Home / Romansa / Saat Aku Melepasmu / Bab 5. Berjuang Demi Kembar

Share

Bab 5. Berjuang Demi Kembar

last update Last Updated: 2025-07-26 04:59:26

Keheningan membentang dari dalam mobil. Adeline duduk tenang di kursi penumpang, sedangkan Nora duduk di kursi kemudi. Musim semi, memberikan udara menyejukan, tetapi angin cukup kencang membuat beberapa pohon bergoyang-goyang.

“Adeline, kenapa kau malah pulang duluan?” tanya Nora sambil melirik Adeline yang sejak diam.

Pertanyaan Nora belum dijawab oleh Adeline. Lebih tepatnya, Adeline masih melamun, dengan pikiran yang entah ke mana.

“Adeline?” panggil Nora sedikit keras.

Adeline langsung membuyarkan lamunannya. “Hm? Kenapa Nora?”  

Nora menghela napas kasar. “Tadi aku tanya, kenapa kau malah pergi dari restoran lebih dulu? Tuan Lennox saja belum berpamitan. Tindakanmu tadi tidak sopan. Kau tahu itu?”

Adeline terdiam mendengar teguran dari Nora. Jelas dia tahu bahwa tindakannya tadi sedikit kurang sopan. Harusnya dia menunggu paling tidak, sampai sang investor pergi. Namun, kali ini kasus amat berbeda. Sebab, sang investor adalah mantan suaminya sendiri.

Adeline tak mungkin bercerita sekarang dengan Nora. Dia tak ingin sampai Nora berpikir macam-macam. Sejak di awal dirinya mengenal Nora, dirinya hanya mengaku seorang wanita yang berpisah dengan suaminya. Tidak lebih dari itu.

Empat tahun berlalu. Tepatnya sudah tiga tahun Adeline menetap di Paris. Wanita itu tak pernah mau sedikit pun menceritakan tentang sosok mantan suaminya pada Nora. Ya, Nora adalah manajer sekaligus teman baiknya. Namun, dia mengenal Nora baru tiga tahun terakhir. Jadi, jelas Nora tak mengenal siapa mantan suami Adeline. Apalagi selama ini Adeline selalu tak mau bercerita apa pun.

“Aku sedang tidak dalam kondisi yang baik. Perutku sedikit sakit. Jadi, aku memutuskan pulang. Tapi, tadi aku sudah berpamitan dengan Tuan Lennox,” ucap Adeline berbohong.

Nora tampak khawatir. “Kau ingin kita ke dokter?”

Adeline menggeleng cepat, di kala mendapatkan tawaran ke dokter oleh Nora. “Tidak usah. Aku baik-baik saja. Aku hanya ingin segera beristirahat.”

“Kau ingin aku langsung antar ke apartemenmu?”

“Ya, please. Tolong langsung antar aku ke apartemenku saja.”

Nora mengangguk setuju.

“Hm, Nora, aku ingin tanya sesuatu padamu.”

“Ada apa, Adeline?”

“K–kalau misalkan aku menolak tawaran proyek film ini menurutmu bisa tidak?”

Nora menginjak pedal rem mendadak, membuat tubuh Adeline terdorong ke depan. Beruntung ada sabuk pengaman yang membuat dua wanita itu terlindungi.

“What? Kau ingin menolak proyek ini?” Mata Nora membola, menatap Adeline penuh tuntutan.  

Adeline berusaha untuk tetap tenang. “Aku hanya tanya saja. Maksudku, apa memungkinkan kalau aku menolak proyek ini?”

Nora mendecakkan lidahnya. “Come on, Adeline. Bayaranmu itu mahal. Kau dipilih menjadi pemeran utama di proyek film ini. Jadi, tolong jangan berpikir aneh-aneh. Bukankah kau sendiri yang bilang kau butuh uang? Ingat, kau tidak hanya menghidupi dirimu. Kau memiliki anak-anak yang harus kau hidupi. Tinggal di Paris tidak murah. Kau jelas tahu itu.”

Adeline terdiam mendengar kalimat Nora. Harus dia akui bahwa apa yang dikatakan Nora benar. Dia tidak hanya bekerja untuk menghidupi dirinya saja. Namun, dia juga harus menghidupi anak kembarnya yang sedang membutuhkan banyak biaya.

Leo Nathaniel Hart dan Aurelia Adeline Hart adalah anak kembar Adeline yang kini berusia tiga tahun. Ini adalah keajaiban. Tak pernah sama sekali wanita itu sangka empat tahun lalu dirinya mengandung anak kembar.

