Beranda / Romansa / SUSAN... OOH SUSAN / Si Botol Yakult

Share

Si Botol Yakult

Penulis: Danny Fabiano
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-01 22:48:53

Cukup lama Lucky dan Susan berbicara berdua.

Pak Mus, Marni dan Rudy memberikan ruang bagi Lucky dan Susan untuk berbicara berdua saja. Marni yang meminta demikian, karena sebelumnya Susan mengatakan beberapa syarat untuk menerima tawaran pernikahan yang Marni dan Lucky tawarkan padanya, dan Lucky yang sedang terdesak waktu pun sepertinya tidak punya pilihan selain mendengarkan syarat yang Susan minta.

Terlalu beresiko baginya jika dia tidak segera membawa calon istri ke hadapan ayah dan ibunya.

Sebenarnya, Lucky bisa saja menerima tawaran ibu atau ayahnya untuk menikahi salah atau putri dari sahabat atau rekan bisnis mereka , hanya saja Lucky belum siap jika harus di tuntut ini itu jika menikahi wanita modern, atau kota, dengan segala problematika kota atau sosialita kehidupan mereka.

Ingat... Lucky pernah mengatakan pada ayahnya jika dia hanya menginginkan wanita yang masih murni dan belum tersentuh peradaban bebas, dan sepertinya memilih wanita kampung adalah salah satu alternatif untuk segala ketakutan yang Lucky rasakan selama ini.

Lucky yakin Susan bukan seperti wanita-wanita yang selama ini ibunya tawarkan, glamor dengan pergaulan bebas, dan yang pasti Lucky bisa menyimpulkan kelak wanita seperti itu akan lebih banyak menuntut ini dan itu, lalu menuntut waktu dan perhatian pada Lucky, padahal Lucky benar-benar belum siap untuk urusan ini.

Jadi tidak ada salahnya menerima syarat dari Susan, selama Susan bisa di ajak bekerja sama.

"Oke oke. Selain tiga syarat tadi, apa kamu masih punya syarat yang lain lagi? Atau kamu masih...!"

"Ooh tentu dong. Kan kita mau nikah. Masa iya gak minta yang lain juga!" jawab Susan dengan sangat cepat, dan Lucky hanya mengerutkan alisnya menatap wanita yang setinggi botol Yakult itu.

Susan terlihat berpikir sejenak, mencoba  menimbang-nimbang, kira-kira apa yang dia inginkan, dan Lucky hanya terlihat melipat kedua tangannya di depan dada seraya menatap Susan yang terlihat sedang berpikir serius, saat tiba-tiba Susan justru terlihat menyunggingkan senyum misterius ke arah Lucky , dan Lucky tentu saja mulai was-was jika seandainya Susan justru meminta sesuatu yang mungkin saja tidak bisa dia kabulkan, seperti pernikahan super mewah mungkin atau mungkin Susan ingin pernikahannya diliput media dan disiarkan langsung di seluruh stasiun televisi.

Oh... Sungguh, Lucky tidak bisa mengabulkannya, karena saat ini Lucky justru menginginkan pernikahan tertutup, karena Lucky benar-benar belum siap.

"Oooh selain tiga syarat tadi, Susan juga mau Tuan memberikan Susan mahar, juga uang pane untuk Ayah. Kan lucu kalo Susan nikah tapi gak ada mahar atau uang pane. Paling tidak , Susan juga mau orang-orang kampuang tau kalo Susan itu udah nikah. Meskipun laki-laki yang menikahi Susan itu laki-laki tua kayak Tuan Lucky. Maksud Susan, Susan juga mau adain syukuran kecil-kecil lah. Apa itu boleh?!" ucap Susan takut, tapi mata dan kuping Lucky langsung terasa panas ketika Susan justru mengatainya laki-laki tua.

"What! Kau mengatakan aku tua...?!" syok Lucky dengan mata yang membulat sempurna dan Susan tanpa merasa berdosa langsung mengganguk.

"Iya. Tuan kan emang  tua. Bibi Marni bilang, umur Tuan udah tiga puluh tiga tahun, ya artinya Tuan udah tua dong. Sementara umur Susan kan baru sembilan belas tahun! Masa iya Susan bilang Tuan itu masih brondong. Kan aneh!" jawab Susan lagi, benar-benar terdengar sangat enteng bahkan Susan merasa tidak berdosa sudah mengatakan Lucky laki-laki tua.

