Share

Bab 3. Pria itu CEO

Author: Nanitamam
last update Last Updated: 2025-09-20 20:36:42

"Ststst, kepalaku sakit."

Ivander terbangun dengan kepala berdenyut hebat, seolah ada palu godam yang menghantam tengkoraknya berulang kali. Ia memegangi pelipisnya, mencoba merangkai kepingan-kepingan memori yang berserakan.

Matanya menyipit, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang menyusup masuk melalui celah gorden. Pandangannya terpaku pada seprai putih yang ternoda. Bercak darah. Jantungnya berdegup kencang, napasnya tercekat.

“Sialan! Apa yang sudah kulakukan?” desisnya, suaranya serak dan berat. Ia mencoba mengingat wajah apa yang telah dilakukannya semalam. “Tidak mungkin aku melakukan ini. Pasti ada yang menjebakku.”

Dengan enggan, Ivander menyibak selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Matanya menyapu seluruh ruangan, mencari sosok yang seharusnya ada di sana.

“Hei! Siapa pun kamu, keluar sekarang!” serunya dengan nada suara naik satu oktaf.

Sunyi.

Tidak ada jawaban, tidak ada tanda-tanda keberadaan orang lain di kamarnya. Kening Ivander berkerut dalam. Ke mana wanita itu menghilang? Dengan cepat, tangannya meraih ponsel, mencari nama Erlang di antara kontaknya.

Ivander menekan tombol panggil dengan kasar, napasnya menderu. Setiap detik terasa bagai menit yang panjang dan menyiksa. Akhirnya, di dering kelima, suara serak Erlang memecah keheningan.

"Datang ke hotel sekarang!"

Tanpa menunggu jawaban, Ivander memutus sambungan telepon. Ia melempar ponselnya ke atas tempat tidur dengan kasar. Tangannya mengepal, mencoba menenangkan diri. Ia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Sejak tadi Ivander tak henti-hentinya mondar-mandir di dalam kamar, jantungnya berdegup kencang. Lima menit terasa seperti siksaan. Setiap detik yang berlalu semakin menambah rasa kebingungan.

Tepat ketika ia hampir kehilangan kesabaran, terdengar ketukan keras di pintu. Ivander menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membukakan pintu.

“Selamat pagi, Pak," sapa Erlang saat wajah Ivander munvul dari pintu

Ivander tak menjawab. Ia menutup pintu kembali. Lalu, menatap Erlang dengan tatapan kosong. Ia masih linglung, mencoba mencerna apa yang sudah terjadi.

“Cepat! Cek CCTV hotel ini, aku ingin memastikan sesuatu!” perintah Ivander dengan nada dingin, memecah keheningan.

Erlang mengangguk tanpa membantah. Ia tahu, ini bukan saatnya untuk bertanya lebih lanjut. Gegas Erlang berlari keluar kamar dan menuju ruang keamanan hotel.

Dengan sedikit memaksa dan berbekal nama besar Ivander, Erlang berhasil mendapatkan akses ke rekaman CCTV semalam. Matanya membelalak saat melihat rekamannya. Ia segera meminta salinan rekaman tersebut dan bergegas kembali ke kamar Ivander.

“Pak! saya sudah mendapatkannya!” teriak Erlang dari ambang pintu, tangannya mengangkat ponsel setinggi mungkin.

Ivander menoleh, tatapannya dingin dan penuh tuntutan. Dengan gerakan cepat, Erlang langsung menyerahkan ponselnya kepada Ivander, lalu memutar rekaman CCTV tersebut.

Di layar ponsel, terlihat jelas bahwa Ivander yang telah memaksa seorang wanita. Bukan malah dimanfaatkan seperti apa yang telah di pikirkan olehnya.

Tangan Ivander mengeras saat melihat rekaman tersebut. Ia merasa marah karena telah melakukan sesuatu yang tidak seharusnya ia lakukan, dan merasa bersalah karena telah menyakiti seorang wanita tidak ia kenali.

“Sial!” umpat Ivander geram, melempar ponsel Erlang ke tempat tidur. “Aku benar-benar bodoh!”

