LOGINAku pernah berada di titik nol. Bayangkan saja olehmu, hari pernikahan yang hanya tinggal hitungan hari harus porak-poranda ketika keperawananku direnggut paksa. Dunia yang bertabur pelangi berubah badai dengan mendung tebal. Mas Iwan---calon suamiku akhirnya menikahi kakak kandungku sendiri. Bapak meninggal karena serangan jantung dan aku depresi. Aku sudah tak perawan lagi dan hampir gila. Dua setengah tahun lamanya dari kejadian itu, tiba-tiba aku dipertemukan kembali dengan seorang Laksamana Hadi Suseno. Lelaki yang berada di villa yang sama saat kejadian naas itu. Kini memang dia sudah duda. Namun kenapa tiba-tiba dia ingin menikahiku?
View MoreAku terbangun dalam tidurku. Kuraih handphone yang terletak di atas laci yang ada di sebelah ranjang tempat tidur. Hari menunjukan pukul 01.20 dini hari. Aku pergi keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena aku haus. Kulangkahkan kaki perlahan keluar kamar. Di perjalan menuju dapur, aku di kagetkan dengan suara seseorang. Aku pikir itu mungkin dari kamar kakakku yang letaknya berdekatan dengan kamarku. Tapi aku salah, suara itu ternyata bukan dari kamar kakakku mbak Lara. Akupun penasaran dengan suara itu. Aku terus telusuri darimana suara itu berasal. Suara itu sangat kuat berasal dari ruang tamu yang ada di depan. Ku segerakan mengintip siapa yang membuat suara itu. Alangkah kagetnya aku melihat ada seseorang yang duduk di sofa ruang tamu.
Orang itu adalah mas Dika, ia sedang melakukan sesuatu yang membuat mataku terbelalak. Ya, mas Dika sekarang dalam keadaan telanjang dan mengusap - usap alat kelaminnya sambil menonton sebuah video dari handphonenya. Kurasa mas Dika sedang menonton video panas. Kulihat mas Dika sangat menikmati sekali saat dia menonton video itu. Dimulutnya terdengar suara desahan yang sangat kuat. "Aahh...hmmms... Ohhh... Mhmm..." Desah mas Dika. Dia terus mengusap alat kelaminnya itu. Tampak sesekali mas Dika memberikan cairan pelumas di alat kelaminnya itu. Yang membuat aku terbelalak, batang kemaluannya itu sangat besar. Aku belum pernah melihat kemaluan sebesar itu. Mungkin panjangnya lebih dari 17 cm. Mungkin saja mencapai 20 cm. Dan ukurannya juga sangat luar biasa. Mas Dika terus mengocok - ngocok batang kemaluannya yang super itu. "Ohhhh... Ssstthhh... Aahh....." Mulut mas Dika seakan tak bisa diam. Dia menggigit halus bibirnya yang merah itu. Aku terdiam berdiri melihat mas Dika yang sedang masturbasi. Aku terpelongo memandang tubuh mas Dika yang sangat seksi itu. Di tubuhnya mengeluarkan keringat, sehingga tampak tubuhnya mengkilat dan membuat aku terlena. Aku sangat menikmati pemandangan indah ini. Ketika melihat mas Dika sedang telanjang bulat dan memainkan batang kemaluannya itu. Badanku seakan terasa panas. Mungkinkah aku sedang bergairah menononto mas Dika yang tengah bermasturbasi. Aku tak tahu entah perasaan apa ini yang timbul dalam benakku. Aku seakan terbawa melayang dalam gairah yang seharusnya tidak boleh aku rasakan. Mas Dika adalah suami kakakku, mbak Lara. Aku tak mungkin menyukai mas Dika dan menikung kakakku sendiri. Tapi perasaan tak bisa aku bohongi. Aku memang mengagumi sosok abang iparku ini. Betapa beruntungnya mbak Lara mendapatkan suami seperti mas Dika. Orang sangat gagah, tubuhnya sangat proposional dan dia juga orang yang sangat baik. Ditambah lagi dia memiliki sesuatu yang sangat di sukai banyak kaum wanita. Ukuran alat kelaminnya yang diatas rata - rata pria pada umumnya. Mas Dika terus mengerang dan mendesah menikmati permainannya sendiri. Andai saja kalau aku yang jadi isttinya, tentu aku tak akan melewatkan kesempatan ini. Akan ku datangi mas Dika dan melahap kamaluan mas Dika yang super itu. Tak sengaja aku ikut mendesah mendengar dan melihat mas Dika mendesah. Kuraba - raba dadaku dengan tangan kananku yang semakin membusung melihat tubuh mas Dika itu. Tangan