Share

Bab 7. Pertemuan.

Penulis: Aryan Lee
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-24 09:39:46

Akhirnya Rani membuka cafe dengan mengontrak di salah satu ruko yang berada tidak jauh dari rumahnya. Ia memperkerjakan dua orang teman dekatnya. Cafe itu diberi mana 'Rain' karena Rani suka melihat hujan.

Hujan masih turun membasuh rindu bumi. Membuat sebagian orang enggan untuk ke luar rumah. Seperti Rani yang tampak mematung sambil menatap ke luar jendela. Rintikan air membuat angannya mengingat kebiasaan ia dan Zian di saat seperti ini. Biasanya Rani akan membuat teh aroma melati dan semangkuk mie instan untuk dimakan berdua.

Rani hanya bisa tersenyum mengenang masa-masa itu karena kini keadaan telah berbeda. Sudah tiga hari ini Zian tidak pulang ke rumah karena sedang bersama Dahlia, besok baru dengannya. Ia mencoba untu menjalani pernikahan poligami ini dengan ikhlas. Lagi pula hanya sembilan bulan, setelah itu mereka akan selalu bersama-sama lagi tanpa orang ketiga.

Namun, bukan itu yang Rani risaukan. Ia takut suatu hari nanti suaminya jatuh cinta kepada Dahlia. Apalagi ada seorang anak yang mengikat mereka. Kemungkinan itu sangat besar dan mulai mengganggu pikirannya, meskipun Zian berjanji tidak akan pernah mencintai wanita lain.

"Pantas aku telepon tidak diangkat. Ternyata kamu sedang melamun di sini. Apakah kamu baik-baik saja Ran?" tanya Laras sambil menghampiri.

Rani tampak terkejut melihat kedatangan temannya dan menjawab, "Iya, aku baik-baik saja. Bagaimana keadaan cafe hari ini?" tanyanya kemudian.

"Sepi, hujan sih. Tapi tadi lumayan ada beberapa orang yang beli minuman hangat sekalian berteduh!" jawab Laras memberitahu.

"Mau tutup cafe, tapi masih ada satu orang customer. Nggak pergi-pergi padahal sudah dari tadi. Bikin kesal saja!" gerutu Tina yang tiba-tiba datang.

"Ya sudah, kalian pulang saja duluan, biar aku yang menutup cafe!" saran Rani kemudian.

Sambil menggeleng Tina menyahuti, "Nggak mungkin kami ningalin kamu sendirian."

"Kan ada security, lagipula malam ini aku nggak pulang mau nginap di sini saja. Mas Zian lagi ke luar kota!" ujar Rani yang tidak mau menceritakan masalah rumah tangganya.

Waktu terus bergulir akhirnya Tina dan Laras memutuskan pulang.

"Kami duluan ya!" pamit Tina yang rumahnya paling jauh.

"Iya, hati-hati!" sahut Rani yang mengantar kedua temannya sampai depan ruko.

Setelah Tina dan Lara meluncur dengan motor matic, Rani kembali masuk ke ruko. Ia melihat seorang pria masih duduk di pojokan sambil menghadap ke luar jendela.

"Mbak, saya mau capucino hot lagi!" Tiba-tiba pria itu memesan segelas minuman.

"Iya Pak, tunggu sebentar!" jawab Rani yang segera membuatkan. Tidak lama kemudian ia mengantarkan pesanan orang itu. "Silahkan!" ujarnya setelah meletakan segelas hot capucino dan segera berlalu.

"Sepertinya hujan telah menghapus jejakku dalam ingatanmu. Sampai kamu tidak mengenali suaraku lagi," ujar orang itu yang membuat Rani seketika menghentikan langkahnya dan berbalik. Ia kemudian membuka masker yang dipakainya dan menoleh kearah Rani sambil tersenyum.

Rani tampak terkejut ketika melihat seorang pria yang tidak asing. Setelah mengenali siapa orang itu, ia kemudian memanggil, "Azka. Apa kabar?"

"Seperti yang kamu lihat," jawab Azka sambil menatap Rani dengan lekat.

Rani segera duduk di hadapan Azka dan mereka bercakap-cakap.

Azka adalah teman seperjuangan Rani ketika baru kerja di Jakarta dahulu. Ketika ia menikah pria itu dimutasi ke luar pulau dan mereka tidak pernah bertemu lagi.

"Jadi kamu sudah beberapa tahun kembali ke Jakarta, kenapa nggak bilang sama aku?" tanya Rani setelah mendengar cerita Azka.

"Aku nggak tahu cari kamu ke mana. Kamu juga Nggak ngasih tahu kalau ganti nomor ponsel dan akun media sosial," jawab Azka yang sudah lama lose kontak dengan Rani.