Erlang terdiam, tidak berani berkomentar. Ia tahu, Tuannya sedang dalam keadaan emosi yang tidak stabil. Ivander mengacak-acak rambutnya frustrasi. Ia merasa bersalah pada wanita yang bersamanya semalam. Ia tidak tahu siapa dia, bagaimana keadaannya sekarang, dan apa yang harus ia lakukan untuk menebus kesalahannya.

“Erlang, cari wanita itu untukku!” tukas Ivander.

Erlang mengangguk tanpa ragu. Namun, ia teringat akan sesuatu. Perlahan, ia melirik jam tangannya, lalu menatap Ivander dengan raut ragu. “Tuan, ini sudah hampir jam delapan pagi,” katanya, suaranya sedikit tertahan. “Ada wawancara pemilihan sekretaris hari ini.”

Ivander terdiam sejenak, seolah baru tersadar dari lamunan panjang. Ia menghela napas berat. “Benar juga. Aku hampir lupa.”

“Tapi, Tuan,” Erlang menunjuk sekilas ke sekeliling kamar yang masih berantakan. “Situasinya ... apakah Anda baik-baik saja untuk wawancara?”

Ivander menoleh, tatapannya tajam dan dingin. “Aku baik-baik saja. Pekerjaan tetap pekerjaan. Masalah ini, kita tangani setelahnya. Cari informasi tentang wanita itu!”

Erlang mengangguk. “Baik, Tuan.”

Di sisi lain, Syafana berdiri di depan cermin, menatap bayangannya yang buram. Kehormatan yang selama ini ia jaga, direnggut paksa oleh pria yang kini hanya bisa ia sebut sebagai “pria sialan”.

Ia hanya ingin membantu. Tapi, apa daya, semua terjadi begitu cepat dan dia seperti menikmatinya.

“Aku harus bagaimana?” bisiknya lirih. “Jika Ayah dan Ibu tahu ....” Ia tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Bayangan kekecewaan orang tuanya menghantamnya seperti gelombang pasang.

Tangannya mengepal erat, setiap ingatan adalah tusukan anak panah yang menghujam hatinya. Sakit. Teramat sakit. Matanya nanar menatap jam dinding. Detik itu juga, matanya membelalak.

“Sial! Hari ini ada wawancara kerja!” Ia bergumam pada pantulan dirinya. “Tapi, dengan keadaanku seperti ini, haruskah aku menyerah saja?”

Namun, bayangan perjuangan kuliahnya yang panjang dan berliku tiba-tiba hadir, menghantam hatinya dengan kekuatan yang tak terduga. Ia ingat malam-malam panjang yang dihabiskan untuk belajar. Semua itu, tidak mungkin ia sia-siakan begitu saja.

“Tidak,” bisiknya pada bayangannya, suaranya bergetar namun penuh tekad. “Aku tidak boleh menyerah. Aku harus pergi.”

Setengah jam sudah berlalu. Syafana berhasil tiba di gedung perusahaan dengan jantung berdebar tak karuan. Ia terlambat, sangat terlambat. Rasa malu dan bersalah bercampur aduk, membuatnya nyaris berbalik arah. Namun, Syafana tetap melangkah, mendekati meja Resepsionis.

“Permisi, ruangan interview untuk posisi seketaris dimana, ya?” tanya Syafana.

Resepsionis tersenyum, menyambutnya dengan tatapan dingin dan datar. “Wawancara sebentar lagi akan selesai. Kenapa Anda baru datang?”

Syafana menunduk, pasrah. “Saya tahu, maafkan saya. Ada kejadian mendadak ....”

“Tunggu sebentar,” resepsionis itu tiba-tiba menginterupsi, nada suaranya sedikit berubah. “Pak Ivander meminta agar Anda tetap diantar ke ruangannya jika Anda datang.”

Syafana terkejut. Ia mendongak, menatap resepsionis itu dengan tatapan tak percaya. “Benarkah?”

Resepsionis itu mengangguk singkat, lalu mempersilakan Syafana untuk duduk. Beberapa menit kemudian, seorang staf datang dan mengantarnya menuju ruang Presdir.

Sepanjang lorong, Syafana merasa seperti menjadi pusat perhatian. Pasang mata menatapnya sinis, berbisik-bisik di belakang punggungnya. Ia tahu, mereka pasti menganggapnya tidak profesional karena datang terlambat. Ia berusaha mengabaikan tatapan itu, memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi di dalam ruangan nanti.

