Share

SUMMER TRIANGLE
SUMMER TRIANGLE
Penulis: Reira.97

Kucing Kecil

Create Chapter

“Arata, apa kakak sepupumu bukan manusia? Kenapa aku tidak bisa menemukan makanan di sini, hanya ada air putih dan beer.” ucap seorang gadis ayu yang tengah mengobrak-abrik dapur seseorang. Matanya yang bulat dan jernih memindai seluruh dapur untuk mencari makanan yang bisa ia santap, sialnya ia tetap tak bisa menemukan satupun.

“Memang bukan, dia seorang vampire.” jawab pemuda yang bernama Arata dari arah ruang tengah sambil menatap gadis itu sekilas, sebelum perhatiannya kembali beralih ke arah layar besar di hadapannya, sibuk mencari-cari siaran televisi yang menarik untuknya.

“Tadaima!”

Suara pintu terbuka, menampilkan sosok pemuda berperawakan tinggi tegap dengan surai hitam kecoklatan berombak, wajah perpaduan antara Jepang dan Australianya terbingkai apik oleh garis-garis rahang yang tegas, badan jenjangnya terbungkus oleh kulit putih mulus cenderung pucat hingga uratnya bisa terlihat dengan jelas di beberapa bagian, jangan lupakan sorot tajam juga lembut yang memancar dari iris kuning kecoklatan yang dihiasi bulu mata yang berjajar rapih mengelilinginya.

“Ada kucing tersesat rupanya.” ucapnya kalem sembari mengganti sepatu kerjanya dengan sandal khusus untuk dalam rumah. Sama sekali tidak terkejut ada orang lain yang masuk ke apartemennya tanpa ijin. Pria itu berjalan dan mendudukkan dirinya di samping Arata. 

“Kak, selamat datang.. apa semua pekerja kantoran memang akan pulang lebih dari pukul sepuluh?” tanya Arata tidak mengerti kenapa kakak sepupunya itu selalu pulang larut. Tidak menjawab hanya membalas ucapan Arata dengan menyunggingkan senyum kecil. 

“Selamat datang kak!” sapa tamu lain yang dari tadi tengah sibuk mencari makanan di dapur. Ia membawa tiga kaleng beer yang berhasil ia dapatkan dari kulkas pemilik rumah. Pemuda tadi mengernyit heran, tidak biasanya Arata membawa seorang perempuan bersamanya.

“Oh iya.. perkenalkan ini temanku Aquila Minami. Dan Aquila, ini kakak sepupuku Altair Ryu Sato.” Arata memperkenalkan mereka.

“Halo.. kau bisa memanggilku Aquila, senang bertemu denganmu kak!” ucap gadis yang bernama Aquila. Senyum manis yang dipamerkan gadis di hadapannya sanggup mencuri atensi Altair sekilas.

“Altair.. Altair Ryu Sato, senang bertemu denganmu Aquila-san!” balas Altair sopan. Keduanya berjabat tangan sebentar.

“Rumah.” Batin Altair tanpa ia sadari.

Tatapan Altair dan Aquila bertemu dan untuk alasan yang belum jelas jantung keduanya saling berpacu, membuat si empunya kesusahan untuk menetralkan detak jantungnya ke ritme yang normal.

“Kenapa tidak bilang kalau mau kesini, aku bisa membawakan kalian makanan tadi.” lanjut Altair yang sudah bisa menetralkan detak jantungnya.

“Belum terlambat kak, kau bisa orderkan kita makan sekarang.” ucap Arata.  Altair memutar bola matanya malas mendengar jawaban dari Arata. Memangnya jawaban apa yang Altair harapkan dari adik sepupunya itu? ‘Tidak usah repot-repot kak’ begitu? Itu tidak mungkin.

Altair berlalu pergi ke kamarnya sembari menelpon jasa pesan makanan online untuk tamu tak diundang.

“Uwaaa.. kakakmu dingin sekali.” ujar Aquila sedikit berbisik. Ekor mata gadis manis itu masih memperhatikan punggung kokoh Altair yang menjauh.

“Dia memang seperti itu, tapi kau tenang saja, dia aslinya orang yang sangat baik, hangat, lembut dan pengertian.” jelas Arata menenangkan Aquila yang terlihat tidak tenang.

“Sepertinya kau sangat menghormatinya, bahkan lebih menghormatinya dari pada ibumu.” cibir Aquila dengan mengerucutkan mulutnya lucu. Arata tersenyum kecil melihat raut lucu wanita di hadapannya ini, tidak tahan untuk tidak mengacak pelan rambutnya.

