lo istirahat. Besok pagi lo siap-siap buat kerja,” ucapnya singkat, lalu melangkah pergi. Amel berdiri di ambang pintu, menatap ruangan sederhana itu. Hanya ada satu ranjang berseprai kusut, kipas angin mungil yang berdebu di sudut meja, dan pintu kamar mandi dengan cat yang mulai mengelupas. Bukan tempat yang mewah, tapi setidaknya ada atap di atas kepala. Ia mengangguk pelan, bibirnya menekan rapat seakan takut kata-kata yang keluar akan pecah bersama perasaannya. Setelah Joni menghilang di balik koridor, Amel menutup pintu dengan hati-hati, seolah takut suara keras akan mengusir ketenangan singkat yang baru saja ia dapatkan. Di dalam kamar, napasnya keluar panjang, bahunya merosot dari tegangnya perjalanan hari ini. Ia menurunkan anaknya perlahan ke atas ranjang. Si kecil berguling sedikit, masih tertidur pulas dengan napas teratur, membuat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status