“Silakan masuk, Pak Ivander sudah menunggu Anda di dalam,” ujarnya seraya tersenyum tipis.

Syafana mengangguk pelan. “Baiklah, terimakasih.”

Perlahan, Syafana membuka pintu ruang CEO. Begitu terbuka, ia melangkah masuk dengan gugup, lalu membeku di tempat. Di balik meja besar itu, duduk seorang pria yang sangat familiar. Pria yang semalam merenggut kehormatannya. Pria sialan itu.

Syafana mematung, tak mampu berkata apa pun. Jantungnya berdegup kencang, napasnya tercekat. Ia tidak pernah menyangka pria yang tidur denganya semalam adalah CEO perusahaan tempat ia melamar kerja. Dunia terasa runtuh di sekelilingnya.

“Jadi namamu Syafana? Mulai hari ini kamu jadi sekretaris saya!"

"Maaf, Pak. Sepertinya saya tidak jadi melamar."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 50. Jadi rebutan

    "Jangan bicara sembarangan, Pak!"Napas Syafana tercekat. Kata-kata itu menghantamnya bagai gelombang pasang. Kilasan memori saat Ivander dengan dingin melarang adanya perasaan di antara mereka berdua, memaksa Syafana menertawakan ironi ini. Tawa hambar yang lebih mirip ringisan.Tangannya gemetar menyentuh dahi Ivander, merasakan panas yang membakar kulit pria itu. “Kamu pasti mengigau,” desisnya, berusaha meredam gejolak dalam diri.“Tidak! Ini kejujuranku,” balas Ivander, suaranya serak namun penuh penekanan.Syafana menghela napas panjang, sorot matanya menajam, menelisik setiap sudut wajah Ivander. “Aku ingin percaya,” bisiknya lirih, “Tapi, selama ini sikap kamu selama ini membingungkan seperti orang yang penuh akan keraguan. Sampai aku sendiri bingung harus bersikap kayak gimana.”“Aku—”Syafana membungkamnya dengan paksa. Sendok berisi bubur ia sumpalkan ke mulut Ivander, membungkam semua kata yang hendak keluar. Mata Ivander membulat marah, mulutnya penuh dengan bubur panas.

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 49. Aku akan bertanggung jawab!

    "Segarnya." Syafana baru saja selesai mandi setelah sesi bercinta yang penuh gairah dengan Ivander. Tubuhnya masih terasa hangat dan sedikit lelah, namun pikirannya dipenuhi dengan perasaan puas dan kemenangan. Dengan santai, ia membuka laci nakas dan mengeluarkan sebutir pil berwarna putih kecil. Itu adalah pil kontrasepsi, senjata andalannya untuk memastikan bahwa dirinya tidak akan terikat pada Ivander dengan cara yang tidak diinginkannya. Ivander, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit pinggangnya, mengerutkan kening melihat apa yang dilakukan Syafana. “Apa yang kamu minum?” tanyanya dengan nada penasaran. Syafana menelan pil itu dengan segelas air putih, lalu menatap Ivander dengan senyum menggoda. “Obat pengaman,” jawabnya santai. “Aku takut hamil jadi sengaja minum obat.” Ivander tampak tidak senang dengan jawaban itu. Ia hendak melontarkan protes, mengatakan bahwa ia ingin memiliki anak darinya, namun tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Erlang

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 48. Celina diusir

    "Ini rumahku! Mas Ivander memberikannya padaku! Berani sekali kalian mengusirku!" geram Celina dengan tangan terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih, Celina menatap ketiga pria di hadapannya dengan mata membara. “Kalian ini siapa?” Carina menimpali. “Berani sekali mengusir Nyonya Celina dari rumahnya!”Salah seorang pria menghela napas berat, lalu maju selangkah. Dengan gerakan lambat, ia menyodorkan kartu nama kepada dua wanita yang berdiri di hadapannya."Hexa," Celina membaca nama yang tertera di kartu itu, diikuti jabatan sebagai seorang pengacara. Celina dan Carina bertukar pandang, kebingungan terpancar jelas di wajah mereka.“Saya Hexa, pengacara pribadi Tuan Ivander,” ucapnya dengan nada dingin. Ia menyerahkan selembar surat tanah. Celina menerima surat itu dengan tangan gemetar. “Surat tanah ini atas nama Tuan Ivander, bukan Celina. Jadi, dia berhak penuh atas properti ini dan berhak membuat keputusan apa pun. Termasuk, mengusir kalian dari sini!”Jantung Celina mence

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 47. Aku milikku, hanya milikku!