kiriku kemudian mulai turun menyentuh kemaluanku sendiri dan mulai mengusap - usapnya. Kurasakan ada cairan lendir yang keluar dari belahan selangkanganku itu. Aku ikut terbawa suasana menonoton mas Dika yang lagi masturbasi itu. "Oohhh mas Dika" rintihku dalam hati. Aku mulai menggigit halus bibirku. Aku sangat menikmati tontonan gratis secara live itu. Mas Dika membuatku makin bergairah. Aku membayangkan seandainya mas Dika yang menjadi suamiku, berapa beruntungnya aku bisa menikmati tubuh yang indah itu. Aku merasakan di genjot dengan senjata mas Dika itu, pasti sangat nikmat sekali. Aku makin kepanasan, tubuhku mengeluarkan cairan keringat yang mulai membasahiku. Rasa haus yang tadi menerpaku, kini hilang digantikan rasa yang belum pernah aku rasakan selama ini. Aku memang pernah melihat tubuh telanjang seorang pria, tapi itu hanya berupa foto ataupun video. Sekarang aku melihatnya secara nyata, tepat di depan mata kepala ku sendiri. Dan yang tak pernah aku duga sama sekali, orang itu adalah mas Dika suami kakak kandungku sendiri. Aku rasa tidak tahan lagi, nafasku mulai tak terkendali. Mataku seakan tak mau berkedip untuk melewatkan pemandangan yang indah ini. "Ohh mass Dika!" Aku mendesah menikmati. Cukup lama aku menonton mas Dika, sampai mas Dika melenguh menikmati tangannya sendiri. "Ouuhhh... Hhhmmm..." Mas Dika telah mencampai puncaknya. Kulihat mas Dika menyemprotkan air maninya dengan kuat. Pinggulnya dia angkat - angkat saat ia menembakkan cairan putih kental miliknya itu. Sialnya aku, pada saat mas Dika sedang menikmati keluarnya cairan - cairan kentalnya. Aku tak sengaja membuat suara. Aku menyentuh vas bunga yang ada diatas meja hingga terjatuh. Mas Dika kaget dan menghadap kearahku. "Elsa! Kamu ngangapain disitu?" Ucap mas Dika terbata - bata. Ia kemudian bangkit dalam keadaan telanjang bulat dihadapanku. Kulihat batang kemaluan itu masih saja tegang dan besar. "E e enggak Mas! Tadi aku nggak sengaja menjatuhkannya? Mamaksud aku, aku tak sengaja melihat Mas disini." Akupun merasa sangat grogi ketika ketahuan sama mas Dika. Mas Dika kemudian mengambil celananya dan memakainya buru - buru untuk menutupi kemaluannya yang sudah mulai layu. "Sejak kapan kamu ada di sana Elsa?" Mas Dika penasaran sejak kapan aku melihatnya sedang masturbasi. "Babaru sebentar Mas! Tadi aku haus dan ingin ambil minum kebelakang, tapi aku mendengar sesuatu di sini dan melihat mas sedang itu... Anu Mas!" Aku masih terbata - bata menjawab pertanyaan mas Dika. "Ya sudahlah Elsa. Kamu lanjut saja ambil minumnya! Kemudian kamu lanjut tidurnya. Hari masih malam!" Mas Dika menyuruhku pergi meninggalkannya. "Babaik Mas!" Aku sangat salah tingkah memandang mas Dika. Aku juga merasa sangat bersalah dengan mas Dika. Aku pikir mungkin dia sangat malu ketahuan olehku kalau ia sedang bermasturbasi sendiri. Aku buru - buru pergi ke dapur untuk mengambil segelas air minum. Kutegak sekaligus air putih itu. Dan kuambil lagi, terus aku minum. Entah berapa gelas aku minum, rasanya perutku langsung kenyang karena minum. Aku kembali masuk ke kamarku. Aku tak mau memperhatikan mas Dika lagi. Karena aku juga merasa sangat malu karena ketahuan olehnya sedang mengintip dirinya. Di dalam kamar aku langsung merebahkan badanku diatas ranjang. Mas Dika masih terbayang dalam ingatanku. Aku masih belum bisa melupakan kejadian tadi. Tubuh mas Dika yang sangat seksi itu terus terngiang - ngiang dalam benakku. Aku juga masih membayangkan bagaimana ekspresi wajah mas Dika saat dia melakukan masturbasi di hadapanku. Wajahnya yang ganteng itu sangat menggoda. "Oh mas Dika! Seandainya kamu milikku!" Aku masih saja menghayalkan mas Dika kalau aku adalah istrinya, bukannya mbak Lara.Bab 54 Sembilan bulan kemudian. Sosok ringkih bertubuh kurus itu menatap dengan air mata mengembun. Dia tak berani menghampiri kerumunan yang ada di