Sedangkan Mika dan Rita yang ditunjuk dan ditagih hutang seperti itu seketika berwarna merah mukanya menahan malu. Karena Rita sudah terlanjur berkoar koar pada tetangga jika acara aqiqahan ini adalah uang yang diberi oleh suaminya.
Aliyah berjalan dengan langkah panjangnya, tangan kirinya memegang Rani anak sulungnya, sedangkan tangan kanannya memegang Yuli anak bungsunya. Aliyah berjalan sembari menggerutu. Dia masih tak habis pikir dengan kedua saudaranya itu, baginya urusan rumah tangganya adalah urusan dia dengan suaminya sendiri. Meskipun sekarang miskin toh selama ini dia dan suaminya tidak pernah menyusahkan orang, susah dan senang Aliyah dan Amar rasakan sendiri.
Setibanya Aliyah di rumah ternyata suaminya Amar juga sudah ada di rumah, hal itu membuat Aliyah keheranan karena ini masih sore, baru sekitar jam lima sore. Sedangkan suaminya baru saja berangkat tadi setengah dua siang tadi.
Tergesa-gesa Aliyah menghampiri suaminya, karena dirinya khawatir terjadi sesuatu pada suaminya itu.
"Lho, Mas, kok sudah pulang?" Amar yang mendengar suara istrinya pun menoleh.
"Kamu, Dek, bikin kaget aja, orang mah dateng dateng salam kek," ucap Amar pada istrinya itu
"Hehehehe, iya Mas maaf, habisnya aku kaget baru jam segini kok kamu sudah pulang, ini 'kan masih jam lima?"
"Iya, Dek, alhamdulillah tadi ada yang borong dagangan Mas , dagangan Mas langsung ludes diborongnya. Katanya mie ayam punya Mas enak, Dek, makanya diborong," jelas Amar pada Aliyah.
"Yang bener, Mas? Alhamdulillah, terima kasih ya Allah atas rezekimu hari ini," ucap Aliyah dengan mata berbinar.
"Emang siapa yang borong dagangan Mas?" tanyanya lagi.
"Tadi ada orang lagi syuting di desa sebelah sana, Dek, pas Mas lewat mereka berhentiin Mas. Tadinya cuma dua orang yang beli dagangan Mas, terus kata mereka enak. Nah, mereka ngasih tau temannya katanya mie ayam buatan mas enak, akhirnya semua yang ada di sana beli dagangan Mas deh. Oh iya besok juga mereka minta Mas untuk datang kesana lagi, Dek, mereka di sana sampai kurang lebih dua minggu Dek, dan selama itu mereka minta Mas mangkal disana, Dek."
"Wah, yang bener, Mas? Alhamdulillah ya, Mas, kita diberi rezeki oleh Allah, aku seneng banget deh, Mas."
"Ini semua berkat kamu istri Mas yang cantik ini, semua karena doa kamu. Kamu yang tak pernah lelah menemani Mas. Padahal jika kamu mau dengan kondisi Mas yang seperti ini, kamu bisa saja meninggalkan Mas. Mas takut kamu gak bahagia hidup dengan Mas yang serba kekurangan. Sedangkan kamu terbiasa hidup enak dengan orang tuamu."
Aliyah langsung memeluk suaminya.
"Mas jangan begitu, namanya suami istri ya harus melewati susah senang bersama, selama Mas masih bertanggung jawab dan bekerja keras, tidak ada alasanku untuk meninggalkan mas. Yang terpenting buatku, jaga selalu hati Mas untuk aku dalam keadaan apa pun, baik itu dalam keadaan susah maupun senang."
"Iya, Dek makasih ya, eh ngomong-ngomong kok kamu sudah pulang, bukannya kamu lagi bantu-bantu di rumah Ibu?"
"Iya tadinya memang lagi bantu-bantu tapi, sekarang udah malas."
"Lho emang kenapa? Bantu orangtua dan saudara kok malas?"
"Ya abis Kak Rita dan Mika menghina, Mas, aku gak terima suamiku dihina. Ada hak apa mereka hina-hina Mas begitu." ucap Aliyah dengan bersungut-sungut.
