Share

BAB 4

Cepat-cepat ku tata rambut agar tertutupi wajahku meski tak yakin dengan yang ku laukan, toh Papa tak akan mengenaliku. di masaku saja aku tak yakin Papa ingat dengan wajahku apa lagi di masa lalu.

"maaf lama ya nungguin?" Ku gelengkan kepala untuk jawabannya. 

"Kenalin ini Andra, Keano Deandra. Dan ini Sunny sepupu aku"  Ide Mama yang menjadikankusepupunya, katanya biar tak banyak pertanyaan ataupun keanehan nanti jika bertemu teman Mama.

ku jabat tangan Papa. Bahkan dimasaku kejadian ini tak pernah terjadi. Kami saling menyebutkan nama masing-masing.

"Apa kalian akan pergi kencan? Aku rasa lebih baik aku pulang saja dari pada jadi obat nyamuk" ku pura-pura manyun seakan ngambek. Tapi reaksi Mama malah tertawa. Dan jawaban Papa lebih aneh lagi "Tenang saja nanti aku kenalin dengan teman-temanku. Stock jomblo masih banyak jadi tenang aja joker juga ada kok". Sekarang aku yang melongo dengan jawabannya.

"joker? musuhnya batman?" tanyaku yang merasa aneh karena salah satu tokoh villain tapi dianggap pahlawan bagi sebagian orang.

"Jomblo keren" jawab papa sambil tertawa. What? jadi di jaman ini bahkan jomblo udah pada eksis.

~ ~ ~

Mereka mengajakku kesalah satu taman bermain. Seingatku di masaku tempat ini sudah tidak ada, tergantikan oleh tempat hiburan lainnya.

Aku di perkenalkan dengan teman Papa. Jujur seumur hidupku Papa tak pernah seperti ini. Kita bebas berbicara, bercanda, bercengkrama seakan berteman baik.

Di kehidupanku jangankan untuk berbicara menemuiku saja Papa tak pernah. Tanpa sadar air mataku jatuh. Mungkin ini terlalu membahagiakan untukku, Bersama kedua orang tuaku meski dengan konteks yang berbeda. Aku benar-benar menikmati acara jalan bareng mereka.

Cara Papa memandang dan memperlakukan Mama aku tahu bagaimana ia begitu sangat mencintai Mama. Begitu beruntungnya Mama begitu dicintai laki-laki yang dia juga cintai bahkan cinta itu masih sama hingga Mama sudah tak ada disisi Papa.

"Apa kamu menangis?" Tanya salah satu teman Papa yang aku ingat namanya DINO. "Enggak kok. Cuma ni mataku kemasukkan debu". Dia hanya mengangguk seperti boneka di depan dashboard mobil.

"Aku merasa gaya bicaramu aneh. Maksudnya, kayak kata alay, lebay. yang gak paham apa artinya".

"Aku dari Jakarta ama aku kan lebih muda dari kalian jadi gaya bahasa kita pastilah beda" kilah ku. Dino sambil meletakkan jari telunjuk dan jempol dibawah dagu seakan sedang berpikir. Semoga saja dia tak tanya lainnya karena aku takut tak tahu cara menjawabnya.

Matahari sudah berwarna jingga yang artinya sore telah tiba. Kita memutuskan untuk pulang dan berpisah dengan teman Papa lainnya. Papa mengantarkan kami dengan mobil yang katanya sih itu mobil teman yang dia pinjam. Aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, tapi yang ku dengar dari kursi belakang Mama yang masih mewawancarai Papa.

Hingga akhirnya Mama mengatakan tujuan kita ke kost. Awalnya Papa heran kenapa kami tak langsung pulang ke rumah Eyang tapi  ke kost Mama. Dengan alasan mengambil barang yang tertinggal. Tapi Papa masih ingin mengantar kami pulan. Aku cari alasan ingin menemui teman dulu, Jadilah Mama diantar Papa pulang. 

Aku masih heran bagaimana Mama sebebas itu, yang berbeda jauh dariku. Mengapa Eyang terlalu over protective terhadapku. Bukankah harusnya Eyang memperlakukan anaknya lebih lagi dari pada aku.

Meski terasa capek setelah seharian bermain di taman bermain tapi ini sangat menyenangkan. kenangan ini akan selalu aku kenang meski ini nyata atau hayalan aku tak peduli. Rasanya aku ingin disini untuk waktu yang lama. Agar aku bisa menikmati peran keluarga bahagia walau hanya aku sendiri yang merasakan.

~ ~ ~

Setelah beberapa hari aku disini, entah ini di masa lalu atau dalam mimpi. Jujur rasanya aku masih tak percaya aku terdampar di masa lalu hingga aku bisa menemui Mama yang tak pernah ku temui.

