Share

Bab 7. Ceraikan dia!

Author: Nanitamam
last update Last Updated: 2025-10-17 09:31:45

 “Astaga,” gumam Syafana syok.

Celina terdiam membeku. Wajahnya pucat pasi, bibirnya bergetar. Rahasia kelam yang selama ini ia simpan rapat-rapat telah terbongkar di depan semua orang. 

 

Keheningan mencekam menyelimuti ruang makan. Hanya terdengar suara nafas yang berat dan detak jantung yang berpacu kencang. Tubuh Celina mendadak gemetar.

 

Tuan Alexander memecah keheningan seraya menatap Celina. Suaranya dingin dan menusuk, “Celina, apa benar semua ini?”

 

Celina tidak menjawab. Ia hanya menunduk dalam, air mata kembali membasahi pipinya. Meski dalam hati dia mengumpat kesal. Bagaimana Ivander bisa tahu semuanya?

 

“Jawab Papa, Celina!” bentak Tuan Alexander, suaranya menggelegar. “Apa benar kamu pernah hamil dan menggugurkannya? Apa benar kamu berselingkuh di belakang Ivander?”

 

Celina menggeleng lemah, otaknya berpikir cepat untuk bisa menyangkal. 

“Itu bohong, Ma. Ini semua pasti akal-akalan Mas Ivander demi menutupi kesalahannya.”

“Kamu menjijikan!” teriak Nyonya Anindita histeris, air mata membanjiri wajahnya. “Kamu pembohong, Celina! Kamu sudah menipu kami semua! Mama pikir kamu wanita baik-baik, ternyata kamu hanya seorang wanita murahan!”

“Aktingmu sungguh luar biasa, Celina. Aku selama ini diam, bukan berarti aku tidak tahu,” debat Ivander sinis.

 

Nyonya Anindita bangkit dari kursi dan menghampiri Celina. Ia menarik rambut Celina dengan kasar, membuat wanita itu menjerit kesakitan. Wajah Nyonya Anindita jelas terlihat kecewa.

 

“Kamu sudah mempermalukan keluarga kami. Jika bukan karena ayahmu dan kami bersahabat, mana mungkin kamu bisa masuk jadi bagian keluarga kami.”

“Argh ...! Lepaskan, Ma. Ini semua pasti kebohongan!” Celina meronta, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Nyonya Anindita.

 

“Kebohongan katamu?!” Nyonya Anindita mendorong Celina hingga terhuyung ke belakang. “Semua bukti sudah jelas terpampang di depan mata! Kamu pikir kami bodoh?!”

 

"Semua bukti sudah jelas, Celina!" sahut Tuan Alexander dengan nada dingin yang menusuk. 

Kepalanya terasa pening, hatinya hancur berkeping-keping. Wanita yang ia pilih menjadi menantunya, orang yang ia percaya baik dan lugu, ternyata punya sisi liar yang tidak pernah mereka bayangkan.

 

“Itu pasti editan!” teriak Celina histeris, air matanya membanjiri wajahnya. Ia menggelengkan kepala dengan keras, berusaha meraih tangan kedua mertuanya. “Mas Ivander pasti sudah mengedit semuanya! Semua ini pasti demi pelacur itu!”

“Jaga ucapanmu, Celina! Syafana bukan pelacur. Kamu yang pantas disebut seperti itu!” bentak Ivander tidak terima.

  

Tak ada pergerakan apapun dari kedua mertuanya membuat Celina melepaskan tangan mereka dengan kasar. Ia melangkah cepat menuju Syafana dengan tangan terkepal erat, amarahnya sudah mencapai ubun-ubun.

“Ini semua gara-gara kamu!”

 

Tangan Celina mulai melayang di udara, bersiap mendarat di pipi Syafana. Namun, dengan sigap, Syafana sudah lebih dulu menahannya. Matanya menatap tajam Celina.

“Jangan asal menuduh!”

 

“Brengsek! Lepaskan tanganku … kamu pantas mendapatkan ini semua!” desis Celina dengan nada penuh kebencian.

 

“Jangan berani menyentuh saya, Nona Celina,” ucapnya dengan suara bergetar. “Atau saya yang akan membalasmu berkali-kali lipat!”

