Aku lega Alliandro begitu antusias membantuku menguak siapa dalang di balik pembunuhan Mamaku.
Malam itu juga sesampainya Alliandro ke Jogjakarta. Semua karyawan yang aku curigai aku kumpulkan di ruangan khusus yang biasa aku gunakan untuk rapat penting.Aku juga mengundang pengacara handal yang dicarikan Alliandro dari Jakarta. Ia pengacara yang didatangkan khusus oleh Tuan Michel. Dan tak lupa dua entel dari pihak kepolisian sudah duduk di ruang khusus rumah Mama..Jam delapan malam, setelah acara makan malam selesai. Semua berkumpul diruang khusus.Suasana masih tampak hening belum ada yang memulai dalam pembicaraan.All yang aku beri mandat sebagai pendampingku hanya diam terpaku memandang orang- orang yang duduk diam dengan wajah tegang.Dari Mbok Ginah sampai tukang kebon dan Pak Leho serta Aris sang sopir, Felix dan Ardan.Tiba-tiba All menggeser posisi tempat duduknya sedikit lebih dekat padaku dengan membisikkan sebAku mengernyitkan dahiku saat menyebut dirinya Selvi. Aku mengingat ingat sepertinya aku pernah dengar suara wanita yang ada di depanku. Tapi siapa aku belum menemukan."Saya ke sini mau gabung dengan bisnis Nyonya yang ada di Jogjakarta. Kebetulan saya dulu juga kiprah di model saya banyak menelorkan murid yang sudah sukses." ucap Selvi dengan tersenyum."Sebentar, saya belum bisa menerima dan juga belum menolak. Sebab akhir-akhir ini saya di sibukkan dengan urusan bisnis lainnya." ungkapku cukup waspada. Aku takut ini sebuah jebakan dari Bram menyuruh wanita lain.Selvi manggut-manggut. Bagaimana tentang kasus Nyonya Citra apakah sudah kelar?" Aku sedikit agak kaget, entah tiba-tiba aku tertarik dengan pertanyaan Selvi. "Entahlah. Aku sudah berusaha untuk mencari siapa dalang di balik semua itu. Tapi sedikit banyak sudah mencapai titik terang. Satu persatu orang yang di ajak kerjasama oleh pelaku sudah mengaku semua!" M
Hendra keluar ruangan, berpapasan dengan sipir penjara yang berdiri di depan pintu. Hendra tau kalau sipir itu sipir yang tadi di kasih kode oleh Hendra berarti dia orangnya Bram. ia berhenti sejenak. "Pak, siapa tadi yang duduk di kursi yang aku duduki tadi?" Sipir itu mengernyitkan dahinya ia tampak mengingat. "Nggak ada Tuan, tadi ada yang bezuk Aris cuma bukan meja yang ini." Hendra kaget, "berarti aku salah tempat," batin Hendra "tapi kenapa bapak tak mengarahkan orang tadi untuk duduk di sini?" "Sepertinya susah Tuan, ternyata dia lebih berkuasa disini!" ucap sipir. "Saya kehilangan ponsel yang saya selipkan di sini, tapi sekarang raib. Bisakah saya melihat rekaman cctv." Sipir itu mengangguk, ia melangkah mengantar Hendra ke tempat operator."Aneh dalam cctv tak ada orang di meja ini, kenapa bisa raib ponselku." gumam Hendra dengan memutar ulang rekaman cctv hari ini tgl dan detik. Hendra kecewa dan ia meminta sama petugas untuk kembali ke ruangan itu untuk mengecek kem
Dari situ Bram bisa melenggang untuk membalaskan dendam sang ayah dengan satu persatu keluarga Hans Smit di cekokki racun. Selesai papa Kinan, incaran Bram yaitu Jenar anak kandung Bram sendiri yang mana kelak menjadi pewaris perusahaan keluarga Hans Smith. Dan bakalan menghancurkan kehidupan Bram Dengan menikahnya Bram dengan Neni. Kematian Jenar juga seperti yang dilakukan dengan Hans Smith. Dengan cara memberi racun makanan pada roti yang dimakan Jenar dalam jarak waktu tiga jam racun itu bereaksi mematikan. Dokter pun memfonis kematian Jenar sebab penyakit ginjal. Incaran berikutnya Nyonya Citra, Mama dari Kinan. Sebenarnya Bram merencanakan menghabisi Bu Citra dengan cara seperti Hans Smit dan Jenar. Tapi keburu Bu Citra mengetahui rencana busuk Bram. Waktu itu, Bram sengaja menyewa orang untuk menjemput Bu Citra dengan alasan ada pengusaha yang ingin kerja sama dengan perusahaan Bu Citra yang ada di Jogjakarta. Bu Citra di jemput oleh anak buah Bram dengan arahan Aris s