"Terus lagi tuh si Rani sama si Yuli masa disiksa sama si Aldo."
Seketika Amar yang tadinya rebahan langsung duduk, kala mendengar ucapan istrinya.
"Apa maksudnya disiksa?" ucap Amar bingung.
Lalu mengalirlah cerita Aliyah dari mulai kakaknya dan adiknya yang menyuruhnya meninggalkan Amar, dan persoalan anaknya dengan keponakannya yang berebut mainan hingga Aldo menganiaya kedua anaknya dan dibalas oleh Aliyah.
Selama mendengarkan cerita Aliyah tanpa Aliyah sadari Amar selalu mengepalkan tangannya. Dadanya naik turun karena emosi. Orang tua mana yang tidak marah jika buah hati nya dihajar orang lain meskipun itu pamannya sendiri.
Akan tetapi, Amar mencoba bersabar, dia selalu berusaha bersabar di setiap masalah yang menimpa keluarganya.
Berbeda dengan Amar, jika Amar selalu bersabar dan terkesan diam saja ketika dihina, tidak dengan Aliyah. Aliyah adalah seorang yang frontal, jika dia suka maka akan bilang suka, jika tidak suka ya dia akan bilang tidak suka. Aliyah seorang yang menjunjung tinggi harga dirinya dan keluarganya, jika ada yang menginjak harga dirinya, maka Aliyah akan seperti singa yang baru bangun dari tidurnya. Tidak peduli siapa pun lawannya, meskipun itu saudaranya sendiri.
"Aku bener 'kan Mas udah ngelawan mereka?" ucap Aliyah setelah selesai bercerita pada suaminya.
"Mas senang, Adek selalu membela, Mas, Adek sudah membela harga diri, Mas, tapi Mas juga gak mau Adek berkelahi sama saudara, Mas takut dicap sebagai suami yang gak bisa didik istri."
"Ya tapi masa kita diam saja Mas dihina begitu, biar pun kita miskin tapi gak pernah tuh kita minta-minta apalagi minta sama mereka," ucap Aliyah yang tidak terima dengan nasehat suaminya. Aliyah kesal pada suaminya, kenapa suaminya selalu menjadi orang yang tertindas. Waktu di pabrik dulu juga begitu, lantaran fitnah dari temannya, akhirnya suaminya pun kena imbas phk massal. Lantaran phk massal itu memilih siapa karyawan yang tidak becus kerjanya, sedangkan suaminya sangat rajin bekerja tapi, karena fitnahan itu suaminya harus diphk juga.
Jika dulu Aliyah mendengarkan suaminya untuk diam dan bersabar tapi, tidak kali ini, dia akan membela mati-matian harga diri keluarga kecilnya.
"Dek, sssttt, dengarkan Mas, kita masih punya Allah, biarkan Allah yang membalas. Kita jangan buang-buang tenaga untuk hal seperti itu. Karena berkelahi dengan saudara juga membuat rezeki kita macet, Dek," ucap Amar sembari memegang kedua pipi Aliyah.
"Ya tapi Mas …."
"Cieeeee Bunda sama Ayah pacaran cieeeeee," celoteh kedua anak Aliyah dan Amar membuat wajah mereka berdua memerah.
"Kalian ini, kecil-kecil kayak yang tau arti pacaran aja," ucap Amar pada kedua putrinya sembari menjawil hidung mereka.
"Hihihi, tau lah, Yah, pacaran itu 'kan sayang-sayangan gitu, kayak ayah sama Bunda gitu."
"Iya tapi, pacaran setelah menikah, bukan pacaran sebelum menikah, karena pacaran sebelum menikah itu dilarang. Kalian harus mentaatinya, oke anak-anak Bunda!"
"Oke Bun," jawab kedua anaknya, dan mereka tertawa bahagia.
***
Terdengar suara pintu diketuk, ketika Aliyah dan kedua anaknya sedang melakukan sholat maghrib bersama. Sedangkan Amar melaksanakan sholat magrib di masjid.