Susan hanya tidak tahu bagaimana populernya seorang Lucky di kalangan wanita sosialita. Dia tipe laki-laki idaman para wanita modern karena selain tampan, Lucky juga termasuk golongan laki-laki mapan lagi kaya, tapi lihatlah, Susan malah dengan entengnya mengatakan Lucky itu laki-laki tua.

"Oh sabar Lucky. Sabar. Ingat... Saat ini kamu butuh wanita yang mau bersedia bekerja sama denganmu untuk menjadi istrimu. Selebihnya, jangan pikirkan itu, atau Papa kamu akan benar-benar mengumumkan sayembara untuk mencarikan kamu istri dan itu jauh lebih parah karena resikonya lima puluh persen saham perusahaan kamu akan jatuh ke tangan wanita itu , dan itu benar-benar bencana." Batin Lucky.

Lucky menarik nafas sebanyak yang bisa ditampung oleh rongga dadanya kemudian melepaskannya dengan sangat pelan. Kembali melakukan hal yang sama untuk meredam rasa tidak terimanya ketika seorang wanita mengatakan dirinya tua, padahal faktanya memang seperti itu.

Senyum tipis lantas terbit dari bingkai wajah tampan Lucky, dan detik berikutnya Lucky justru mengangguk dengan mata terpejam dan Susan tentu saja tersenyum sumringah.

"Baik. Katakanlah. Berapa yang kamu minta?" tanya Lucky setelahnya , dan Susan semakin tersenyum seraya mengambil ponselnya kemudian mengaktifkan panel kalkulator di layar ponsel itu.

Dia terlihat mengotak-atik layar ponselnya sebelum akhirnya dia berucap... "Susan mau Tuan ngasih Susan uang dua belas juta, dan ngasih uang pane ke ayah dua puluh lima juta. Karena butuh biaya cukup banyak untuk bikin acara syukuran, dan nanti kalo ada sisa, Ayah bisa pake untuk nambah modal usaha! Bagaimana Tuan!" jawab Susan. Sedikit ragu juga takut, tapi ya mau bagaimana lagi, Susan benar-benar butuh uang dua belas juta saat ini.

Lucky terlihat berpikir, keningnya terlihat berkerut seolah menandakan keraguan pada diri laki-laki itu, dan tentu saja Susan berpikir jika mungkinkah permintaannya itu terlalu besar, dan setelahnya Tuan Lucky justru akan menganggapnya wanita matrealistis!  Namun di luar dugaan Susan, menit berikutnya Tuan Lucky justru angkat suara.

"Serius... Kamu hanya menginginkan itu saja?!" Lucky seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja Susan minta padanya, sementara Susan justru bersusah payah menelan salivanya sendiri karena takut juga gugup jika benar laki-laki yang saat ini duduk bersandar pada ujung nakas samping televisi itu justru tidak setuju.

Oooh sungguh. Susan tidak bisa melewatkan kesempatan ini. Kesempatan untuk mendapatkan uang dua belas  juta itu.

"Kenapa Tuan. Apa itu terlalu banyak?" tanya Susan dengan suara bergetar, tapi Lucky hanya terlihat menatap wanita itu tajam. "Anu... Kalau itu terlalu banyak, Tuan bisa menawar kok? Bagaimana kalo sepuluh juta, ooh atau sembilan juta saja. Bagaimana Tuan? Tawar saja!" seru Susan , dan kali ini Lucky justru menggeleng, dan reaksi itu justru semakin membuat Susan khawatir jika sampai Lucky tidak menyanggupi penawarannya itu. Namun detik berikutnya Lucky juga langsung bangkit dari duduknya, dan kini berdiri di depan Susan yang masih duduk di kursi kayu ruang tamu, lalu Lucky mengulurkan tangannya di hadapan Susan.

"OKE DEAL!"  jawab Lucky.

Susan mendongak tinggi, lalu ikut bangkit dari duduknya. Menatap tangan putih Lucky di depannya dengan tatapan bingung.

"DEAL apa Tuan?" tanya Susan sedikit ngeleg.

"Ya deal. Kamu kan minta mahar dua belas juta dengan uang pane ke Ayah kamu dua puluh lima juta. Ya deal. Aku setuju!" jawab Lucky dan bola mata Susan kini terlihat semakin berbinar, sumringah.

"Serius Tuan? Tuan akan ngasih Susan mahar dua belas juta itu?!" kutip Susan memastikan dan Lucky langsung mengangguk.