Hari ini hujan sejak pagi, Mama mengajakku untuk mengikuti salah satu les yang dia sukai. Dan aku baru tahu ternyata Mama sangat menyukai piano. Tak heran Eyang memaksaku untuk belajar piano di usiaku yang masih 5 tahun. Walau aku sudah belajar sejak usia dini bukan berarti aku menyukai, absolutely No.

"Tumben mas Andra gak anter, mbak?" Tanyaku pada Mama. Beberapa hari aku disini, hampir tiap hari Papa mengantar Mama kemana pun. Kadang aku mencari alasan agar tak ikut, malas saja jadi obat nyamuk.

Dan dari beberapa hari ini aku tahu bagaimana Papa mencintai Mama. Aku yang tak pernah tahu bagaimana Papa, seakan aku masuk bagai penonton diantara film yang sedang di putar secara langsung.

Dan dari yang kulihat besarnya rasa cinta Papa yang dalam kepada Mama membuatku sedikit paham mengapa Papa membenciku. Mungkin aku akan melakukan hal yang sama jika aku berada pada posisi Papa.

"Andra ada kegiatan Sunny. Memangnya aku anak kecil yang harus di antar jemput terus" Aku tertawa dengan jawaban Mama. Mama terlihat imut saat merajuk.

"Bagaimana mbak bisa kenal mas Andra? Bukankah kalian beda level dari segi manapun?" Kulihat Mama mengernyitkan dahi. cepatku ralat kata yang ku ucap di tambah nyengiran "Maksudku kan gak mungkin mbak yang pendiam bisa berteman sama anak selevel bad boy. Apalagi setahuku mbak kan yang naklukin mas Andra dan buat dia kembali ke jalan yang benar alias tobat".

Bagaimana aku bisa bicara seperti itu tentang Papa? Jawabannya cuma satu Eyang. Walau Eyang tak pernah menceritakannya secara rinci, karena ia menceritakan ke aku itupun saat Eyang marah atas tingkah laku ku yang tak pernah benar di mata Eyang. 

Mama dan Papa itu seperti siang dan malam. Hidup mereka seperti tak mungkin bisa disatukan. setelah aku bertemu mereka aku baru sadar. cerita mereka seperti FAIRYTALE yang tak pernah eksis di dunia nyata menurut Eyang.

"Saat itu aku pulang dari kampus karena aku ada kelas siang hingga sore. Aku takut pulang kemalaman, ku putuskan mencari jalan pintas agar cepat sampai di rumah. jadilah aku menunggu angkot di jalan sebelah yang sepi dan jarang orang lewat. Sebenarnya aku takut, karena aku ingin cepat sampai di rumah dan itu satu-satunya jalan yang dilewati angkot . Jalanan juga sepi padahal itu hampir jam 5 sore."

"Semua tenang dan biasa saja, tiba-tiba  terdengar suara berisik motor. Aku kira mereka hanya lewat, ternyata aku salah. Justru mereka berhenti tepat di depanku. Parahnya kepala geng motor itu mulai mengelurkan kata dari rayuan hingga paksaan. Aku sangat takut jika terjadi sesuatu denganku. Ku rapalkan semua do'a berharap ada yang menolongku".  

"Entah dari mana Andra datang. Dia merangkulku dan memanggilku 'sayang'. aku bingung tapi dia bilang ke ketua geng bahwa aku pacarnya yang lagi ngambek. Aku pikir akan terjadi perkelahian seperti di film-film" Mama tertawa 

"Ternyata aku salah. Mereka saling kenal dan cerita berakhir seperti itu saja. Tapi ceritaku dan Andra dimulai sejak saat itu". Aku ikut tertawa "Aku kira bakalan ada cerita tonjok-tonjokan gitu eh gak tahunya  biasa aja endingnya".

Mama melanjutkan ceritanya di perjalanan kita menuju tempat les piano . Mama bercerita bagaimana capernya Papa dan dinginnya Mama, Karena Mama tahu bagaimana badungnya Papa dikampus. Hingga suatu hari Papa nembak Mama. jangan dipikir langsung diterima,  Karena Mama mengajukan syarat bahwa Papa harus berubah dan membuat Mama bisa jatuh cinta pada Papa. Butuh waktu yang lumayan hingga Mama yakin bahwa papa benar dan serius dengan Mama.

Meski diakhir cerita tersirat raut wajah sedih Mama tetap tersenyum kepadaku. dan aku tahu kesedihan itu muncul karena Eyang tak memberi restu. Mama pernah bilang saat Papa menjemput Mama kerumah, walau selalu dimarahi bahkan kata kasar sering dikeluarkan tapi Papa tak pernah gentar bahkan dia selalu minta izin untuk mengantar jemput Mama. bukankah Papaku seperti tokoh yang ada di novel roman? tapi mengapa aku tak pernah tahu sisi Papa yang seperti itu. 

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status