Rani tersenyum karena yang dikatakan Azka memang benar adanya. Sejak menikah ia ingin memulai hidup baru, tanpa bayang-bayang masa lalu.

"Jangan bilang kamu datang ke sini karena kebetulan!" ujar Rani yang tidak percaya dengan kata-kata Azka begitu saja.

"Bisa jadi takdir karena aku hanya mengikuti langkah kaki dan kata hati saja. Tidak tahunya hujan menuntun aku ke cafe ini," jawab Azka sambil tersenyum.

Mendengar itu Rani tampak menggeleng dan memberikan pendapatnya, "Kamu sudah banyak berubah rupanya, sekarang jadi pandai merangkai kata. Sebenarnya banyak yang ingin aku bicarakan, tapi sayang sekali waktu kita sudah habis."

Akibat gerimis masih ingin menemani malam, semua ruko mulai tutup satu persatu.

Azka segera beranjak dari tempat duduk seraya berkata, "Nomor aku masih yang lama Ran." Ia kemudian memakai masker lagi.

"Aku rasa seperti ini lebih baik," sahut Rani yang merasa tidak perlu menghubungi Azka dengan alasan apa pun. Ia tidak ingin menyambung benang merah yang hampir terjalin di antara mereka dulu.

"Mungkin kamu butuh seseorang untuk menghapus awan mendung di matamu!" ujar Azka yang membuat Rani langsung terdiam. Ia segera meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi.

Rani terus memandangi kepergian pria itu sambil membatin, "Tidak mungkin Azka tahu masalah rumah tanggaku, siapa yang telah memberitahunya?"

BERSAMBUNG

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 34. Surat Terakhir

    "Kalau Mas Zian sudah membaca surat ini, berarti aku sudah pergi jauh. Jangan merasa bersalah karena keputusan ini murni pilihanku sendiri. Setelah tahu Mas Zian menikah lagi aku selalu berusaha menerima takdir ini dengan ikhlas. Tapi aku gagal, tidak bisa fokus beribadah terutama salat karena setiap saat bayangan kebersamaan kalian yang terus menggerogoti pikiranku."Tiba-tiba air mata Zian berjatuhan membayangkan betapa sakit dan hancurnya perasaan Rani. Dibalik kata tidak apa-apa dan sikapnya yang selalu pengertian ternyata Rani sangat menderita. Terpuruk, kesepian dan selalu merasa sendirian. Setelah menyeka air matanya, ia kembali melanjutkan membaca surat itu lagi. "Aku doakan Mas Zian bisa hidup bahagia bersama Dahlia dan Rizqi selamanya. Maafkan kalau selama ini sebagai istri aku banyak membangkang dan tidak menurut. Sungguh aku sudah belajar menerima, tetapi tetap tidak bisa. Apa pun yang Mas ketahui nanti pesanku jangan pernah lakukan kesalahan yang sama lagi. Selamat tingg

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 33. Penyesalan Zian

    Sebenarnya berat bagi Zian untuk menceraikan Rani. Akan tetapi, pengkhianatan wanita itu baginya sudah fatal. Seandainya saja mereka baru melakukannya, mungkin Zian masih bisa memaafkan. Sayang ternyata sudah cukup lama dan tidak bisa ditolelir lagi. Terlebih Rani membandingkannya dengan Azka. Zian tidak menyangka Rani tega melakukan itu. Padahal selama ini selalu pengertian dan mengalah. Ternyata semua itu hanya kamuflase untuk menutupi perselingkuhan mereka. Zian memang masih mencintai Rani, tetapi perpisahan mungkin yang terbaik bagi keduanya. Zian dan Rani memilih untuk tidak hadir dalam panggilan sidang. Mereka hanya diwakili pengacara dari kedua belah pihak. Selama masa persidangan Rani tetap menempati rumahnya. Hingga tepat sebulan kemudian hakim mengetuk palu. Mengakhiri hubungan cinta dari yang pernah menyatukan mereka. Sebagai mantan istri, tentu saja Zian telah memberikan harta gono-gini yang sesuai untuk Rani. Ia berencana akan menemui wanita itu pada siang ini. Anggap