“Kau membuat rambutku berantakan!” Aquila menyingkirkan tangan Arata sebal.

Arata meraih beer yang ada di tangan Aquila lalu kembali fokus pada film bagus yang ia temukan tadi. Tidak lama setelah itu smartphone yang ada pada saku celananya berdering. Melihat nama sang penelepon membuat raut wajah Arata berubah muram.

“Ya, ma.. ada apa?” tanya Arata malas.

“Baiklah.” Lanjutnya. Ia menyimpan kembali smartphone miliknya ke saku celana. 

“Ada apa?” tanya Aquila, ia tidak tenang melihat perubahan raut muka sahabatnya itu.

Okaa-san menyuruhku pulang.” jawab Arata singkat.

“Kalau begitu pulanglah, ibumu pasti sudah menunggu.” ujar Aquila tenang. Sesungguhnya dia tidak ingin Arata pulang dan meninggalkan dirinya sendiri di apartemen milik Altair, bagaimanapun ia belum mengenal sosok pemuda dingin itu, tapi ia juga tidak mungkin memaksa Arata untuk tinggal.

“Kau tenanglah, aku bisa menjamin Altair akan menjagamu, aku akan bicara padanya sekarang kau tidurlah, ini sudah larut.” ucap Arata yang melihat raut tidak tenang Aquila. Ia mengantarkan gadis manis itu ke kamar tamu, menyuruh sahabatnya untuk istirahat. Aquila menurut saja karena dia memang sudah mengantuk dan lelah.

Setelah menghantarkan Aquila, Arata bergegas ke kamar sang kakak. Mengetuk pintunya pelan, tidak lama Altair membukakan pintu. Dilihatnya sang kakak yang hanya menggunakan celana hitam pendek dan handuk putih kecil tersampir di lehernya. Buliran air masih mengalir dari rambutnya yang kini terlihat lurus.

Tidak mengucapkan apa-apa, Altair hanya menunggu Arata untuk bicara. Ah sungguh jika orang yang tidak mengenal Altair secara dekat pasti menyangka pemuda ini adalah orang yang sangat dingin.

Okaa-san menyuruhku pulang, aku titip Aquila di sini ya kak. Ada sesuatu yang membuat dia tidak bisa pulang ke rumahnya untuk sementara.” jelas Arata. Pemuda itu menatap Altair penuh harap.

“Dia bukan barang jadi kau tidak bisa menitipkannya begitu saja, aku juga tidak menerima penitipan orang, lagipula kenapa kau tidak membawa kekasihmu pulang ke rumahmu saja?” balas Altair.

“Kau tahu seperti apa ibuku, dan juga dia bukan kekasihku meskipun aku berharap seperti itu.” Arata menggantung kata-katanya.

“Aku akan menjaganya, kau tenang saja!” Altair menepuk pundak adik sepupunya itu. Mengerti dengan keadaan yang mungkin dialami Arata.

“Terima kasih, kalau begitu aku pulang dulu.” Arata berlalu pergi setelah mendapat anggukan kepala dari Altair, dia tahu kakak sepupunya itu bisa diandalkan oleh karena itu dia mempercayakan Aquila, gadis yang ia cintai untuk tinggal sementara dengan Altair.

Dia tidak akan menyangka jika keputusannya kali ini akan membuatnya menyesal kelak dikemudian hari.

Jam menunjukkan pukul dua dini hari saat Altair keluar kamar untuk sekedar mengambil minum, sebelum netranya menemukan sosok sahabat Arata tengah duduk termenung sendiri di meja makan dapur. Pandangannya kosong, dan raut wajahnya menggambarkan kesedihan.

“Kau belum tidur?” sapa Altair membuyarkan lamunan Aquila.

“Rasa haus membangunkanku.” Aquila memperlihatkan gelas yang setengah terisi air mineral ke arah Altair.

Menganggukan kepala sedikit Altair lalu menuangkan air mineral untuk dirinya dan duduk di hadapan Aquila. Setelahnya mereka berdua terdiam, asik dengan pikiran mereka masing-masing.

“Kau teman seangkatan Arata?” tanya Altair memecah keheningan.

“Ya kami seangkatan tapi beda jurusan. Arata mengambil jurusan desain grafis dan aku mengambil jurusan Bisnis.”

“Lalu darimana kalian bisa saling mengenal?” tanya Altair penasaran.

“Kami kenal saat orientasi mahasiswa baru.” jawab Aquila sopan.