sebuah rumah yang baru saja selesai di renovasi. Duduk di tepi jalan dengan wajah tertutup sebagian kerudungnya. Dia pun berpura-pura memunguti botol-botol minuman bekas agar tak dicurigai. Segerombolan para Ibu melewatinya sambil membawa tentengan dengan wajah sumringah. Mereka sibuk mengobrol sambil tertawa-tawa. “Gak nyangka, ya? Nasib Si Rara mujur banget. Dulu kita kira paling kalaupun ada yang mau, duda tua yang istrinya udah metong. Eh, malah dapet duda kaya yang tajir melintir dan tampannya gak ketulungan.” “Iya, bener. Bikin iri aja, ya. Ini bingkisannya juga pasti mahal ini harganya … udah kaya, suami ganteng, anak cantik, duit banyak, beuhh … mau dong diperkosa.” “Hush!” Lalu mereka bergelak tertawa. Perempuan yang tengah menyimak obrolan itu menghela napas panjang. Ada senyuman terukir tipis. Lalu dia pun beranjak meni
“Iya, Om … semoga Viola segera bisa mendapatkan kebahagiaan.” Laksa menjawab datar. “Hanya saja, kebahagiaan dia itu, kamu, Laksa … tolonglah datang … Om mohon … anggap saja ini permintaan Om yang terakhir. Datanglah ke sini dan kuatkan dia … dia butuh kehadiran kamu, Laksa … dia butuh kamu.” Laksa menghela napas kasar. Ada rasa kemanusiaan yang tersentil, tetapi ada sebuah perasaan yang kini harus aku kedepankan juga yaitu perasaan istrinya, Humaira. “Maaf, Om. Saya tidak bisa. Ada perasaan istri saya yang harus dijaga.” Sambungan telepon diputus sepihak oleh Om Wisnu, tanpa ada kata-kata apapun lagi. Laksa tak ambil pusing. Dia langsung beralih pada setumpuk pekerjaan dan mengabaikan hal-hal yang menurutnya tak penting. Termasuk urusan Viola. *** Di tempat yang berbeda. Ibu menatap Mbak Rahma. Tubuhnya yang kurus kering tampak memprihatinkan. Kondisinya mentalnya perlahan membaik karena bantuan dari Rara yang mengkover biaya berobat pada psikolog. Ha
Kukecup keningnya lama. Perempuan yang namanya kini mulai memenuhi relung hati itu kubaringkan di atas tempat tidur. Wajahnya tampak sekali begitu menggemaskan dan bikin kangen.“Jangan banyak gerak, ya, Sayang. Kalau butuh apa-apa bisa minta tolong sama Mas.” Bukannya menjawab, sepasang bola bening itu hanya menatapnya dengan berkedip-kedip saja. Ada senyuman terkulum pada bibir merahnya yang tampak ranum. Kalau sudah begini, rasanya dunia ingin kuperintahkan saja untuk berhenti berputar. Perlahan aku menunduk, memangkas jarak untuk menyentuh bibir ranumnya. Dia tak menolak, sepasang mata itu berubah menjadi teduh. Amarah dan rasa bencinya sepertinya sudah berlari dan kini bahkan tangannya perlahan mengalung pada leherku.Krieeet!Suara daun pintu membuat aktivitasku berhenti begitu saja. Bersamaan dengan itu suara yang sangat kuhapal terdengar.“Laksa … bisa Mama bicara.” “Ahm, iy--Iya, Ma.” Sedikit gugup. Wajah Rara tampak merona, mungkin ada rasa malu ketika ketahuan sedang ber
POV 3“Andai iya, apa betul Mas bisa melakukannya?” Rara bertanya tanpa menatap wajahnya. Mas Laksa menggenggam jemari itu kian erat. Sebelum menjawab, dia tampak memejamkan mata. Namun tak lama, sebuah anggukan menjadi jawaban. “Maaf, Mas. Aku hanya ingin dengar itu. Andai pun kamu masih belum siap. Aku tak apa.” Rara berucap lirih. “Aku sudah memutuskan semuanya, Sayang.” Senyum pada bibirnya tersungging dan kehangatan tatap yang merebak membuat hati Rara yang awalnya takut, kacau dan galau perlahan menghangat. “Mas, Sayang kamu, Ra.” Mas Laksa pun mengucapkan dengan tatap penuh ketulusan. Belum sempat Rara menjawab, pintu ruangan didorong dari luar. Seorang perawat masuk membuat kamu menoleh ke arahnya. “Selamat siang, mohon izin periksa dulu, ya.” Mas Laksa mengangguk, lalu beranjak menjauh dan membiarkan perawat it memeriksa Rara. Setelahnya dia kembali meninggalkan ruangan.Hanya habis satu botol infusan hingga akhirnya Mas Laksa memboyong Rara pulang. Waktu sudah pukul






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviewsMore