Share

Bab 4

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2023-02-21 08:54:37

“Biar Ibu saja yang buka, Ra.” Ibu bangkit dan melangkah ke arah pintu.

“Assalamu’alaikum, Bu!” Suara perempuan terdengar. Rupanya Mbak Rahma---kakak seayah tapi beda ibu yang datang.

Aku menunduk. Selalu sakit jika melihat dia. Bagaimana tidak, dialah orang yang menggantikanku menikah dengan Mas Iwan setelah aku kehilangan segalanya.

“Wa’alaikumsalam!” Kami menjawab serempak. Aku mencoba bersikap biasa ketika wajahnya menyembul. Benar saja, dia bersama lelaki yang hampir saja menjadi suamiku dulu. Mas Iwan melirik sekilas ke arahku, aku memilih menunduk.

“Sehat, Mbak?” Aku bangkit dan menyalaminya, memasang wajah tersenyum. Seperti biasa dia memelukku.

“Mbak sama Mas Iwan baik, Ra. Dedek juga baik.” Dia mengusap perutnya setelah pelukan kami terlepas. Perih rasanya, seolah dia hendak menunjukkan kebahagiaannya di depanku. Ah, itu hanya perasaanku saja. Mungkin karena luka di dalam sini masih lebar menganga.

“Semoga jadi anak soleh, Nak!” tukasku seraya mengusap perut besarnya.

Aku tahu betapa sulit perjuangannya untuk mendapatkan momongan selama dua setengah tahun ini. Meski jujur, dalam hati selalu ada desir perih. Bukan iri atas kebahagiaan dia. Namun, lagi-lagi aku hanya manusia biasa.

Mbak Rahma pun menikahi Mas Iwan karena menyelamatkan muka keluarga. Bagaimanpun undangan sudah tersebar dan persiapan nikah sudah selesai sembilan puluh persen kala itu. Dia menjadi pengantin perempuan pengganti untuk lelaki yang dulu akan menjadi suamiku.

Dia baru hendak duduk pada kursi yang kosong ketika menoleh pada Mas Laksa yang bangkit juga dan tengah bersalaman dengan Mas Iwan. Namun, entah kenapa aku melihat jika Mbak Rahma tampak kaget luar biasa ketika melihat sosok lelaki yang hampir dua setengah tahun lalu hanya bertemu dengan kami di perayaan ulang tahun pernikahannya di villa itu.

“Sehat Rahma?”

Suara Mas Laksa membuat wajah Mbak Rahma terkejut. Dia tampak kikuk, seperti gugup dan panik ketika menjabat tangan Mas Laksa yang terulur padanya.

“M--Mas L--Laksa?” Bukannya menjawab, tetapi dia malah balik bertanya.

“Iya, Rahma … saya Laksa. Masa kamu lupa sama suami teman sendiri.” Dia terkekeh.

Kulihat Mbak Rahma menelan saliva. Lantas melirik ke arahku yang bingung melihat gelagatnya.

“Sehat, Mas. Gimana kabar kalian?” tanya Mbak Rahma setelah tampak berusaha menenangkan diri.

“Kami baik, Rahma. Hanya Aidan lagi nangis terus kangen Mamanya. Jadi Saya ajak ke rumah neneknya yang di sini sekalian ziarah ke makam Keysa.” Mas Laksa menjelaskan.

“Turut sedih, Mas. Gak nyangka ya, umur Keysa tak panjang. Semoga Aidan cepat dapat ganti Mama ya, Nak, ya.” Mbak Rahma mengusap kepala Aidan yang tengah bergelendot pada Mbak Tini.

“Tanah kuburan Keysa saja masih basah, Rahma. Baru empat puluh harinya. Saya belum memikirkan penggantinya.” Mas Laksa menjawab dengan wajah tampak sedih.

“Ah, syukurlah.”

Ucapan Mbak Rahma terdengar lirih. Namun kalimat itu yang seolah dia ucapkan sendiri justru mengundang tanya dalam benakku. Kenapa harus bersyukur kalau Mas Laksa belum memikirkan untuk mencari pendamping? Apa dia pikir tadi itu, Mas Laksa mau melamarku?

Mas Iwan duduk lesehan. Mas Laksa pun tampak memilih pindah dan dua lelaki itu mengobrol. Mbak Rahma duduk dan menyandarkan tubuhnya pada kursi.

“Kok bisa Mas Laksa ke sini, Bu?” Mbak Rahma melirik ke arah Ibu.

“Nganterin Rara.” Pertanyaan Ibu yang singkat membuat kedua bola mata Mbak Rahma membeliak. Lantas dia menoleh ke arahku.

“Kok bisa, Ra?” tanyanya.

“Ya bisa lah. Kan pakai mobil ke sininya.” Aku enggan menjelaskan. Sengaja kujawab asal.

“Maksud Mbak, kok bisa kamu di anter sama dia? Bukannya kamu lagi jalan sama Rustam?” Dia memicing menatapku.

“Aku sudah selesai sama Mas Rustam.” Aku menjawab enggan. Pedih lagi terasa kalau teringat kalimat demi kalimat yang dilontarkan ibunya Mas Rustam.

“Selesai lagi ... yang sabar, ya, Ra.”

Hanya itu kata yang Mbak Rahma lontarkan. Aku hanya tersenyum miris.

Ya, aku juga tahu, hanya sabar dan doa yang bisa kulakukan. Berdoa pada Allah agar hatiku kuat ketika menghadapi semua keinginan yang tak sesuai harapan. Berdoa agar hatiku yang remuk tetap memilih hidup ketika melihat kebahagiaan Mbak Rahma dengan lelaki yang harusnya jadi suamiku pamerkan. Berdoa agar aku bisa berdiri tegar dan membahagiakan Ibu. Berdoa agar tetap bisa waras di balik semua cemoohan yang kuterima.

Setelah beberapa lama. Mas Laksa pamit pulang. Dia mengeluarkan beberapa lembar merah dan disodorkan padaku.

“Ra, mohon diterima, ya.”

Aku melongo. Lalu kutautkan alis dan menatapnya.

“Untuk?”

Dia menggaruk tengkuk baru berbicara.

“Takutnya kaki kamu belum sembuh. Buat ke dokter lagi.” Dia memberikan menjelasan. Tangan itu masih mengambang memegang uang.

“Insya Allah … sudah sembuh, Mas. Gak usah.” Aku mendorong tangannya yang mengambang.

“Tapi aku merasa, aku harus tanggung jawab, Ra. Gimana kalau kaki kamu kenapa-kenapa?” Dia tampak cemas.

“Insya Allah. Aku akan baik-baik saja, Mas.”

Akhirnya dia pun beranjak pulang. Aku melambaikan tangan dan mematung di depan pintu menatap kepergian mereka.

“Ra, kami juga mau pulang.” Mbak Rahma sudah berdiri di belakangku.

“Mbak, aku mau bicara bentar, bisa?” tanyaku menatapnya.

“Bicara apa?” tanyanya.

Aku melihat jika di ruang tengah Mas Iwan masih ada dan tengah meneguk kopinya. Lantas kutarik tangan Mbak Rahma dan menjauh ke arah dapur.

“Mau tanya apa sih, Ra? Masa ngomongnya sampai harus di dapur?” protesnya.

“Mbak, tadi aku lihat ekspresi Mbak kaget banget ketika lihat Mas Laksa. Apa ada hal yang selama ini Mbak tahu dan Mbak sembunyikan dariku?” desakku.

Wajah Mbak Rahma tampak terkejut. Tangannya memegang ujung hidung lalu bola matanya memutar seolah tengah mencari sebuah jawaban.

“Mbak, jawab, Mbak! Apa Mbak tahu sesuatu mungkin … kejadian dua setengah tahun lalu kan terjadi di villa Mas Laksa … apa Mbak tahu sesuatu?” Aku mendesaknya. Entah kenapa tiba-tiba feelingku mengarah ke sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUDAH TAK PERAWAN   Bab 54 - End

    Bab 54 Sembilan bulan kemudian. Sosok ringkih bertubuh kurus itu menatap dengan air mata mengembun. Dia tak berani menghampiri kerumunan yang ada di sebuah rumah yang baru saja selesai di renovasi. Duduk di tepi jalan dengan wajah tertutup sebagian kerudungnya. Dia pun berpura-pura memunguti botol-botol minuman bekas agar tak dicurigai. Segerombolan para Ibu melewatinya sambil membawa tentengan dengan wajah sumringah. Mereka sibuk mengobrol sambil tertawa-tawa. “Gak nyangka, ya? Nasib Si Rara mujur banget. Dulu kita kira paling kalaupun ada yang mau, duda tua yang istrinya udah metong. Eh, malah dapet duda kaya yang tajir melintir dan tampannya gak ketulungan.” “Iya, bener. Bikin iri aja, ya. Ini bingkisannya juga pasti mahal ini harganya … udah kaya, suami ganteng, anak cantik, duit banyak, beuhh … mau dong diperkosa.” “Hush!” Lalu mereka bergelak tertawa. Perempuan yang tengah menyimak obrolan itu menghela napas panjang. Ada senyuman terukir tipis. Lalu dia pun beranjak meni

  • SUDAH TAK PERAWAN   Bab 53

    “Iya, Om … semoga Viola segera bisa mendapatkan kebahagiaan.” Laksa menjawab datar. “Hanya saja, kebahagiaan dia itu, kamu, Laksa … tolonglah datang … Om mohon … anggap saja ini permintaan Om yang terakhir. Datanglah ke sini dan kuatkan dia … dia butuh kehadiran kamu, Laksa … dia butuh kamu.” Laksa menghela napas kasar. Ada rasa kemanusiaan yang tersentil, tetapi ada sebuah perasaan yang kini harus aku kedepankan juga yaitu perasaan istrinya, Humaira. “Maaf, Om. Saya tidak bisa. Ada perasaan istri saya yang harus dijaga.” Sambungan telepon diputus sepihak oleh Om Wisnu, tanpa ada kata-kata apapun lagi. Laksa tak ambil pusing. Dia langsung beralih pada setumpuk pekerjaan dan mengabaikan hal-hal yang menurutnya tak penting. Termasuk urusan Viola. *** Di tempat yang berbeda. Ibu menatap Mbak Rahma. Tubuhnya yang kurus kering tampak memprihatinkan. Kondisinya mentalnya perlahan membaik karena bantuan dari Rara yang mengkover biaya berobat pada psikolog. Ha

  • SUDAH TAK PERAWAN   Bab 52

    Kukecup keningnya lama. Perempuan yang namanya kini mulai memenuhi relung hati itu kubaringkan di atas tempat tidur. Wajahnya tampak sekali begitu menggemaskan dan bikin kangen.“Jangan banyak gerak, ya, Sayang. Kalau butuh apa-apa bisa minta tolong sama Mas.” Bukannya menjawab, sepasang bola bening itu hanya menatapnya dengan berkedip-kedip saja. Ada senyuman terkulum pada bibir merahnya yang tampak ranum. Kalau sudah begini, rasanya dunia ingin kuperintahkan saja untuk berhenti berputar. Perlahan aku menunduk, memangkas jarak untuk menyentuh bibir ranumnya. Dia tak menolak, sepasang mata itu berubah menjadi teduh. Amarah dan rasa bencinya sepertinya sudah berlari dan kini bahkan tangannya perlahan mengalung pada leherku.Krieeet!Suara daun pintu membuat aktivitasku berhenti begitu saja. Bersamaan dengan itu suara yang sangat kuhapal terdengar.“Laksa … bisa Mama bicara.” “Ahm, iy--Iya, Ma.” Sedikit gugup. Wajah Rara tampak merona, mungkin ada rasa malu ketika ketahuan sedang ber