Tok tok tok
Kembali lagi terdengar suara ketukan pintu.
Setelah selesai salam, Aliyah yang masih menggunakan mukena bergegas menuju ruang tamu dan membuka pintu, ternyata yang datang adalah Bi Marni, beliau adalah art di rumah ibu.
"Ya Bi ada apa?
"Itu, Non, dipanggil Bapak untuk datang ke rumah Bapak bersama Mas Amar."
"Oh, iya Bi, nanti saya sama Mas Amar kesana ya."
"Baik, Non, saya permisi dulu."
Setelah kepergian Bi Marni, Aliyah masuk kembali ke dalam rumahnya dan menunggu kepulangan suaminya dari masjid.
"Ada apa ya Bapak manggil aku sama Mas Amar kesana?" gumam Aliyah.
Rita berbicara dengan berapi-api. Emosi yang sudah lama ia pendam pada Vivi keluar sudah. Perasaan Vivi yang ia jaga bertahun-tahun lama nya kini terpaksa ia lontarkan. Habis sudah kesabarannya menghadapi anak dari almarhumah adiknya itu. Meskipun Rita tidak menampik jika dahulu memang Rita sempat berbuat jahat pada Aliyah dan Amar juga kedua anaknya. Akan tetapi, setidaknya Rita sudah benar-benar sadar juga kedua anak Rita ia didik dengan benar dan kini kedua anaknya menjadi anak yang penurut. Lalu, apa kurangnya kasih sayang yang Aliyah dan Amar berikan pada Vivi? Tidak! Tidak ada kurangnya mereka memberikan itu semua. Rita sebenarnya juga sadar jika semua ini terjadi juga karena adanya hasutan dari Aldo. Tapi, apakah sebagai seorang yang sudah beranjak dewasa Vivi tidak bisa berpikir jernih? Orang yang sudah memberinya air susu justru ia balas dengan memberinya air tuba. Sungguh ironis memang. "Vivi harus bagaimana agar mendapatkan maaf dari kalian semua. Vivi iri setiap kali
Begitu juga dengan Amar. Belasan tahun Amar mengarungi biduk rumah tangga bersama Aliyah menjadikan dirinya sosok suami dan Ayah yang cukup tegas. Jika dahulu saat disakiti maka Amar hanya bisa diam dan berpasrah tapi, tidak dengan kali ini. Amar akan melawan siapa pun yang berusaha menyakiti keluarganya. Maka diputuskan meskipun dengan berat hati bahwa mereka akan melaporkan Vivi pada lembaga hukum. Vivi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan sekarang Rita lah yang akan menyeret sang keponakan ke kantor polisi sebab jika Aliyah dan Amar yang datang ditakutkan jika mereka berdua tidak akan tega saat melihat derai air mata Vivi. Beruntung Aliyah dan Amar mau mendengarkan usulan dari sang kakak. "Selamat siang, Bu. Maaf dengan siapa?" tanya pak Cokro pada Rita saat dirinya baru mendaratkan bokongnya di kursi. Rita yang baru saja memaki-maki Vivi pun napasnya masih tersengal-sengal karena terlampau emosi menghadapi anak tak tahu diri itu. "Saya Rita, Pak. Kebetulan saya juga
Ketakutan jelas terpancar dari sorot matanya yang seolah-olah berbicara untuk meminta Reno berhenti dan tidak melaporkan masalah itu ke dekan kampus. Namun, Reno tidak menghiraukan itu. Reno terus menyeret gadis dengan kulit eksotis itu menuju ruang dosen agar Vivi diberi hukuman yang setimpal. "Reno, please jangan laporin aku ke polisi. Aku minta maaf aku khilaf," hiba Vivi pada Reno tapi, pria itu bergeming. Ia sama sekali tidak menjawab kalimat yang dilontarkan Vivi hingga membuat Vivi bertambah ketakutan. Terlebih lagi mereka kini sudah berdiri di depan pintu ruangan dekan. "Reno, Reno tolong jangan laporin aku. Aku janji setelah ini gal akan lagi mengganggu atau pun menyakiti Rani.""Tutup mulutmu! Perbuatanmu harus kamu pertanggungjawabkan. Seenaknya saja mau lepas tangan!" hardik Reno yang membuat bibir gadis manis itu tertutup rapat. Hanya isak tangisnya yang masih terdengar meski lirih.Akhirnya kini baik Vivi maupun Reno sudah berada di ruangan rektor. Wajah Vivi terlihat