 

Syafana menghempaskan tangan Celina dengan kasar hingga wanita itu terhuyung ke belakang. Ia melirik Ivander seolah meminta izin kepadanya untuk menjelaskan semuanya. Ia ingin membersihkan namanya, ia ingin membuktikan bahwa ia tidak bersalah.

 

“Saya bekerja sebagai sekretaris Tuan Ivander karena terpaksa! Saya butuh uang untuk pengobatan ayah saya. Saya tidak punya pilihan lain.”

 

Ia menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan dengan nada yang lebih tegas, “Saya bukan wanita murahan seperti yang kalian pikirkan! Saya tidak pernah menggoda Tuan Ivander! Seperti kata Tuan Ivander, saya datang kemari atas perintahnya.”

 

 Orang tua Ivander seketika terdiam, tatapan mereka beralih dari Ivander, ke Celina, lalu akhirnya tertuju pada Syafana. Ada keraguan yang mulai menyelinap di mata mereka. 

Mereka melihat kejujuran dalam sorot mata Syafana. Nyonya Anindita, yang tadinya penuh amarah, kini menatap Syafana dengan ekspresi yang melunak.

“Benar, aku yang memaksanya untuk bekerja denganku,” ujar Ivander mantap.

 

Keheningan kembali menyelimuti ruangan, namun kali ini terasa berbeda. Ada ketegangan yang masih terasa, namun juga ada harapan untuk sebuah pemahaman. Kata-kata Ivander menggantung di udara, memaksa semua orang untuk merenungkan kembali apa yang baru saja terjadi.

 

Nyonya Anindita menghembuskan napas panjang, bahunya merosot. Amarahnya perlahan mereda, digantikan oleh rasa penyesalan yang mendalam. Ia menatap Celina dengan ekspresi kesal.

“Mama kecewa padamu, Celina.”

 

Ayah Ivander melakukan hal yang sama. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba menghilangkan pening yang menyerang kepalanya. Ia merasa bodoh karena telah begitu mudahnya percaya pada citra sempurna yang selama ini ditunjukkan Celina.

“Masih mau percaya pada menantu kesayangan kalian?” tanya Ivander sinis. “Bukankah aku sudah pernah bilang? Aku menerima Celina karena kalian yang memaksa.”

 

"Kami... kami keliru," ucap Nyonya Anindita lirih, memecah kesunyian yang menyesakkan. Ia menatap Ivander dengan tatapan penuh penyesalan. "Maafkan Mama, Nak. Mama salah karena tidak mencari tahu lebih banyak soal Celina. Mama pikir dia gadis baik seperti ucapan Carina tapi ternyata…”

 

Tuan Alexander mengangguk setuju. "Papa juga minta maaf, Ivander. Papa sudah salah menilai situasi ini. Papa terlalu fokus pada nama baik keluarga, sampai lupa melihat kebenaran yang ada di depan mata." 

Ia menatap Celina dengan tatapan dingin, namun kali ini ada sedikit rasa kasihan yang tersirat. “Celina, apa yang kamu lakukan sangat memalukan. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga ini, dan itu tidak bisa dimaafkan.”

Ivander hanya mengangguk saja sebagai jawabannya. Wajahnya datar, tanpa ekspresi. Ia menatap raut wajah Celina yang menunduk lemah. Tak ada lagi sikap kesombongan yang selama ini selalu terpancar dari dirinya

“Ivander, Papa rasa sebaiknya kamu ceraikan saja Celina. Sebelum semua aib-nya tersebar luas dan malah membuat keluarga kita terseret,” lanjutnya begitu saja.

“Mama setuju! Kita sudah susah payah membangun reputasi baik keluarga ini, jangan sampai nama baikmu dihancurkan oleh wanita tak tahu diri!” sambung Nyonya Anindita.

Kata-kata itu menghantam Celina seperti petir di siang bolong. Ia tersentak, matanya membulat sempurna. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

 

“Apa?!” seru Celina histeris, air matanya kembali membanjiri wajahnya. “Tidak! Jangan lakukan ini padaku, Ma, Pa!”