Keluar meninggalkan rumah mantan suaminya, membawa benih di rahimnya. Itu hal yang pilu dan menyesakkan. Bahkan Adeline pernah bertahan di jalanan. Kepingan memori kenangan buruk, kembali mengingatkannya akan derita yang dia alami sebelum berada di titik sekarang ini.

Adeline bisa berada di dunia entertainment, karena dirinya bertemu dengan Nora. Kala itu dia sedang menjadi pelayan lepas di sebuah kafe yang ada di Brooklyn. Dia menjadi pelayan lepas dalam keadaan mengandung. Sifat ramah dan baik, membuat Nora menyukainya.

Saat itu kebetulan Adeline bertemu dengan pelanggan yang tak bisa bahasa Inggris. Dia membantu dengan tulus—dan dari sana membuat Nora semakin yakin mengajak Adeline bekerja di dunia entertainment. Ditambah dengan paras Adeline yang luar biasa cantik.

Adeline tak memiliki apa pun. Diajak bekerja di dunia enterianment jelas atas bantuan Nora. Namun, kesabarannya membuahkan hasil. Dia bahkan kini mampu menyabet artis pendatang baru terbaik. Berada dititik ini tak mudah, dan dia tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada.

“Adeline, please. Jangan tolak proyek ini. Okey?” lanjut Nora meyakinkan Adeline.  

“Aku membutuhkan banyak uang. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anakku,” jawab Adeline pelan.

Nora tersenyum, dan mengangguk. “Good. Aku setuju dengan apa yang kau pikirkan,” balasnya sambil kembali melajukan mobil.

Keheningan membentang. Adeline melihat ke jendela mobil. Pandangannya lurus ke depan, tetapi menyimpan banyak arti. Dia membenci keadaan di mana kembali harus bertemu dengan mantan suaminya.

Tak selang lama, mobil Nora mulai memasuki lobi apartemen di mana unit Adeline berada. Lokasi restoran dengan apartemen Adeline tak terlalu jauh—membuat mobil Nora cepat tiba.

Adeline turun dari mobil, dan Nora segera berpesan agar Adeline langsung istirahat. Tak ada percakapan tentang pekerjaan lagi, karena Adeline sudah setuju untuk tetap ikut proyek film besar ini.

Mobil Nora mulai pergi. Adeline masuk ke dalam apartemen. Kebetilan apartemen Adeline dan Nora memang tidak sama, tetapi lokasi keberadaan tempat tinggal mereka tetap saling berdekatan.

Saat memasuki unit apartemennya, Adeline melangkah pelan menuju kamar anak kembarnya. Tampak seketika matanya terpaku melihat anak kembarnya tidur pulas di ranjang.

Adeline mendekat, dan duduk di tepi ranjang. Wanita cantik itu menatap kelembutan bercampur dengan mata yang sudah berkaca-kaca pada anak kembarnya yang sudah terlelap. Tak menampik rasa bersalah merayapi di kala kembali bertemu dengan Asher.

Bulir air mata terjatuh. Buru-buru, Adeline menyeka air matanya tak ingin sampai anak kembarnya itu melihat. Namun, ternyata sentuhan lembut tangan Adeline sukses membuat si kembar terbangun.

“Mommy,” panggil Leo sambil mengerjapkan matanya.

“Mommy? Mommy sudah pulang?” sambung Aurelia lembut sambil menguap.

Adeline tersenyum. “Iya, Mommy sudah pulang. Maaf membuat kalian bangun.”

“Mommy, tadi aku mimpi Daddy,” kata Aurelia tiba-tiba.

Raut wajah Adeline langsung berubah, mendengar ucapan polos putrinya.

Aurelia memeluk Adeline. “Di mimpiku Daddy sangat tampan. Dan Daddy bilang dia merindukanku, Leo, dan Mommy.”

Adeline tak bisa mengeluarkan kata.

Kening Leo mengerut. “Tapi, Mommy bilang, kan, Daddy ada di surga? Apa kau mimpi sedang ada di surga, Aurelia?”

“Aku bermimpi ada di taman bersama Daddy, Mommu, dan kau. Aku rasa Tuhan mulai menjawab doaku. Aku selalu berdoa pada Tuhan agar Daddy selalu datang dimimpiku,” kata Aurelia semangat.

Leo menekuk bibirnya. “Aku juga sudah berdoa agar Daddy datang dimimpiku. Tapi kenapa Daddy belum datang?”