"Yes..." jawab Lucky dan Susan lantas memeluk pinggang Lucky seraya meninjunya gemas.

"Ah terima kasih Tuan. Terima kasih . Oooh aku akan sangat berhutang padamu setelah ini!" ucap Susan sambil mendongak, dan lagi-lagi Lucky merasa aneh dengan wanita ini.

'Bukankah memberikan mahar dan uang Pane adalah kewajiban dari mempelai laki-laki, kenapa Susan justru mengatakan jika dia akan sangat berhutang padanya? Oh apa-apaan ini...? Emang Susan membutuhkan uang itu untuk keperluan apa?!' batin Lucky

Lucky mendorong sebentar tubuh Susan untuk menjauh, karena sungguh dia merasa sangat risih dengan posisi itu, dan Susan buru-buru meminta maaf.

"Oh maaf Tuan. Susan terlalu bersemangat. Jadi lupa kalo kita belum... " Susan menyatukan ujung jari telunjuk kiri dan kanannya seraya menggeleng-gelengkan tubuhnya di hadapan Lucky karena sungguh dia benar-benar malu dengan ekspresi semangat yang tadi dia tunjukkan di hadapan laki-laki yang baru beberapa menit yang lalu dia kenal.

Lucky hanya terlihat menghela nafas dalam diam kemudian menghembuskannya dengan sangat pelan, akan tetapi dalam hatinya diam-diam Lucky justru tersenyum melihat tingkah lucu bin menggemaskan seorang Susan, gadis kampung yang ukuran badannya setinggi botol Yakult.

Setelah pembicaraan antara Susan dan Lucky mendapatkan kesepakatan, Lucky juga langsung mengutarakan keinginannya untuk segera menikah. Namun pak Mus yang mempercayai sebuah mitos tentang hari yang baik untuk melakukan ritual pernikahan tentu saja dia tidak akan melewatkan tradisi itu, dan iya menit berikutnya Pak Mus juga mendatangi rumah orang bijak yang dikenal bisa meramalkan juga memprediksi hari yang baik untuk melakukan pernikahan berdasarkan tanggal lahir dari kedua calon pengantin, dan pastinya Pak Mus meminta kartu tanda penduduk Lucky lebih dulu untuk mengecek tanggal lahir laki-laki itu, dan menurut orang bijak itu, hari dan tanggal yang baik untuk Lucky dan Susan melangsungkan pernikahan berdasarkan tanggal lahir keduanya adalah hari itu juga.

***

Jam baru menunjukkan angka dua siang, saat pak Mus juga ketua RT setempat datang dengan  membawa tiga orang saksi lain untuk pernikahan Susan dan Lucky, karena pak Mus benar-benar yakin dengan ucapan orang bijak itu, sementara Lucky hanya membawa Rudi dan bibi Marni sebagai saksi dari pihaknya.

Tanpa persiapan, juga tanpa gaun pengantin atau riasan mahal seperti pernikahan pada umumnya, hari itu Susan benar-benar di nikahi oleh seorang Diego Lucky Matteo, di rumah ibadah setempat setelah Lucky juga memberikan mahar juga uang pane yang Susan minta.

Keduanya berphoto seraya menunjukkan jari tangan mereka yang kini sudah memakai cincin pernikahan, juga menunjukkan buku nikah berwarna merah dan hijau mereka sebagai bukti pasti jika mereka benar-benar sudah sah sebagai suami istri, dan setelahnya photo itu juga Rudy kirim ke nomer ponsel Matteo juga Wenda, selaku orang tua Lucky, agar kedua orang itu tidak lagi mendesaknya untuk segera menikah.

"Jadi bagaimana sekarang. Apa yang harus Susan lakukan setelah ini?" tanya Susan pada Lucky dan Marni setelah mereka kembali ke rumah pak Mus, ayah Susan

"Bagaimana apanya?!" Marni balik bertanya.

"Apa...!"

"Kamu akan langsung ikut pulang denganku. Bersiaplah!" ucap Lucky to the poin .

"Tapi Tuan...!"

"Bukankah sekarang aku sudah menikahi mu, dan kamu sudah menjadi istriku yang sah. Lagi pula aku sudah memberikan mahar kamu secara tunai beserta uang pane pada ayahmu, lalu apalagi?!" potong Lucky dan Pak Mus hanya menatap sendu ke arah putrinya, begitu juga dengan Marni.