Tanpa pikir panjang All langsung memacu mobilnya ke kantor polisi, di kantor Polisi aku dan All langsung disambut polisi berpakaian preman yang bertemu di jalan waktu pulang dari rumah Aris. Aku dan All langsung dipersilahkan duduk diruang khusus."Apakah Tuan dan Nyonya ingin bertemu Aris?" tanya salah satu dari anggota kepolisian."Memang gak papa Pak, jika Saya bertemu? Apa Aris sudah mengaku kalau dia yang melakukan perampokan di rumah saya Jakarta?" "Yang penting Nyonya tidak emosi saat bertemu pelaku?" Aku diam menatap All yang duduk di dekatku. "Akan aku usahakan tidak emosi." Janjiku dengan berdiri, secepatnya aku mengajak All bertemu Aris.Aku melangkah mengikuti langkah kaki petugas kepolisian menggiringku masuk Tampak Aris berdiri dengan egrang masih menyangga di tangannya. Ia menunduk tanpa memandangku yang sudah berdiri di depan jeruji besi."Nyonya, maafkan saya." lirihnya dengan suara sayu. All semakin mendekat kearah jeruji menatap Aris yang nampak berdiri kaku de
Di kampung agak jauh dari keramaian. Itulah rumah Aris yang kata Mbok Ginah. Aris masih menumpang di rumah mertuanya.Tok, tok, tok, "permisi ...!" seruku memanggil dengan mengetuk pintu.Hanya hitungan menit seorang wanita muda menggendong anak kecil membuka pintu. Dia menatapku, sepertinya ia tak mengenaliku. Padahal aku pernah datang ke sini bersama Mama satu kali. Entah soal penting apa Mama sama Aris waktu itu. Aku pun seandainya bertemu dengan istri Aris di luar juga gak bakal ingat wajahnya."Maaf, Mbak mencari siapa?" tanya wanita itu dengan mengamati saya dan All secara bergantian."Ooh, saya teman Mas Aris. Bisakah saya bertemu Mas Aris?" tanyaku.Sengaja aku mengatakan seperti itu. Takut jika aku langsung mengatakan aku bosnya Aris putri bu Citra tentu wanita muda ini pasti mengatakan Aris tak ada. "Ooh ya, ada Mbak. Ia lagi sakit, silahkan masuk. Perkenalkan saya Lastri istri Mas Aris.Aku tersenyum menyambut uluran tangan Lastri untuk berkenalan. Sengaja aku tidak meny
Aku memutuskan membiarkan ponselku berdering, dan tak mengangkat telpon dari Alliandro. Hati ini masih terasa sakit. Mengingat peristiwa yang baru saja terjadi. Sudah buru- buru datang ke rumah sakit. Namun dari rumah sakit mendengar perkataan All yang menyakitkan.Ponsel itu mati dengan sendirinya. Sebenarnya aku tak tega juga dan ingin mengangkat telpon dari Alliandro, mengingat dia begitu baik, memberi support saat aku kehilangan Jenar, Mama, saat aku punya masalah dengan Bram. Hingga sampai di terluka.Cemburu, kesal, benci, malu. Itu yang bergelut dalam hatiku. "Salahkah jika aku cemburu pada All? Ya kamu salah. all bukan pacarmu ia tak pernah mengungkapkan cinta padamu. Ia menganggapmu teman!" batinku berperang sendiri. Aku hempaskan kepalaku ke sandaran jog mobil dengan kasar. Kuambil nafas dalam dalam untuk meringankan beban yang ada di otakku. "Ya, mungkin aku salah. Aku terlalu berharap." ***Malam itu, sekitar pukul sembilan, aku bersama Felix dan Ardan sudah sampai ke