“Doamu harus lebih keras, Leo,” kata Aurelia lagi.

“Ah, baiklah. Besok sebelum tidur aku akan kembali berdoa lagi,” sambung Leo antusias.

Tidak ada kata yang mampu terucap di bibir Adeline. Lidahnya seakan kelu—tak sanggup merangkai kata. Pun tenggorokannya begitu tercekat. Dia sadar bahwa dirinya telah menipu dua anaknya mengatakan bahwa ayah mereka telah berada di surga.

Namun, alasan apa yang paling masuk akal? Leo dan Aurelia mulai tumbuh besar. Berbohong demi kebaikan adalah cara Adeline. Wanita itu ingin menghapus total mantan suaminya. Pertemuannya kembali dengan sang suami adaah mimpi buruk, yang tak pernah dia sangka.

Maafkan Mommy, Sayang, batin Adeline dengan mata yang menunjukkan kesedihan menatap kembar yang tampak antusias membaha ayah mereka.

Sampai kapan pun, Adeline tak akan pernah memberi tahu Leo dan Aurelia tentang ayah mereka. Tidak akan pernah. Sebab, dia tak ingin keberadaan kembar membuat adanya ikatan antara dirinya dan mantan suaminya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 55. Sebuah Sabotase

    Malam makin larut. Asher yang tadi berada di kamar memilih untuk berada di ruang kerjanya. Perkataan Talia tadi berhasil memancing emosi, membuatnya enggan untuk langsung tidur. Setelah tadi dia membersihkan tubuh, dia langsung mendatangi ruang kerjanya yang ada di mansion, dan segera menenggak segelas whisky.Pria tampan itu berdiri di depan jendela besar ruang kerjanya, menatap langit yang kini sudah dihiasi oleh bulan dan bintang. Kumpulan awan gelap telah menyingkir, dan tak lagi terlihat.Dia menatap langit, bukan untuk melihat pemandangan, tetapi dia seakan menbendung emosi dalam diri. Sejak tadi, dia terus menahan diri. Bahkan setelah perdebatannya dengan Talia, dia memilih untuk menghindar. Dia khawatir, dia meledakan kembali amarahnya hingga membuat sang istri terluka.Menghindar adalah cara terbaik, di kala amarah di dalam diri mengumpul menjadi satu. Asher menjauh, karena pria itu menghindari konflik. Dia tak ingin pusing berdebat dengan istrinya.Tiba-tiba, di kala Asher s

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 54. Pembelaan Asher

    “Asher? Kau dari mana?” Kalimat pertama yang ditanyakan Talia di kala melihat Asher sudah pulang. Wanita itu tampak berusaha menahan diri. Dia tak mau mengomel, karena sadar suaminya baru pulang dari bekerja.“Paul sudah menjawab pertanyaanmu, kan?” balas Asher dingin, tampak tak acuh. Ya, sebelumnya pria tampan itu sudah mendapatkan laporan dari Paul tentang Talia yang terus menerus mencarinya. Pun dia tahu jawaban asistennya itu pada sang istri. Jadi, dia bisa menjawab sesuai dengan apa yang asistennya katakan padanya.Talia berdecak pelan. “Sayang, aku yakin Paul sudah lapor padamu tentang Alyssa sakit, kan?” tanyanya dengan nada mencoba menahan amarah.Asher mengangguk singkat. “Sebelum aku ke kamar, aku sudah ke kamar Alyssa. Demamnya sudah mulai turun. Tadi, aku juga sudah menghubungi dokter kita. Dokter bilang kondisi Alyssa akan segera membaik. So, tidak perlu ada yang dikhawatirkan.”Talia nyaris tak menyangka akan jawaban sang suami, yang seolah menunjukkan rasa tak peduli p

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 53. Dengan Siapa Kau Tinggal di Sini?