"Tuan Lucky benar nak Susan.  Sebagai istri yang baik, emang lebih baik nak Susan langsung ikut pulang sama Tuan Lucky!" timpal Marni seraya merangkul punggung keponakannya.

"Tapi Bik... Ayah tadi bilang mau bikin acara syukuran lusa. Kalo Susan ikut pulang, lalu siapa yang akan bantu ayah mengurus semua keperluan untuk syukuran itu!" ucap Susan sedikit tertahan , tapi Lucky justru terlihat menarik nafasnya.

"Syukuran kan lusa, kita bisa balik ke sini lusa untuk bantu mempersiapkan semua keperluan untuk syukuran itu. Lagi pula apa kamu pikir para tetangga tidak akan ikut membantu ayahmu untuk acara itu...!" ujar Marni menenangkan Susan karena memang begitulah sistem gotong royong di kampung.

"Bibi mu benar Susan. Tenanglah Ayah bisa mengurus semua itu. Kamu kan sekarang sudah menikah dan hal yang sangat wajar jika mulai sekarang dan seterusnya  tanggung jawab Ayah atas diri kamu kini sudah sepenuhnya menjadi tanggung jawab suami kamu!"  ucap pak Mus dan Marni langsung mengangguk, sementara Lucky hanya tersenyum.

"Tapi Ayah..."

"Susan. Dengarkan Ayah. Kamu sudah setuju untuk menikah dengannya dan resikonya ya ini. Kamu harus taat dan patuh pada suamimu dan menjadikan dia prioritas utama kamu sekarang, sementara Ayah... Ayah akan baik-baik saja di sini. Lagi pula kita masih bisa telpon - telponan untuk bertukar kabar, lalu apa yang kamu khawatirkan!" potong Pak Mus setelahnya, dan kali ini Susan tidak lagi berkata apa-apa. Dia hanya menunduk setelah mengangguk menyetujui  apa yang ayahnya ucapkan.

Susan langsung mengemas beberapa pakainya, dan membawa uang dua belas jutanya, juga ijazah terakhirnya . Mengemasnya pada tas jinjing ukuran sedang sebelum Marni membantunya untuk memasukkan tas itu ke dalam mobil.

"Ayah jaga diri baik-baik ya. Jangan terlalu sering begadang. Telpon Susan kalo Ayah kenapa-kenapa. Susan pasti akan datang menyambangi Ayah!" ucap Susan saat bersiap masuk ke dalam mobil milik Lucky, dan Pak Mus hanya tersenyum menenangkan kegelisahan putri semata wayangnya.

"Tenanglah. Ayah akan baik-baik saja. Seharusnya Ayah yang harus khawatir dengan kepergian kamu, jaga diri kamu baik-baik, dan jadilah istri yang baik untuk suami kamu. Namun jika dia berani menyakiti kamu, jangan ragu-ragu untuk menghubungi Ayah. Ayah akan membuat perhitungan dengannya, ayah akan bawa padam kebakaran . Ingat... Hari ini dia hanya menjadikan kamu istrinya, tapi sampai kapanpun, kamu akan tetap menjadi putri kecil kesayangan Ayah . Paham!" balas pak Mus dan Susan mengusap pipinya yang basah, lalu tersenyum dengan mata yang sedikit memerah.

"Ayah tenang saja. Percayalah Susan bisa menjaga diri Susan sendiri. Dan jika dia berani macam-macam atau menyakiti Susan, Susan akan membalasnya. Tenanglah. Susan kan punya jurus batu dan petir yang diajarkan BoBoiBoy!" ucap Susan dan pak Mus hanya mengangguk pasrah. Pasrah untuk benar-benar melepas putrinya di bawa oleh laki-laki asing, yang bahkan dirinya tidak kenal.

Hanya karena dukungan dan keyakinan Marni, adik iparnya, pak Mus benar-benar menyerahkan putrinya untuk di nikahi.

Susan melambaikan tangan saat meninggalkan rumah ayahnya, dan pak Mus mengikuti mobil itu sampai keluar dari gerbang bahkan sampai beberapa meter dari jalan setapak itu dan lagi-lagi Susan tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kaca spion ketika melihat ayahnya mengikuti mobil itu seolah laki-laki itu masih berat untuk melepaskan dirinya, dan Susan baru melepaskan pandangannya dari kaca spion itu setelah bayangan ayahnya menghilang di kejauhan.

Mereka duduk dengan tenang, dengan Marni duduk di kursi depan sebelah kemudi bersama Rudi, sementara Susan dan Lucky memilih duduk di kursi penumpang belakang kemudi.