 

“Ini demi kebaikanmu juga, Ivander,” lanjut Tuan Alexander kembali dengan nada tegas. “Sebelum aib ini tersebar luas dan menjadi bahan gunjingan orang, lebih baik kamu segera mengakhiri pernikahan ini saja.”

 

Celina menggelengkan kepala dengan keras, menolak semua perkataan mertuanya. Ia tidak ingin kehilangan Ivander. Ia tidak ingin kehilangan semua yang telah ia raih selama ini. Tanpa ragu, ia berlutut di hadapan Ivander, meraih tangannya erat. 

“Mas, tolong jangan ceraikan aku,” ucapnya dengan suara yang bergetar hebat, memohon dengan segenap hatinya. “Aku minta maaf atas semua kesalahan yang telah aku lakukan. Aku janji akan berubah. Aku mohon, beri aku kesempatan kedua .…”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 50. Jadi rebutan

    "Jangan bicara sembarangan, Pak!"Napas Syafana tercekat. Kata-kata itu menghantamnya bagai gelombang pasang. Kilasan memori saat Ivander dengan dingin melarang adanya perasaan di antara mereka berdua, memaksa Syafana menertawakan ironi ini. Tawa hambar yang lebih mirip ringisan.Tangannya gemetar menyentuh dahi Ivander, merasakan panas yang membakar kulit pria itu. “Kamu pasti mengigau,” desisnya, berusaha meredam gejolak dalam diri.“Tidak! Ini kejujuranku,” balas Ivander, suaranya serak namun penuh penekanan.Syafana menghela napas panjang, sorot matanya menajam, menelisik setiap sudut wajah Ivander. “Aku ingin percaya,” bisiknya lirih, “Tapi, selama ini sikap kamu selama ini membingungkan seperti orang yang penuh akan keraguan. Sampai aku sendiri bingung harus bersikap kayak gimana.”“Aku—”Syafana membungkamnya dengan paksa. Sendok berisi bubur ia sumpalkan ke mulut Ivander, membungkam semua kata yang hendak keluar. Mata Ivander membulat marah, mulutnya penuh dengan bubur panas.

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 49. Aku akan bertanggung jawab!

    "Segarnya." Syafana baru saja selesai mandi setelah sesi bercinta yang penuh gairah dengan Ivander. Tubuhnya masih terasa hangat dan sedikit lelah, namun pikirannya dipenuhi dengan perasaan puas dan kemenangan. Dengan santai, ia membuka laci nakas dan mengeluarkan sebutir pil berwarna putih kecil. Itu adalah pil kontrasepsi, senjata andalannya untuk memastikan bahwa dirinya tidak akan terikat pada Ivander dengan cara yang tidak diinginkannya. Ivander, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit pinggangnya, mengerutkan kening melihat apa yang dilakukan Syafana. “Apa yang kamu minum?” tanyanya dengan nada penasaran. Syafana menelan pil itu dengan segelas air putih, lalu menatap Ivander dengan senyum menggoda. “Obat pengaman,” jawabnya santai. “Aku takut hamil jadi sengaja minum obat.” Ivander tampak tidak senang dengan jawaban itu. Ia hendak melontarkan protes, mengatakan bahwa ia ingin memiliki anak darinya, namun tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Erlang

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 48. Celina diusir

    "Ini rumahku! Mas Ivander memberikannya padaku! Berani sekali kalian mengusirku!" geram Celina dengan tangan terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih, Celina menatap ketiga pria di hadapannya dengan mata membara. “Kalian ini siapa?” Carina menimpali. “Berani sekali mengusir Nyonya Celina dari rumahnya!”Salah seorang pria menghela napas berat, lalu maju selangkah. Dengan gerakan lambat, ia menyodorkan kartu nama kepada dua wanita yang berdiri di hadapannya."Hexa," Celina membaca nama yang tertera di kartu itu, diikuti jabatan sebagai seorang pengacara. Celina dan Carina bertukar pandang, kebingungan terpancar jelas di wajah mereka.“Saya Hexa, pengacara pribadi Tuan Ivander,” ucapnya dengan nada dingin. Ia menyerahkan selembar surat tanah. Celina menerima surat itu dengan tangan gemetar. “Surat tanah ini atas nama Tuan Ivander, bukan Celina. Jadi, dia berhak penuh atas properti ini dan berhak membuat keputusan apa pun. Termasuk, mengusir kalian dari sini!”Jantung Celina mence

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 47. Aku milikku, hanya milikku!

