Share

Bab 3

Sedangkan Mika dan Rita yang ditunjuk dan ditagih hutang seperti itu seketika berwarna merah mukanya menahan malu. Karena Rita sudah terlanjur berkoar koar pada tetangga jika acara aqiqahan ini adalah uang yang diberi oleh suaminya.

Aliyah berjalan dengan langkah panjangnya, tangan kirinya memegang Rani anak sulungnya, sedangkan tangan kanannya memegang Yuli anak bungsunya. Aliyah berjalan sembari menggerutu. Dia masih tak habis pikir dengan kedua saudaranya itu, baginya urusan rumah tangganya adalah urusan dia dengan suaminya sendiri. Meskipun sekarang miskin toh selama ini dia dan suaminya tidak pernah menyusahkan orang, susah dan senang Aliyah dan Amar rasakan sendiri.

Setibanya Aliyah di rumah ternyata suaminya Amar juga sudah ada di rumah, hal itu membuat Aliyah keheranan karena ini masih sore, baru sekitar jam lima sore. Sedangkan suaminya baru saja berangkat tadi setengah dua siang tadi.

Tergesa-gesa Aliyah menghampiri suaminya, karena dirinya khawatir terjadi sesuatu pada suaminya itu.

"Lho, Mas, kok sudah pulang?" Amar yang mendengar suara istrinya pun menoleh.

"Kamu, Dek, bikin kaget aja, orang mah dateng dateng salam kek," ucap Amar pada istrinya itu 

"Hehehehe, iya Mas maaf, habisnya aku kaget baru jam segini kok kamu sudah pulang, ini 'kan masih jam lima?"

"Iya, Dek, alhamdulillah tadi ada yang borong dagangan Mas , dagangan Mas langsung ludes diborongnya. Katanya mie ayam punya Mas enak, Dek, makanya diborong," jelas Amar pada Aliyah.

"Yang bener, Mas? Alhamdulillah, terima kasih ya Allah atas rezekimu hari ini," ucap Aliyah dengan mata berbinar.

"Emang siapa yang borong dagangan Mas?" tanyanya lagi.

"Tadi ada orang lagi syuting di desa sebelah sana, Dek, pas Mas lewat mereka berhentiin Mas. Tadinya cuma dua orang yang beli dagangan Mas, terus kata mereka enak. Nah, mereka ngasih tau temannya katanya mie ayam buatan mas enak, akhirnya semua yang ada di sana beli dagangan Mas deh. Oh iya besok juga mereka minta Mas untuk datang kesana lagi, Dek, mereka di sana sampai kurang lebih dua minggu  Dek, dan selama itu mereka minta Mas mangkal disana, Dek."

"Wah, yang bener, Mas?  Alhamdulillah ya, Mas, kita diberi rezeki oleh Allah, aku seneng banget deh, Mas."

"Ini semua berkat kamu istri Mas yang cantik ini, semua karena doa kamu. Kamu yang tak pernah lelah menemani Mas. Padahal jika kamu mau dengan kondisi Mas yang seperti ini,  kamu bisa saja meninggalkan Mas. Mas takut kamu gak bahagia hidup dengan Mas yang serba kekurangan. Sedangkan kamu terbiasa hidup enak dengan orang tuamu."

Aliyah langsung memeluk suaminya.

"Mas jangan begitu, namanya suami istri ya harus melewati susah senang bersama, selama Mas masih bertanggung jawab dan bekerja keras, tidak ada alasanku untuk meninggalkan mas. Yang terpenting buatku, jaga selalu hati Mas untuk aku dalam keadaan apa pun, baik itu dalam keadaan susah maupun senang."

"Iya, Dek makasih ya, eh ngomong-ngomong kok kamu sudah pulang, bukannya kamu lagi bantu-bantu di rumah Ibu?"

"Iya tadinya memang lagi bantu-bantu tapi, sekarang udah malas." 

"Lho emang kenapa? Bantu orangtua dan saudara kok malas?"

"Ya abis Kak Rita dan Mika menghina, Mas, aku gak terima suamiku dihina. Ada hak apa mereka hina-hina Mas begitu." ucap Aliyah dengan bersungut-sungut.

"Terus lagi tuh si Rani sama si Yuli masa disiksa sama si Aldo." 

Seketika Amar yang tadinya rebahan langsung duduk, kala mendengar ucapan istrinya.

"Apa maksudnya disiksa?" ucap Amar bingung.

