Beranda / Romansa / Saat Aku Melepasmu / Bab 4. Orang yang Sama, Tapi Semua Berubah

Share

Bab 4. Orang yang Sama, Tapi Semua Berubah

Penulis: Abigail Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-26 04:06:05

Adeline tak bergerak sedikit pun. Tubuhnya membeku dengan pancaran mata menunjukkan jelas rasa terkejut, panik, cemas, dan rindu yang tak bisa terucapkan. Dia bahkan sampai menggelengkan kepala pelan, meyakinkan bahwa apa yang dia lihat ini mimpi.  

Ruangan itu seakan benar-benar tak memiliki pasokan oksigen. Adeline bahkan kini merasa tak bisa bernapas. Terlalu sesak—membuat paru-parunya seakan penuh dengan kumpulan air. Oh, ini gila. Dia tak lagi bisa berpikir jernih.

Pria yang ada di hadapan Adeline sangat jelas. Dia adalah pria yang memberikan luka amat dalam padanya. Namun, kenapa semesta mengajaknya bercanda dengan mempertemukannya kembali dengan pria yang sampai detik ini dirinya upayakan mati-matian untuk melupakan.

Saat Adeline tenggelam akan pandangannya, pria itu jelas mulai menyadari kehadiran sosok Adeline. Tampak tatapan mata pria itu menyorot menatap Adeline penuh keterkejutan nyata. Ruangan itu cukup penuh dengan banyak orang, tetapi atmosfer—seakan menunjukkan di ruangan itu hanya ada Adeline dan dirinya.

Mereka saling bertatap dalam. Tatapan yang memiliki jutaan arti di balik aura wajah yang memancarkan jelas keterkejutan. Tenggorokan mereka seakan sama-sama tercekat, tak mengeluarkan kata apa pun.

AC dingin merayapi setiap sudut ruangan itu, tetapi kenyataannya meski ruangan dingin, ada dua insan yang saling merasakan ada bara api yang berada di sekeliling mereka. Bara api panas timbul dari suasana pertemuan yang seharusnya tak kembali ada.

“Tuan Lennox, terima kasih atas kedatangan Anda,” sapa Cole Blake, sang produser, memberikan senyuman sopan pada investor yang berdiri di hadapannya.

Asher Lennox tetap bergeming tak bergerak apa pun. Bahkan sapaan sang produser, masih belum dia jawab. Pria tampan itu masih menatap dalam sosok wanita di depannya. Wanita yang sudah lama tak lagi dia temui.

“Tuan Lennox, perkenalkan wanita cantik di depan Anda adalah Adeline Hart, artis yang baru-baru ini menyabet penghargaan artis wanita terbaik di Prancis,” ujar Cole Blake, memperkenalkan Adeline.

Tak ada kata yang diucapkan oleh Asher. Pria tampan itu tetap diam, dengan raut wajah yang sulit untuk diartikan. Telinganya mendengar jelas ketika Cole memperkenalkan sosok Adeline. Bahkan perkenalan singkat tentang Adeline—bagaikan sebuah teka-teki yang berputar di kepalanya.

“Adeline, di depanmu adalah Tuan Asher Lennox. Beliau adalah investor besar di Luxe Vision Entertainment,” ujar Cole memperkenalkan Asher Lennox sebagai investor.

Adeline berusaha melukiskan senyuman anggun di wajahnya. Sangat terpaksa. Senyuman yang sebenarnya tak ingin dia lukiskan. Namun, jika dia memasang wajah dingin, dia khawatir akan menimbulkan sebuah kecurigaan.

“Selamat malam, Tuan Lennox. Suatu kehormatan untuk saya bisa bertemu dengan Anda,” ucap Adeline dengan formal, dan tetap sopan.

Asher tetap diam, menatap Adeline dengan penuh maksud. Detik selanjutnya, pria tampan itu mengangguk, berusaha untuk tenang. Rasa terkejut memang mengguncang, tetapi dia tak ingin ada orang yang curiga.

“Baiklah, aku rasa kita bisa memukai makan malam. Pelayan sudah menghidangkan makan malam kita. Mari kita duduk,” ajak Cole, sopan pada semua orang.

Semua orang setuju, mereka duduk di tempat yang sudah disediakan. Adeline berusaha untuk mengambil tempat yang jauh dari Asher, tetapi sayangnya Cole malah memerintahkannya untuk duduk di dekat Asher. Hal ini membuat Adeline menjadi tak nyaman.

“Tuan Lennox, terima kasih sudah datang ke Paris. Apa Anda akan lama di kota ini?” tanya Cole sembari menikmati makanan yang terhidang.

“Tidak akan lama,” jawab Asher dingin.

Cole mengangguk. “Ah, benarkah? Aku pikir akan lama. Kebetulan tim Luxe Vision Entertainment akan kembali ke New York di akhir bulan ini.”

“Good. Selesaikan saja dulu pekerjaan kalian di sini,” jawab Asher tetap dingin.

Cole tersenyum sopan. “Tuan, saya pikir Anda datang bersama dengan istri Anda.”

Basa-basi Cole sukses membuat raut wajah Adeline berubah. Wanita cantik itu menikmati steak lezat di restoran itu, tetapi rasanya terasa pahit bahkan seakan dirinya seperti menelan racun. Bukan karena rasa makanan di restoran itu tak enak. Jelas makanan di restoran itu enak. Hanya saja rasa pahit yang muncul, akibat mendengar ucapan Cole.

Adeline tampak menunjukkan senyuman paksaan. Dia tahu bahwa pasti Asher sudah menikah lagi. Pengkhianatan yang diberikan pria itu membuatnya harusnya ingat bahwa dirinya tak sama sekali penting. Empat tahun berpisah itu adalah waktu yang lama. Jadi, sangat wajar jika Asher kembali memulai kehidupan baru dengan wanita lain.

“Aku hanya berdua dengan asistenku,” jawab Asher sambil mengambil gelas wine di hadapannya, dan menyesap perlahan.

Cole mengangguk. “Tuan, proyek film ini akan memakan banyak dana. Syuting akan diadakan dibeberapa negara. Tapi syuting pertama akan ada di New York sekitar satu minggu.”

“Kau atur saja. Aku percaya dengan Luxe Vision Entertainment,” jawab Asher lagi sambil meletakan gelas wine, dan tetap menunjukkan aura wajah dingin.

Adeline duduk di samping Asher. Setiap gerak gerik wanita itu mampu dilihat di ekor mata Asher. Dia tahu bahwa sejak tadi Adeline menunjukkan kegelisahan. Namun, Adeline terlalu hebat dalm berakting, hingga orang lain tak sadar.

Percakapan proyek film kembali dibahas. Adeline menjawab hanya singkat, sedangkan Nora menggebu-gebu akan proyek ini. Cole menjelaskan dengan detail, dan Asher mendengarkan walau tak sepenuhnya.

Asher duduk di tempatnya, mendengarkan dengan baik ucapan Cole, tapi pria itu tak fokus. Sebab, fokusnya teralihkan di kala dirinya kembali melihat sang mantan istri.

Makan malam berakhir. Semua staff Luxe Vision Entertainment tampak sibuk dengan urusan mereka. Beberapa ada yang mendokumentasikan mengambil video dan gambar. Sementara Cole pamit keluar untuk menjawab panggilan telepon. Pun Nora menjawab telepon—yang kebetulan ponselnya juga berdering bersamaan dengan ponsel Cole.

Hanya tinggal Asher dan Adeline. Mereka duduk berdampingan. Belum ada kata yang terucap. Mereka sama-sama tenggelam dengan fakta ini. Keterkejutan yang membentang—membuat mereka seakan belum bisa untuk mengeluarkan kata.

“Kau sekarang menjadi artis,” ucap Asher dingin, memulai percakapan.  

“Seperti yang kau lihat,” balas Adeline tetap tenang.

“Lama tidak melihatmu di New York, ternyata kau di Paris,” ucap Asher lagi.

Adeline mengatur napasnya, mencoba untuk tenang. “Paris adalah kota yang indah. Aku suka berada di sini.”  

“Kenapa harus menjadi seorang artis?” tanya Asher tiba-tiba.

“Apa ada yang salah menjadi seorang artis?” balas Adeline tenang.

“Tidak ada yang salah. Hanya tidak cocok,” kata Asher lagi.

Kening Adeline mengerut. “Baru hanya kau yang bilang tidak cocok. Semua orang yang aku jumpai di Paris, mereka bilang aku sangat cocok menjadi seorang artis.”

“Artis hanya menjual fisik, bukan otak,” ucap Asher sarkas.

Adeline tersenyum, mendengar kalimat sarkas Asher. “Aku di sini harus bisa bicara dalam Bahasa Prancis. Aku di sini dituntut pandai berakting dengan siapa pun. Aku di sini harus cerdas dalam berpenampilan dan menjaga fisikku. Kau bilang hanya menjual fisik? Aku rasa kau salah besar. Bisa Bahsa Prancis artinya membutuhkan otak yang cerdas, bukan? Bisa berakting, menghafal script, dan memikirkan penampilan serta fisik juga harus memiliki keterampilan ide, bukan? Artis adalah pekerja seni, bukan pelacur, Tuan Lennox.”

Asher tampak tersenyum sinis. “Kau sudah bisa menjawabku, Adeline. Gemerlap kehidupan para artis sepertinya sudah mengubahmu.”

“Kau salah. Aku berubah bukan gemerlap kehidupan para artis. Aku berubah, karena banyaknya badai kehidupan yang aku lalui, Tuan Lennox,” ucap Adeline lugas, dan penuh percaya diri.

Asher menatap dingin Adeline.

“Maaf, sepertinya aku harus lebih dulu pulang. Aku permisi,” pamit Adeline sambil bangkit berdiri, dan melangkah meninggalkan Asher.

Nora yang baru saja selesai menjawab telepon terkejut di kala Adeline sudah keluar dari restoran. “Wait, Adeline! Kenapa kau meninggalkanku?” serunya buru-buru, mengambil tas, dan berlari mengjar Adeline.

Cole yang juga baru selesai meenjawab telepon, tampak terkejut di kala Adeline sudah pulang. “Tuan Lennox, Adeline sudah pergi?” tanyanya pada Asher.

Asher mengangguk. “Ya, sepertinya ada pekerjaan penting yang harus dia selesaikan sampai harus pulang duluan.”

“Ah, begitu.” Cole manggut-manggut.

Asher menatap dingin bayang-bayang Adeline, yang mulai lenyap dari bayangannya. Kilat matanya memancarkan rasa kesal, di kala menyadari perubahan Adeline. Ini bukan hanya sedikit perubahan, tetapi ini adalah perubahan total.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anugrah
seru...... wanita punya harga diri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 24. Menikmati Kehidupan

    Aroma anggur mahal tercium memenuhi ruang kerja mewah yang tertata sempurna. Suara jarum jam terdengar misterius, memecahkan keheningan. Asher berdiri di jendela besar, menatap hamparan gedung-gedung bertingkat tinggi.Aura wajah pria tampan itu memancarkan emosi yang tak bisa tertahankan. Namun, dia tak bisa meledakan amarah. Hanya geraman emosi di dalam dada yang menyesakkannya.“Tuan, apa Anda ingin saya jadwalkan kembali ke New York dalam waktu dekat?” tanya Paul, hati-hati. Sudah sejak tadi, dia berada di ruang kerja Asher. Tidak ada percakapan apa pun. Hanya keningan yang membuatnya jelas bingung. Ini kalimat pertama yang Paul ucapkan, setelah dirnya dan Asher tiba di pentouse.“Aku akan tetap di sini,” jawab Asher dingin, dan menusuk.Paul menggaruk tengkuk lehernya. “Tuan, tapi—”“Siapa pria bernama Raphael Duret? Kenapa dia berani sekali tadi menyela ucapanku?!” Asher melontarkan pertanyaan tajam, tak mengindahkan ucapan Paul.Paul terdiam sejenak, sedikit agak bingung. “Raph

  • Saat Aku Melepasmu   Bba 23. Ajakan Raphael Duret

    “Adeline, kau benar-benar sangat beruntung. Jujur, aku tidak menyangka pemeran utama pria yang menjadi lawan mainmu difilm ini adalah Raphael Duret. Dia itu aktor terkenal yang banyak dipuja wanita. Kau tahu? Namamu bisa akan makin terkenal. Aku suka cara berpikir Cole. Apalagi tadi Cole sampai menyarankan kau dan Raphael untuk membangun chemistry. Itu luar biasa. Ide Cole cemerlang. Film ini, aku jamin akan laris dipasaran. Dan akan banyak orang yang mengidolakanmu dan Raphael sebagai pasangan sempurna.”Nora berceloteh dengan raut wajah ceria sambil mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Pertemuan membahas film telah berakhir. Setelah Asher Lennox pergi, tak lama pertemuan diakhiri oleh Cole Blake. Pun pembahasan inti film telah usai. Jadi, memang tak ada alasan untuk tetap berada lama di restoran.Saat Nora berceloteh tanpa henti, Adeline memilih diam dengan tatapan lurus ke depan. Wanita cantik itu seakan menunjukkan bahwa ada hal yang mengusik ketenangan jiwanya. Namun, lida

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 22. Kebohongan Demi Proyek Film

    Restoran yang dipilih Cole Blake sangat privat. Bisa dibilang restoran ini sudah dibooking untuk acara pembahasan film. Tamu tak undang tak bisa masuk ke restoran. Ada alasan khusus, tentunya agar proyek film ini bisa dibahas secara pribadi. Hanya orang-orang yang terlibat di dalam proyek film ini saja yang bisa mendengar.Adeline duduk dengan tenang dan anggun tepat di samping Nora. Raphael yang merupakan pemeran utama pria duduk tepat di ujung di dekat Cole. Sementara Asher duduk di seberang Adeline—dengan aura wajah dingin, memancarkan rasa kesal dan penuh arogan.“Syuting film ini akan dilakukan dibeberapa negara. Pertama kali akan diadakan di New York. Perkiraan di New York selama satu minggu. Adegan-adegan penting akan diinfokan di skrip ke para pemeran. Tapi, saya minta setelah proses film ini selesai para pemeran harus sangat gencar dalam membantu memasarkan film ini,” kata Cole Blake sambil menatap semua orang yang hadir.“Aku sudah membaca inti cerita di novel yang diangkat

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 21. Bertemu Pemeran Utama Pria di Proyek Film

    Mobil Nora meluncur membelah kota dengan kecepatan sedang. Terik sinar matahari menyinari, tampak begitu memukau. Menara Eiffel terlihat berdiri megah—dan banyak turis di sekitar yang menikmati pemandangan.Adeline duduk dengan tenang di kursi penumpang, dan di sampingnya adalah Nora yang mengemudikan mobil. Hari ini, setelah mendapatkan kabar Asher tidak lagi mempersulit, Cole Blake langsung mengadakan pertemuan penting. Entah dipertemuan ini ada Asher atau tidak, yang pasti Adeline hadir dipertemuan khusus untuk proyek film.Bohong jika Adeeline bisa menganggap Asher seperti orang lain. Tentu tatapannya tak bisa demikian. Hal yang bisa dia lakukan adalah berpura-pura di hadapan semua orang bahwa Asher hanyalah orang yang baru dia kenal. Tidak lebih.“Adeline, nanti Cole akan membahas cukup banyak adegan penting difilm termasuk dengan pemasaran,” kata Nora mengingatkan.Adeline mengangguk, dan tak bersuara apa pun. Menurutnya anggukkan sudah menjadi jawaban atas apa yang Nora katakan

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 20. Berubah Pikiran Dalam Waktu Singkat

    Meja makan tak pernah hening. Sarapan pagi selalu ditemani dengan kembar yang bernyanyi-nyanyi sambil menikmati sarapan mereka. Anak kembar itu tampak selalu ceria—dan menunjukkan mereka tak pernah tahu bahwa ada kekacauan di sekitar mereka. Tentu semua itu karena Adeline selalu menutup rapat, agar kembar tidak tahu apa pun.Adeline duduk di kursi meja makan sambil menatap hangat kembar yang bersenandung riang di pagi hari. Anak kembarnya itu sudah tampan dan cantik memakai pakaian sekolah yang lengkap. Rambut Aurelia dikuncir kuda—menunjukkan pipi bakpau yang menggemaskan.Sementara Leo tampak rapi dengan potongan rambut yang menunjukkan seolah bocah laki-laki itu anak bangsawan. Ya, Adeline sangat pintar mengurus si kembar. Bahkan penampilan kembar sangat diperhatikan. Wanita itu tak mau sembarang memberikan hal-hal yang menurutnya penting.Saat melamun, Adeline tetap mencoba tenang. Pikirannya mulai agak kacau sejak bertemu lagi dengan Asher. Wanita cantik itu sadar bahwa malapetak

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 19. Fakta yang Harus Mampu Diterima

    Aroma alkohol begitu kuat melebur bersamaan dengan tembakau. Kepulan asap yang sempat memenuhi ruangan, tetapi kepulan asap itu hanya sebentar, dan lenyap bagaikan tak pernah ada. Hanya tinggal aroma yang melebur bersamaan dengan aroma alkohol yang kuat.Asher duduk di kursi kebesarannya yang ada di ruang kerjanya, dengan aura wajah penuh amarah dan sorot mata tajam layaknya seperti ingin membunuh. Pria tampan itu terlihat ingin meledakan amarah, tetapi sejak tadi dia mati-matian menahan diri.Tangan kokohnya mencengkeram kuat gelas sloki. Kukunya sudah memutih akibat dia menekan sloki kuat. Jika tekanan makin kuat, bisa dipastikan sloki itu akan hancur lebur. Sekali lagi, pria tampan itu benar-benar berusaha keras meredam amarah yang membakar dirinya. Beberapa menit lalu, Adeline baru saja pergi dari hadapannya, tetapi dia seakan merasa bahwa bayang-bayang wanita itu masih di depannya. Gejolak api amarah sudah tak tertahankan. Semua bermula dari ucapan Adeline—yang seakan sukses me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status