“Bagaimana persiapan skripsinya, kalian tingkat akhirkan?” 

“Sejauh ini lancar.”

“Apa kau sudah punya rencana setelah lulus?”

“Entahlah, saat ini aku hanya fokus untuk lulus dulu.” jawab Aquila asal. Ia belum bisa memikirkan masa depan, semua fokusnya ia curahkan untuk masalah yang ia hadapi sekarang.

“Kau bisa bekerja di perusahaanku.” Tawar Altair. Entah apa yang ada di otaknya saat ini karena biasanya dia sangat selektif dalam memilih orang yang akan bekerja dengannya tetapi anak ini yang bahkan belum lulus kuliah sudah ia ajak bergabung.

Obrolan demi obrolan menemani mereka berdua, tidak ada lagi rasa canggung di antara mereka, seolah mereka sudah kenal bertahun-tahun. Kesan dingin yang sempat Aquila rasakan pada Altair menguap begitu saja. Ia setuju dengan perkataan Arata tadi, bahwa kakak sepupunya ini adalah orang yang baik dan hangat, ia juga seorang pendengar yang baik menurut Aquila.

Altair memandang Aquila yang sudah tertidur bersandarkan meja makan di depannya.

Wajah manis yang ia miliki tak luntur sedikit pun saat ia terpejam bahkan terlihat lebih manis, tanpa sadar Altair menyibakkan beberapa helai rambut Aquila yang menutupi sebagian matanya. Halus. Surai gadis di depannya ini begitu halus.

“Okaa-sama.. Aquila rindu.” Aquila mengigau dalam tidur dan hal itu tidak luput dari pendengaran Altair, ia bisa lihat bulir kristal yang jatuh dari netra yang tertutup itu, dengan sangat pelan Altair mengusapnya lembut.

Hey lil’ girl, apa yang sudah kau alami hmm?” tanya Altair lirih yang tentu saja tidak akan bisa di dengar oleh orang yang sudah tertidur di depannya itu. Lama Altair menunggu Aquila untuk bangun tetapi gadis itu tak memberi tanda akan bangun sama sekali. Akhirnya mau tidak mau Altair menggendong Aquila masuk ke kamar tamu, ia tidak tega membayangkan gadis itu akan sakit leher esok hari.

***

Aquila terbangun dari tidur, ia amati sekelilingnya yang terasa sedikit asing, ia sibakkan selimut tebal yang menutupi sebagian tubuhnya. Mengingat-ingat apa yang terjadi semalam, ia ingat semalam dia berbincang dengan kakak sepupu Arata dan setelahnya tidak ingat.

“Tunggu.. inikan kamar tamu apartemen kak Altair, apa dia menggendongku? Tidak mungkinkan aku tidur sambil berjalan? Arrrgghh..apa yang sudah aku lakukan?” gumamnya pada diri sendiri, menutupi wajahnya yang sudah merah padam.

“Kau mau coklat hangat atau susu hangat?” tanya Altair yang melihat Aquila baru saja keluar dari kamar tamu.

“Coklat hangat.” Altair mengangguk kecil. Dengan lihai pemuda itu membuatkan coklat hangat dan memanggangkan Aquila roti tawar dengan telur mata sapi di atasnya.

“Kak.. maaf jadi merepotkan dirimu, apa semalam kakak yang memindahkan aku ke kamar?” Aquila menggaruk lehernya yang tidak gatal.

“Ah iya.. aku yakin kau tidak akan bisa menggerakkan lehermu jika aku tidak memindahkan mu semalam.” gurau Altair. Ia menyerahkan sarapan Aquila.

Thanks kak” ujar Aquila ramah.

Anytime

Sudah tengah hari saat Altair melihat Aquila keluar kamar dengan sudah berpakaian rapih. Dress pendek warna biru pastel dengan potongan off shoulder yang bermotif bunga daisy kecil-kecil membungkus tubuh putihnya. Surai coklat panjangnya ia biarkan tergerai, ada jepit bunga daisy kecil bertengger manis di sisi kanan kepalanya. Sepatu kets putihnya juga terdapat motif bunga daisy di masing-masing sisinya. ‘Daisy freak’ pikir Altair.

Manis dan anggun kata yang tepat untuk mewakili penampilan Aquila saat ini.

“Kau mau pergi?” tanya Altair mencoba mengalihkan pandangannya dari gadis cantik itu.

“Ya, aku mengambil part time di akhir pekan.” jawab Aquila.