  • SUDAH TAK PERAWAN   Bab 51

    POV 3“Andai iya, apa betul Mas bisa melakukannya?” Rara bertanya tanpa menatap wajahnya. Mas Laksa menggenggam jemari itu kian erat. Sebelum menjawab, dia tampak memejamkan mata. Namun tak lama, sebuah anggukan menjadi jawaban. “Maaf, Mas. Aku hanya ingin dengar itu. Andai pun kamu masih belum siap. Aku tak apa.” Rara berucap lirih. “Aku sudah memutuskan semuanya, Sayang.” Senyum pada bibirnya tersungging dan kehangatan tatap yang merebak membuat hati Rara yang awalnya takut, kacau dan galau perlahan menghangat. “Mas, Sayang kamu, Ra.” Mas Laksa pun mengucapkan dengan tatap penuh ketulusan. Belum sempat Rara menjawab, pintu ruangan didorong dari luar. Seorang perawat masuk membuat kamu menoleh ke arahnya. “Selamat siang, mohon izin periksa dulu, ya.” Mas Laksa mengangguk, lalu beranjak menjauh dan membiarkan perawat it memeriksa Rara. Setelahnya dia kembali meninggalkan ruangan.Hanya habis satu botol infusan hingga akhirnya Mas Laksa memboyong Rara pulang. Waktu sudah pukul

  • SUDAH TAK PERAWAN   Bab 50

    Suara obrolan, bau yang tak asing dan genggaman hangat yang kurasakan pada akhirnya membuat kegelapan ini perlahan sirna. Aku membuka mata perlahan. Kepala masih terasa sangat berat. “Alhamdulilah … akhirnya sadar ….” Suara itu, aku sudah tahu pemiliknya. Hanya saja memang pandanganku masih kabur dan perlahan menyesuaikan hingga senyuman hangat dan tatapan teduh itu berjarak begitu dekat. Dia menatapku dengan lekat. “Nanti Bapak bantukan suapi pasiennya, ya, Pak! Kami tinggal dulu.” Suara seorang perempuan mengalihkan tatapanku. Tampak seorang perempuan dengan pakaian suster berdiri sambil memegang botol minyak kayu putih di tangannya. “Baik, Sus. Terima kasih.” Suster itu pun pergi, meninggalkanku dengan dia hanya berdua di ruangan ini. Dia mengambil gelas berisi air hangat lalu membantuku minum. Setelahnya tangannya beralih pada tray makanan. “Makan dulu ya, Sayang ….” Mas Laksa mengambil tray makanan. Baunya tercium seperti amis ikan dan seketika membuat perutku memberontak.

  • SUDAH TAK PERAWAN   Bab 49

    BAB 49 - Pov LaksaJika aku membawa mobil dalam keadaan paling cepat, maka itulah sekarang. Memikirkan Humaira yang tak kunjung ditemukan membuatku seperti kesetenanan. Bahkan sejak tadi tuas gas kuinjak begitu dalam. Beberapa kali hampir mengenai pengemudi yang kadang menyebrang mendadak. Kontrol emosiku benar-benar sudah tidak berada pada takarannya. Dikarenakan berkendara dengan kecepatan tinggi, pada akhirnya aku sudah memasuki lagi, tempat di mana keberadaan Humaira dicurigai. Hanya saja, mobilku kali ini sedikit tersendat oleh kondisi pasar yang mulai ramai. Decitan rem yang nyaring menjadi pilihan ketika hampir saja mobilku menabarak penyebrang jalananan. Aku terkesiap dan mengumpulkan rasa syukur ketika melihat dia tak kenapa-kenapa. Rasa kantuk dan lelah memang mulai terasa setelah semalaman melakukan pencarian yang melelahkan. Aku tengah menetralkan rasa terkejut ketika mata ini tiba-tiba menangkap sosok yang tengah mematung di tepi jalan. Kedua netra beningnya tengah men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status