Tidak ada percakapan apapun selama di perjalanan menuju kota. Hanya sesekali Rudi atau bibi Marni bersuara, dan entah kenapa Susan justru merasakan gugup yang begitu mendominasi. Rasa gugup ketika dia harus membayangkan dirinya akan bertemu langsung dengan kedua orang tua Lucky , dalam artian mertuanya.

Dua jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di kediaman Matteo saat hari sudah beranjak petang.

Marni lebih dulu turun dengan membawa tas jinjing milik Susan, di susul Lucky dan Susan di belakangnya.

Gugup dan takut. Susan semakin merasa gelisah  saat melihat dua orang paruh baya berdiri di depan teras utama rumah besar itu, seperti sedang menunggu kedatangan mereka , terlebih lagi ekspresi wajah keduanya terlihat tidak begitu bersahabat. Seperti sedang menatapnya dengan tatapan intimidasi dan penolakan.

Takut. Susan berjalan di belakang punggung Lucky, seolah ingin menyembunyikan dirinya dari tatapan tidak bersahabat kedua paruh baya itu, dan saat Susan menaiki anak tangga teras rumah itu, kedua paruh baya itu justru............

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SUSAN... OOH SUSAN   Malam Pengantin

    Kadang laki-laki bisa menjadi mahluk paling menakutkan jika sudah berada di level mendesak. Hal yang sama juga mungkin saja terjadi pada Lucky, jika Susan terus saja menantang dengan kalimat-kalimat yang belum pernah Lucky dapatkan selama ini. Lucky belum pernah mendapatkan penolakan dari seorang wanita, tapi Susan, Susan benar-benar membuat darah Lucky mendidih, hanya karena Susan menolak pesona seorang Lucky Diego Matteo. Hingga Lucky berniat ingin memberi pelajaran untuk Susan. Pelajaran manis yang mungkin bisa mengubah jalan pikiran Susan tentang kriteria laki-laki keren.Niat Lucky hanya ingin main-main saja dengan istri mininya, tapi sepertinya Susan benar-benar tidak bisa menahan diri atas gejolak aneh yang kini mendominasi pikirannya , hingga akhirnya Susan refleks berteriak.Namun belum sempat teriakan itu lepas dari bibir Susan, Lucky justru langsung membekap mulut Susan dengan telapak tangan besarnya dan detik yang sama pula pintu kamar itu dibuka dari arah luar.Lucky r

  • SUSAN... OOH SUSAN   Mulai Berulah Nakal

    Sungguh, Susan merasa di bodohi. Bisa-bisanya dia percaya begitu saja sama laki-laki yang baru dia kenal, hanya karena bibinya mengatakan jika laki-laki itu baik. Namun lihatlah, dia bahkan sudah langsung menunjukkan sisi mesumnya , bahkan sebelum genap dua puluh empat jam mereka saling kenal."Iya. Aku memang mengatakan untuk tidak akan melakukan itu sama kamu, Susan, tapi kan aku tidak mengatakan jika kita akan tidur di kamar atau ranjang terpisah!" balas Lucky dengan sangat jelas dan lugas, dan Susan langsung beranjak lebih dekat ke arah Lucky."Tapi Tuan...."Belum selesai kalimat yang ingin Susan katakan untuk menyanggahi semua argumen Lucky, saat tiba-tiba Lucky justru menarik tangan Susan hingga Susan jatuh ke atas tubuhnya, dan detik berikutnya, Lucky justru menggulingkan tubuh kecil Susan hingga kini posisinya Lucky seolah sedang menaungi tubuh kecil dan mungil Susan. "Kenapa? Apa kau justru berubah pikiran dan ingin mencobanya...?!" ucap Lucky dan Susan langsung mengeleng

  • SUSAN... OOH SUSAN   Tidur Bareng

    "Menikmati Susan...! Maksud Papa apa?!" heran Lucky."Aaah itu lho Ky... anu itu...?" ujar Matteo yang justru terdengar semakin ambigu di telinga Lucky juga Susan yang memang tidak mengerti kemana arah pembicaraan laki-laki beruban itu."Anu...anu apaan sih pa...?!" Lucky masih tidak mengerti. "Papa jangan gitu dong. Gak enak. Malu sama Susan!" bisik Wenda lagi , tapi Matteo benar-benar gendeng."Is kamu ini. Itu lho. Anu itu!" ucap Matteo sambil menepuk-nepuk tangannya dengan posisi tangan kiri di bawah tangan kanan di atas lalu menggerakkannya turun naik, tapi baik Lucky ataupun Susan benar-benar tidak mengerti apa maksud Matteo. "Apa...?!" Lucky bingung, tapi detik berikutnya Wenda justru menyumpal bibir suaminya untuk tidak berbicara, apalagi menanyakan perkara itu lagi."Sudah. Jangan di dengarkan. Papa kamu kehabisan obat. Jadi agak ngaco kalo ngomongnya!" ucap Wenda menengahi, dan meminta Susan untuk melanjutkan menikmati kue-kue yang dia suguhkan, jangan sampai wanita itu ju