“Kalau begitu tunggu sebentar” Altair berlari ke kamarnya dan tidak lama kembali dengan memakai hoodie dan topi hitam.

“Ayo!” ajaknya.

“Ehh..” Aquila tidak mengerti.

“Aku antar, lagi pula aku tidak ada kegiatan hari ini dan aku tidak mau mati bosan di apartemen.” Tanpa menunggu persetujuan Aquila, Altair sudah mengambil kunci mobilnya dan berjalan ke arah pintu, mau tidak mau akhirnya Aquila hanya mengekor saja di belakang pria kekar itu.

‘Black Whale’ nama yang

terpampang di depan kedai tersebut, nama yang cukup unik untuk sebuah kedai kopi pikir Altair. Beberapa orang yang Altair yakini adalah rekan kerja Aquila menyapa mereka saat memasuki kedai yang bernuansa semi outdoor tersebut.

Kedai itu cukup ramai sampai Altair kesulitan mencari tempat yang kosong. Ia mengedarkan matanya keseluruh penjuru kedai, terlihat seluruh meja sudah terisi pengunjung.

Reflek Aquila menggandeng tangan Altair menuju meja di pojok kafe yang dikhususkan untuk karyawan, terletak pas di samping panggung kecil tempat biasa diadakan live music di akhir pekan.

“Apa tidak apa-apa di sini?” tanya Altair yang ragu untuk menempati meja tersebut, ia tidak mau tiba-tiba diusir oleh pemilik kafe ini.

“Tenang saja kak, malam ini pasti semua karyawan sibuk dan tidak punya waktu untuk bersantai.”

“Apa memang selalu seramai ini?” Altair mengedarkan kembali matanya keseluruh kafe.

Aquila menggeleng pelan, “hanya di akhir pekan karena kami mengadakan live music.”

“Kalau begitu aku tinggal dulu ya.” ucap Aquila pelan, membungkukkan badan sedikit lalu meninggalkan Altair sendiri.

Tidak begitu lama Aquila kembali sudah dengan pakaian kerja, kemeja putih dengan apron hitam, ada name tag merah bertuliskan nama ‘Aquila’ di sisi kirinya, membawakan secangkir macchiato dan satu slice red velvet ke meja yang Altair tempati.

“My treat for you.” Sebelum Altair memprotesnya ia sudah berlalu pergi.

Sudah empat jam Altair menemani Aquila bekerja, untungnya tadi dia membawa laptop kerjanya sehingga waktu empat jam tidak terasa lama. Sambil sesekali memperhatikan Aquila yang dengan cekatan melayani tamu tanpa rasa lelah.

Lelah tentu ada tapi gadis itu tutupi dengan senyum yang selalu tersungging di wajah manisnya. Membuat yang disenyumi ikut tersenyum. Bukan senyum palsu, senyumnya terlihat begitu tulus. Altair ikut tersenyum simpul dari kejauhan.

“Apa dia memesan minum lagi?” tanya Aquila pada rekan kerjanya melihat nampan yang berisi tiga cangkir kopi itu, seingatnya Altair sudah menghabiskan satu cangkir kopi dan satu cup iced coffee.

Sebenarnya ia merasa bersalah karena membuat Altair menunggunya bekerja meski pria itu sendiri yang berinisiatif.

“Kurasa untuk teman-temannya.” Aquila mengikuti arah pandang rekan kerjanya itu. Di sana Altair terlihat tengah bercengkerama dengan dua orang temannya.

“Baiklah biar aku yang antarkan, oh ya Emilia bisa tolong kau telepon band yang akan mengisi acara hari ini? Ini sudah hampir jam delapan dan mereka belum datang” ucap Aquila pada temannya yang bernama Emilia yang dijawab dengan anggukan.

“Pesananmu kak.” Aquila meletakkan kopi itu di meja yang Altair tempati, tidak lupa membungkukkan badannya sebagai salam pada kedua sahabat Altair.

“Aquila.. kenalkan mereka adalah sahabatku, Lee Naoki dan yang ini Ryota Takashi.” Altair memperkenalkan sahabatnya satu persatu. 

Hajimemashite.. Lee-san, Takashi-san, Aquila desu.” ucap Aquila sopan.

“Kau tidak perlu seformal itu Aquila.” Altair mengingatkan gadis manis itu.

“Ya, Altair betul.. kau bisa memanggil kami Naoki dan Ryota.” Naoki mengiyakan ucapan Altair.

“Kau terlihat gelisah Aquila, ada apa?” 

words

Save

Preview

Publish

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status