"Wah, cucu baru Nenek sudah pulang. Siapa ini namanya?" ujar bu Sri sembari mengambil alih anak bayi Aliyah dari gendongan Aliyah. "Oh iya siapa nama anak kamu ini, Al?" timpal Rita. "Narendra Akbar Amrani. Panggilannya Akbar.""Wah bagus sekali namanya cucu Nenek. Semoga jadi anak yang sholeh dan mampu melindungi keluarga ya le," ujar bu Sri mendoakan Akbar yang juga diamini oleh Aliyah dan Rita. "Kak, tadi lagi masak? Ini bau gosong." Aliyah menghembus-hembus bau yang menyeruak hidungnya. Begitu pun yang Rita lakukan hingga akhirnya Rita terpekik dan berlari kilat ke arah dapur. Semua yang ada di ruang keluarga kecuali Amar pun mengikuti Rita dari belakang hingga akhirnya mereka sampai di dapur mereka pun tertawa terbahak sebab melihat penampakan ayam panggang yang Rita buat yang seharusnya berwarna coklat justru menjadi warna hitam legam."Yah, gosong deh." Sontak semua yang ada di sana pun tergelak melihat ayam yang sudah tidak berbentuk lagi. ***"Reno!" Reno yang sedang berb
Uang yang Vivi serahkan pada Aldo dan katanya akan digunakan untuk berjualan sembako justru malah aldo gunakan untuk berjudi. Apakah Aldo menang? Oh tentu tidak. Tentu saja bandar tidak mau rugi. Permainan dibuat sedemikian rupa sehingga terlihat natural dan memang murni tidak kepiawaian pemain dalam memainkannya padahal sudah jelas bandar sudah mengatur sedemikian rupa dari misalnya dua puluh kali taruhan maka akan diberi kesempatan menang bagi pemain hanya sekali dan itu pun pemain hanya memenangkan uang yang tidak seberapa jika ditotal dalam dua puluh kali bermain dan satu kali menang uangnya jauh lebih besar yang dikeluarkan daripada yang dimenangkan. Itulah dahsyatnya bisikan dan godaan syetan. Bagi manusia yang lemah imannya seperti Aldo akan diberi kesempatan untuk satu kali menang setelah itu dia akan ketagihan dan terus menerus untuk kembali melakukan judi. Sudah banyak buktinya orang yang hobi berjudi tidak akan pernah ada manfaat dalam hidupnya. Justru yang ada hanyalah ke
"Sudah aku usir." ucap Rita yang membuat Aliyah juga Amar tersentak dan langsung menatap Rita seolah-olah meminta penjelasan. Sedangkan bu Sri dan pak Darto sudah Rita ceritakan sebelumnya hingga mereka sudah tidak terkejut lagi. "Kakak usir? Kenapa?""Ya Kakak gak suka aja lihat kamu di sini karena dia eh dianya di sana ketawa ketiwi sambil main ponsel. Keponakan macam apa itu. Lagian biarkan saja dia pergi dan menyusul si cunguk Aldo itu biar dia tahu betapa gak enaknya hidup gak punya uang. Sudah bagus dikasih tumpangan dan disekolahin tinggi eh malah berulah dan gak tahu terima kasih," gerutu Rita. "Ya tapi masa diusir, Kak. Kan kasihan, kalau Aldo ternyata gak bertanggung jawab gimana. Kita semua tahu gimana perangai Aldo yang asli.""Ya biarkan saja, biar tahu rasa. Dia kira dia hebat bisa hidup tanpa kamu. Kita lihat sja tph kalau dia sudah tidak kuat dia akan kembali lagi ke rumah kamu.""Apa yang Kak Rita katakan ada benarnya juga, Dek. Anggap saja itu sebagai pelajaran ba