Lalu mengalirlah cerita Aliyah dari mulai kakaknya dan adiknya yang menyuruhnya meninggalkan Amar, dan persoalan anaknya dengan keponakannya yang berebut mainan hingga Aldo menganiaya kedua anaknya dan dibalas oleh Aliyah.

Selama mendengarkan cerita Aliyah tanpa Aliyah sadari Amar selalu mengepalkan tangannya. Dadanya naik turun karena emosi.  Orang tua mana yang tidak marah jika buah hati nya dihajar orang lain meskipun itu pamannya sendiri.

Akan tetapi, Amar mencoba bersabar, dia selalu berusaha bersabar di setiap masalah yang menimpa keluarganya.

Berbeda dengan Amar, jika Amar selalu bersabar dan terkesan diam saja ketika dihina, tidak dengan Aliyah. Aliyah adalah seorang yang frontal, jika dia suka maka akan bilang suka, jika tidak suka ya dia akan bilang tidak suka. Aliyah seorang yang menjunjung tinggi harga dirinya dan keluarganya, jika ada yang menginjak harga dirinya, maka Aliyah akan seperti singa yang baru bangun dari tidurnya. Tidak peduli siapa pun lawannya, meskipun itu saudaranya sendiri.

"Aku bener 'kan Mas udah ngelawan mereka?" ucap Aliyah setelah selesai bercerita pada suaminya.

"Mas senang, Adek selalu membela, Mas, Adek sudah membela harga diri, Mas, tapi Mas juga gak mau Adek berkelahi sama saudara, Mas takut dicap sebagai suami yang gak bisa didik istri."

"Ya tapi masa kita diam saja Mas dihina begitu, biar pun kita miskin tapi gak pernah tuh kita minta-minta apalagi minta sama mereka," ucap Aliyah yang tidak terima dengan nasehat suaminya. Aliyah kesal pada suaminya, kenapa suaminya selalu menjadi orang yang tertindas. Waktu di pabrik dulu juga begitu, lantaran fitnah dari temannya, akhirnya suaminya pun kena imbas phk massal. Lantaran phk massal itu memilih siapa karyawan yang tidak becus kerjanya, sedangkan suaminya sangat rajin bekerja tapi, karena fitnahan itu suaminya harus diphk juga.

Jika dulu Aliyah mendengarkan suaminya untuk diam dan bersabar tapi, tidak kali ini, dia akan membela mati-matian harga diri keluarga kecilnya.

"Dek, sssttt, dengarkan Mas, kita masih punya Allah, biarkan Allah yang membalas. Kita jangan buang-buang tenaga untuk hal seperti itu. Karena berkelahi dengan saudara juga membuat rezeki kita macet, Dek," ucap Amar sembari memegang kedua pipi Aliyah.

"Ya tapi Mas …."

"Cieeeee Bunda sama Ayah pacaran cieeeeee," celoteh kedua anak Aliyah dan Amar membuat wajah mereka berdua memerah.

"Kalian ini, kecil-kecil kayak yang tau arti pacaran aja," ucap Amar pada kedua putrinya sembari menjawil hidung mereka.

"Hihihi, tau lah, Yah, pacaran itu 'kan sayang-sayangan gitu, kayak ayah sama Bunda gitu." 

"Iya tapi, pacaran setelah menikah, bukan pacaran sebelum menikah, karena pacaran sebelum menikah itu dilarang. Kalian harus mentaatinya, oke anak-anak Bunda!"

"Oke Bun," jawab kedua anaknya, dan mereka tertawa bahagia.

***

Terdengar suara  pintu diketuk, ketika Aliyah dan kedua anaknya sedang melakukan sholat maghrib bersama. Sedangkan Amar melaksanakan sholat magrib di masjid.

Tok tok tok

Kembali lagi terdengar suara ketukan pintu.

Setelah selesai salam, Aliyah yang masih menggunakan mukena bergegas menuju ruang tamu dan membuka pintu, ternyata yang datang adalah Bi Marni, beliau adalah art di rumah ibu.

"Ya Bi ada apa?

"Itu, Non, dipanggil Bapak untuk datang ke rumah Bapak bersama Mas Amar."

"Oh, iya Bi, nanti saya sama Mas Amar kesana ya."

"Baik, Non, saya permisi dulu."

Setelah kepergian Bi Marni, Aliyah masuk kembali ke dalam rumahnya dan menunggu kepulangan suaminya dari masjid.

"Ada apa ya Bapak manggil aku sama Mas Amar kesana?" gumam Aliyah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status