    Suasana malam penuh keheningan. Hujan yang tadi turun cukup deras kali ini sudah berhenti. Awan gelap sudah menyingkir, tergantikan dengan kumpulan awan cerah yang tak lagi menutupi keindahan bulan dan bintang.Adeline duduk tenang di dalam mobil, membiarkan Asher melajukan mobil. Tak ada percakapan apa pun. Dia memilih untuk melihat ke jendela, tak melihat sedikit pun pada Asher yang mengemudikan mobil.“Aku tidak tahu alamat tinggalmu,” ucap Asher dingin tanpa menoleh pada Adeline.“Ambil kanan, ada apartemen di pinggir jalan di sana aku tinggal untuk sementara,” jawab Adeline tenang.Asher patuh, dia langsung membelokkan mobilnya ke kanan, dan benar apa yang dikatakan Adeline. Dia sudah melihat gedung apartemen menjulang tinggi di sisi kiri. Detik itu, dia masuk ke lobi apartemen. “Terima kasih banyak untuk hari ini,” jawab Adeline sambil membuka seat belt-nya.“Kau tinggal di sini?” tanya Asher yang kini menatap Adeline.Adeline mengangguk. “Ya, untuk sementara. Baiklah, kau ha

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 52. Uang Adalah Segalanya

    “Bagaimana keadaannya?” tanya Asher pada sang dokter yang baru saja selesai memeriksa luka di kepala Adeline. Tampak sorot mata pria itu dingin, menunggu sang dokter menjawab apa yang dia tanyakan.Sang dokter tersenyum di kala sudah memasang perban di kepala Adeline. “Luka di kepala Nyonya Hart tidak terlalu dalam. Beliau tidak harus sampai mendapatkan jahitan di kepalanya. Tekanan darahnya bagus. Tidak ada luka dalam juga. Kami sudah melakukan pemeriksaan seluruhnya. Jadi, Anda tidak perlu khawatir, Tuan.”“Dia tidak harus dirawat?” tanya Asher lagi tetap seakan tak ingin Adeline langsung pulang dari rumah sakit begitu saja.Sang dokter kembali tersenyum. “Tidak perlu, Tuan. Nyonya Hart bisa langsung pulang. Tapi, Anda sangat hebat langsung mengambil tindakan membawa Nyonya Hart ke rumah sakit.”Asher mengangguk singkat. “Baiklah, aku akan membawanya pulang.”Sang dokter mengalihkan pandangannya, menatap Adeline dengan tatapan sopan. “Nyonya Hart, saya sudah meresespkan obat untuk A

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 51. Rasa Curiga yang Membentang

    Mobil sport yang dilajukan Asher melaju dengan hati-hati di bawah guyuran air hujan yang membasahi kota New York. Sejak tadi, hujan masih terus turun. Bahkan di kala Asher menyelamatkan Adeline tadi, hujan tetap masih turun membasahi bumi. Hal itu yang membuat pakaian Asher dan Adeline setengah basah.Namun, meski hujan turun cukup deras, tak ada petir. Itu yang membuat Asher bisa mudah menyelamatkan Adeline. Jika tadi ada petir, besar kemungkinan proses penyelamatan tidak bisa langsung cepat.“Asher, bawa aku ke apartemen yang aku sewa selama aku di sini,” ucap Adeline pelan, tubuhnya bersandar di kursi, terlihat agak lemah.Dress yang Adeline pakai beruntung bukan dress tipis. Kalau saja wanita itu memakai dress tipis, dan menerawang sudah pasti di kala Asher menyelamatkannya, pakaian dalamnya akan terlihat.“Aku akan membawamu ke rumah sakit,” jawab Asher dingin, dengan tatapan fokus menatap ke depan, tanpa mau mengindahkan permintaan Adeline.“Asher, kau sangat keras kepala,” geru

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 50. Adeline Lebih Utama

    “Adeline!” teriak Asher seraya turun dari mobil, dan berlari menghampiri mobil Adeline yang menabrak pohon besar. Tampak jelas raut wajah pria itu menunjukkan kecemasan dan kepanikan.Saat tiba di samping mobil, Asher langsung membuka keras pintu mobil—di mana Nora duduk. Namun, sialnya pintu terkunci. Nora dari dalam mobil menggedor kaca, dan menggeleng panik—menandakan pintu mobil tidak bisa terbuka.Melihat isyarat dari Nora, membuat Asher langsung bertindak. Pria tampan itu langsung melayangkan tinju keras ke kaca mobil, tapi tentu tinjuan pertamanya tidak langsung berhasil membuat kaca itu pecah.Hujan turun cukup deras. Tinjuannya agak susah mengenai sasaran karena air hujan. Namun, Asher tak menyerah, dia bisa melihat Adeline di dalam mobil tampak lemah dengan darah di kepala wanita itu. Dia kini kembali meninju kaca makin kencang—dan berhasil. Kaca mobil itu pecah, lalu Asher berusaha membuka pintu mobil. “Ya Tuhan, terima kasih, Tuan Lennox,” seru Nora di kala berhasil keluar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status