  • SUSAN... OOH SUSAN   Susan SCM

    Takut. Susan berjalan di belakang punggung Lucky, seolah ingin menyembunyikan dirinya dari tatapan tidak bersahabat kedua paruh baya itu, dan saat Susan menaiki anak tangga teras rumah itu, kedua paruh baya itu justru terpaku melihat wanita yang sudah putra mereka nikahi."Apa yang Mama dan Papa lakukan di sini? Apa kalian lagi nungguin kang bakso lewat....?" Lucky menyapa dengan gaya sengkleng kedua orang tuanya, tapi Matteo hanya menatap putranya dengan tatapan tajam, sementara Wenda justru mendorong tubuh tinggi putranya untuk menyingkir dari hadapannya, agar dia bisa melihat secara langsung wanita yang katanya sudah dinikahi oleh Lucky beberapa jam yang lalu. "Minggir kau Lucky... Mama mau liat menantu Mama!" ujarnya tidak sabaran dan Susan justru salah tingkah , kehilangan tubuh Lucky untuk menyembunyikan tubuh dan wajahnya. "Mama... Pelan dikit napa!" Lucky protes , tapi Wenda sama sekali tidak peduli keluhan putranya. "Oh my God. Dia manis sekali Lucky...!" Seru Wenda denga

  • SUSAN... OOH SUSAN   Si Botol Yakult

    Cukup lama Lucky dan Susan berbicara berdua. Pak Mus, Marni dan Rudy memberikan ruang bagi Lucky dan Susan untuk berbicara berdua saja. Marni yang meminta demikian, karena sebelumnya Susan mengatakan beberapa syarat untuk menerima tawaran pernikahan yang Marni dan Lucky tawarkan padanya, dan Lucky yang sedang terdesak waktu pun sepertinya tidak punya pilihan selain mendengarkan syarat yang Susan minta.Terlalu beresiko baginya jika dia tidak segera membawa calon istri ke hadapan ayah dan ibunya. Sebenarnya, Lucky bisa saja menerima tawaran ibu atau ayahnya untuk menikahi salah atau putri dari sahabat atau rekan bisnis mereka , hanya saja Lucky belum siap jika harus di tuntut ini itu jika menikahi wanita modern, atau kota, dengan segala problematika kota atau sosialita kehidupan mereka.Ingat... Lucky pernah mengatakan pada ayahnya jika dia hanya menginginkan wanita yang masih murni dan belum tersentuh peradaban bebas, dan sepertinya memilih wanita kampung adalah salah satu alternati

  • SUSAN... OOH SUSAN   Gadis Mini

    Seperti yang Lucky minta, paruh baya yang sudah bekerja cukup lama di rumah Matteo itu, Marni akhirnya benar-benar menghubungi Susan, keponakannya di kampung, dan mengatakan jika dia akan pulang kampung besok paginya. Ada yang ingin dia bahasa dengan Susan dan ayahnya Susan.Marni lebih dulu berangkat ke kampung, dan rencananya Lucky akan menyusul wanita itu setelah meeting dia selesai siang nanti, dan di sinilah Marni berada saat ini, di rumah orang tua Susan, dengan Susan yang juga duduk di sampingnya.Marni langsung mengutarakan maksud dan tujuan dia pulang dan datang ke rumah orang tua Susan, meskipun Lucky masih belum sampai di kampung itu."Namanya Diego Lucky Mateo. Dia orangnya baik, tampan, mengerti cara menghormati orang tua. Bibi tau itu, karena bibi udah mengenal dia sangat lama. Saking lamanya, bibi sampai halal warna pakaian dalamnya, secara bibi kan kerja di rumah dia!" jelas Marni."Baik, kaya dan tampan, tapi gak punya cewek... Kok bisa?!" seru Susan sedikit tidak pe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status