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 32b. Keputusan Zian

    Seiring berjalannya waktu, Zian lebih memperhatikan Rani. Ia bahkan berusaha membagi waktu dengan seadil mungkin. Zian juga melarang Dahlia dan keluarganya memposting apa pun soal Rizqi. Namun, apa pun yang Zian lakukan belum bisa mengembalikan cinta Rani seperti dulu lagi."Sebaiknya aku anterin makan siang buat Mas Zian," ujar Rani yang ingin memperbaiki hubungannya dengan Zian agar bisa seperti dulu lagi. Selesai masak Rani langsung bersiap-siap. Setelah rapih, ia segera pergi ke kantor Zian. Dengan mengunakan taksi online. Ketika sampai di tempat tujuan, waktu menunjukan pukul setengah dua belas siang. Seorang security langsung menghampiri Rani yang memakai kaca mata dan masker. "Selamat siang Bu, ada yang bisa kami bantu?" tanya security itu dengan ramah. "Saya membawakan pesanan makan siang buat Pak Zian. Beliau minta saya untuk mengantarkan langsung ke ruangannya," jawab Rani yang berpura-pura sebagai pegawai catering. Dengan bingung security itu berkata, "Pak Zian baru s

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 32. Emosi

    Alunan musik pop mengalun merdu di cafe Rain. Dua insan sedang duduk bercakap-cakap sambil menikmati coffee latte dan cappucino. Rani semakin dekat dengan Azka. Bahkan hampir setiap hari mereka bertemu di cafe untuk ngobrol sambil minum kopi. Tina dan Laras sudah biasa melihat keakraban mereka. Bahkan terkadang ikut nimbrung, kalau cafe sedang sepi."Kamu tidak bilang sama Zian, kalau madumu dan ibunya matre?" tanya Azka setelah mendengar cerita Rani. "Percuma, pasti Mas Zian menganggap aku cemburu. Lagipula mereka akan menggunakan anak itu sebagai ahli waris. Biarkan saja waktu yang memberitahunya kelak!" sahut Rani yang tidak mau menjelek-jelekan Dahlia dan ibunya. "Aku yakin sekali Zian pasti akan menyesal suatu hari nanti," timpal Azka kembali. Sambil mengangkat kedua bahunya Rani menimpali, "Entahlah, kalau aku lihat Mas Zian sekarang sedang bahagia menjadi seorang ayah. Menjalani kehidupan yang harmonis dan bahagia, semoga selamanya seperti itu.""Tapi tidak adil untukmu," c

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 31. Hambar

    Hari demi hari berlalu Rani mulai merasakan ketidak adilan. Zian lebih sering berada di rumah Dahlia dengan berbagai macam alasan. Mulai dari anaknya sakit, rewel sampai hal-hal sepele yang sebenarnya bisa diatasi sendiri oleh Dahlia. Dari tiga hari jatahnya, paling hanya sehari Zian bersamanya itu pun hanya malam saja. Entah mengapa Rani merasa seperti wanita simpanan yang hanya dijenguk kalau diperlukan saja. Apakah seperti ini nasib istri yang tidak bisa punya anak. Harus sering mengalah demi kebahagian orang lain. Di perusahaan juga sudah banyak karywanan yang tahu perihal Zian menikah lagi dan mempunyai anak. Bahkan di media sosial Dahlia dan keluarga suaminya sudah terang-terangan memposting kebersamaan Zian dan Rizqi. Mereka sudah tidak lagi menjaga perasaan Rani. Apa yang Rani takutkan dulu kini bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan. Dipaksa menerima keadaan dan kenyataan, sungguh sakit tak berdarah. "Sayang maaf ya, hari ini Mas tidak pulang, Rizqi sakit," ujar Zian member

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 30. Cinta yang Berlebihan

    Mentari baru saja meninggi ketika Zian kedatangan tamu. Ia yang mau berangkat kerja menyempatkan diri untuk menemui orang itu. "Permisi Pak, apa benar di sini rumah Ibu Khairani?" tanya seorang pria yang berpakaian cukup rapi. "Iya benar, ada apa Mas?" jawab Zian sambil balik bertanya. Pria itu kembali menjawab, "Kami dari tim marketing Abadi Jaya mau mengantarkan pesanan motor Ibu Rani!" Zian tampak terkejut mengetahui istrinya membeli motor. Setelah marketing itu menyerahkan motor dan kuncinya, ia segera menemui Rani di kamar. "Buat apa kamu beli motor, Mas bisa belikan mobil yang sama kayak punya kamu dulu?" tanya Zian dengan heran. "Naik mobil macet," jawab Rani secara logis. Zian tampak menghela nafas panjang mendengar jawaban Rani yang hanya seperlunya saja. "Mas nggak bolehin kamu bawa mobil apalagi motor. Resikonya lebih besar, Sayang!" tegas Zian yang tidak mau terjadi sesuatu sama Rani. "Hidup mati kita sudah ditakdirkan Allah, jadi jangan terlalu mencemaskan aku!"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status