    "Aku ingin melahapmu!"Ivander menyeringai mendengar desahan Syafana yang bagai melodi memanggil birahi. Tanpa ampun, ia melumat bibir Syafana, lidahnya menari liar di dalam mulut, bertukar saliva dengan kasar hingga Syafana kehilangan kendali dan hanya bisa meremas rambut Ivander.Syafana tersentak, napasnya tercekat oleh ciuman Ivander yang membabi buta. Ia memukul dada Ivander, mencoba menghentikan kegilaan ini, namun hatinya berdebar tak karuan.“Hmph! Pak I-Ivander! Cukup!” jeritnya tertahan.Merasa Syafana kehabisan napas, Ivander akhirnya melepaskan ciumannya, membiarkan Syafana menghirup udara dengan rakus. Nampak rambutnya berantakan, bibirnya basah dan bengkak.“Bisa tidak kamu sedikit lebih lembut?! Bibirku bisa bengkak lagi, tau!” desis Syafana, berusaha menormalkan napasnya yang tersengal.Ivander menggelengkan kepalanya. “Bibirmu candu, Syafana! Bahkan mengalahkan nikotinku! Aku tidak bisa berhenti mencicipinya.”Syafana mencibir, namun Ivander sudah menerjang lehernya.

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 46. Amarah Ivander

    “Mas Ivander ...!”Senyum Celina merekah sempurna, bagai bunga yang merekah di pagi hari. Ia melonjak dari kursi, niat menghambur ke arah Ivander yang berjalan mendekat dengan aura gelap yang kontras dengan senyumnya.Namun, sebelum Celina sempat bergerak, Ivander berhenti di hadapannya. Rahangnya mengeras ketika mata mereka saling bersisih tatapan.“Kamu pasti kangen sama aku, kan?” Celina mencoba mencairkan suasana dengan tawa kecil yang terdengar dibuat-buat. “Duduk dulu, yuk. Kita makan bareng. Jarang banget kamu datang ke rumah.”“Saya tidak punya waktu untuk basa-basi dengan manusia munafik seperti Anda!” desis Ivander tajam.Kening Celina berkerut dalam. Bibirnya yang tadi tersenyum kini mencibir sinis. Dengan gerakan lembut, ia meraih tangan Ivander. “Kamu ngomong apa, sih? Aku nggak ngerti. Kenapa kamu tiba-tiba begini?” tanyanya, nada suaranya dibuat semanja mungkin.“Jangan pura-pura bodoh, Celina!” bentak Ivander seraya menepis tangan Celina dengan kasar.Celina terkesiap,

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 45. Aku tidak tahan lagi

    "Ikut aku!"Ivander meraih pergelangan tangan Syafana, menariknya dengan paksa menuju mobil. Syafana sontak meronta, mencoba mengimbangi langkah Ivander dengan bibir yang penuh protes. “Pak! Lepaskan!” serunya, namun Ivander tak menggubrisnya.Sesampainya di depan mobil, Ivander membukakan pintu dengan kasar, lalu tanpa menunggu, mendorong Syafana masuk. Gadis itu terhuyung, hampir kehilangan keseimbangan sebelum akhirnya terduduk di kursi dengan kasar.“Pak! Ghaisa!” seru Syafana, napasnya tersengal. “Kita meninggalkannya sendirian di sana! Dia datang bersamaku, masa harus pulang sendiri?! Aku merasa tidak enak, Pak!”Ivander membanting pintu mobil, lalu menghadap Syafana. Dengan gerakan cepat, ia meraih tangan Syafana, mengangkatnya tinggi-tinggi.“Lihat ini! Tanganmu terluka, Syafana! Pikirkan dirimu dulu, sebelum memikirkan orang lain!” ujarnya dengan datar namun menusuk.Syafana hanya diam. Ia menatap nanar luka di tangannya, lalu kembali menatap Ivander. “Ya ampun, Pak. Sudah b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status