    "Aku ingin melahapmu!"Ivander menyeringai mendengar desahan Syafana yang bagai melodi memanggil birahi. Tanpa ampun, ia melumat bibir Syafana, lidahnya menari liar di dalam mulut, bertukar saliva dengan kasar hingga Syafana kehilangan kendali dan hanya bisa meremas rambut Ivander.Syafana tersentak, napasnya tercekat oleh ciuman Ivander yang membabi buta. Ia memukul dada Ivander, mencoba menghentikan kegilaan ini, namun hatinya berdebar tak karuan.“Hmph! Pak I-Ivander! Cukup!” jeritnya tertahan.Merasa Syafana kehabisan napas, Ivander akhirnya melepaskan ciumannya, membiarkan Syafana menghirup udara dengan rakus. Nampak rambutnya berantakan, bibirnya basah dan bengkak.“Bisa tidak kamu sedikit lebih lembut?! Bibirku bisa bengkak lagi, tau!” desis Syafana, berusaha menormalkan napasnya yang tersengal.Ivander menggelengkan kepalanya. “Bibirmu candu, Syafana! Bahkan mengalahkan nikotinku! Aku tidak bisa berhenti mencicipinya.”Syafana mencibir, namun Ivander sudah menerjang lehernya.

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 46. Amarah Ivander

    “Mas Ivander ...!”Senyum Celina merekah sempurna, bagai bunga yang merekah di pagi hari. Ia melonjak dari kursi, niat menghambur ke arah Ivander yang berjalan mendekat dengan aura gelap yang kontras dengan senyumnya.Namun, sebelum Celina sempat bergerak, Ivander berhenti di hadapannya. Rahangnya mengeras ketika mata mereka saling bersisih tatapan.“Kamu pasti kangen sama aku, kan?” Celina mencoba mencairkan suasana dengan tawa kecil yang terdengar dibuat-buat. “Duduk dulu, yuk. Kita makan bareng. Jarang banget kamu datang ke rumah.”“Saya tidak punya waktu untuk basa-basi dengan manusia munafik seperti Anda!” desis Ivander tajam.Kening Celina berkerut dalam. Bibirnya yang tadi tersenyum kini mencibir sinis. Dengan gerakan lembut, ia meraih tangan Ivander. “Kamu ngomong apa, sih? Aku nggak ngerti. Kenapa kamu tiba-tiba begini?” tanyanya, nada suaranya dibuat semanja mungkin.“Jangan pura-pura bodoh, Celina!” bentak Ivander seraya menepis tangan Celina dengan kasar.Celina terkesiap,

  • SURGA SEMALAM BERSAMA TUAN IVANDER   Bab 45. Aku tidak tahan lagi

    "Ikut aku!"Ivander meraih pergelangan tangan Syafana, menariknya dengan paksa menuju mobil. Syafana sontak meronta, mencoba mengimbangi langkah Ivander dengan bibir yang penuh protes. “Pak! Lepaskan!” serunya, namun Ivander tak menggubrisnya.Sesampainya di depan mobil, Ivander membukakan pintu dengan kasar, lalu tanpa menunggu, mendorong Syafana masuk. Gadis itu terhuyung, hampir kehilangan keseimbangan sebelum akhirnya terduduk di kursi dengan kasar.“Pak! Ghaisa!” seru Syafana, napasnya tersengal. “Kita meninggalkannya sendirian di sana! Dia datang bersamaku, masa harus pulang sendiri?! Aku merasa tidak enak, Pak!”Ivander membanting pintu mobil, lalu menghadap Syafana. Dengan gerakan cepat, ia meraih tangan Syafana, mengangkatnya tinggi-tinggi.“Lihat ini! Tanganmu terluka, Syafana! Pikirkan dirimu dulu, sebelum memikirkan orang lain!” ujarnya dengan datar namun menusuk.Syafana hanya diam. Ia menatap nanar luka di tangannya, lalu kembali menatap Ivander. “Ya ampun, Pak. Sudah b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status