"Kemana?""Lha katanya mau jatah yaudah ke kamar lah kemana lagi.""Yess, terima kasih sayangku.""Eh, tunggu, Dek. Si Aliyah lagi berjuang di rumah sakit kok kita malah skidi pap di rumahnya apa gak kurang ajar ya?" tanya Raka yang membuat langkah Rita terhenti. "Kamu belum tahu? Aliyah dan bayinya selamat. Keduanya sehat walafiat hanya tinggal pemulihannya saja.""Kamu tahu dari mana?" "Barusan tadi Amar kasih kabar kalau anaknya sudah lahir jenis kelaminnya laki-laki. Dan sekarang Aliyah sudah dipindahkan ke ruang perawatan sedangkan bayinya masih harus di inkubator dulu sebab prematur.""Wah, baby boy. Kalau kita kapan lagi, Dek?" Raka menaik turunkan alisnya sembari tersenyum jahil pada Rita. "Apaan sih. 'Kan kita udah punya sepasang. Bella sama Rayhan." "Yah nambah satu lagi 'kan gak ada salahnya, Dek.""Maunya. Aku yang capek urus anak. Kamu mah enak bikinnya doang.""Yee aku juga ikut bantu kali, Dek. Ayo kalau gitu gak perlu sungkan lagi mari kita produksi adik buat Bella
Amar pun hanya bisa pasrah. Yang terpenting adalah keselamatan Aliyah dan juga anak yang dikandungnya. Selagi Dokter dan perawat menangani Aliyah. Amar segera menghubungi Rita untuk mengabarkan jika Aliyah berada di rumah sakit. Ia ingin minta tolong pada Rita untuk menjaga kedua anaknya di rumah terutama Rani. Sebab Amar takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan saat dirinya tidak ada di rumah. ***"Kamu itu ya, dulu mamamu yang nyusahin, sekarang gantian kamu yang nyusahin!" hardik Rita pada Vivi. Saat ini Rita memang sudah berada di rumah Aliyah. Tentunya ia bersama Raka tanpa anaknya. Awalnya Rita terkejut saat Amar memberi kabar jika Aliyah akan melahirkan sebab yang Rita tahu Aliyah masih lama waktu untuk melahirkan. Setelah Amar menceritakan apa yang sudah terjadi. Akhirnya Rita dan Raka pun bergegas menuju rumah Aliyah dengan perasaan yang tidak bisa digambarkan. Sesampainya di rumah Aliyah tentu saja Rita menuju kamar Vivi di man Vivi tengah asik tertawa saat melihat m
"Kenapa kau lakukan itu pada Rani? Dia saudaramu Vivi!" "Di sudah merebut pacarku!" "Pacar? Pacar yang mana? Setau Bude Rani hanya dekat dengan satu orang pria yakni Reno.""Ya itu pacar aku!" "Reno? Pacar kamu? Sejak kapan? Baru kemarin malam Reno mengantar Rani pulang dan mengaku pada Bude dan Pakde kalau dia adalah pacar Rani bukan pacar kamu.""Ya tapi aku suka sama Reno Bude!""Suka? Terus Reno nya suka sama kamu enggak? Kalau enggak itu namanya bukan pacar kamu, lalu apa hak kamu menyakiti Rani?""Ya karena Rani enggak mau dengerin aku buat menjauh dari Reno.""Kenapa enggak kamu suruh saja si Reno yang menjauhi Rani? Kenapa kamu malah nyerang Rani?""Bude kenapa sih selalu saja membela Rani. Apa karena Rani anak Bude sedangkan aku hanya keponakan makanya Bude membedakan kami?""Dengar ya Vivi, mau itu anak Bude atau keponakan, Bude berada di pihak yang benar. Sedangkan di sini kamu salah! Kalian itu masih sekolah masih waktunya belajar kenapa harus berebut cowok seperti ini!