Share

Bab 4

Setelah kepergian Bi Marni, Aliyah masuk kembali ke dalam rumahnya dan menunggu kepulangan suaminya dari masjid.

"Ada apa ya Bapak manggil aku sama Mas Amar kesana?" gumam Aliyah.

Tidak lama kemudian, Amar pulang dari masjid, dan Aliyah pun menyampaikan perihal dipanggil Bapak untuk datang ke rumah orang tuanya.

Setelah bersiap-siap, Aliyah dan Amar bergegas menuju rumah pak Darto. Tidak lupa juga mereka mengajak kedua anaknya. Mereka ke rumah Pak Darto dengan menggunakan motor satu satunya milik mereka. Meskipun sudah butut tapi, mesinnya masih bagus karena Amar rajin merawatnya.

Setelah sampai di pelataran rumah Pak Darto,  Amar memarkirkan motornya di sebelah mobil mobil milik saudara istrinya dan juga orang tuanya. Sungguh pemandangan yang kontras, satu motor butut berjejer dengan tiga mobil mewah.

"Assalamualaikum," ucap Amar, Aliyah dan kedua anaknya serempak. 

Di sana sudah ada Pak Darto, Bu Sri, Mika dan Aldo, juga Rita yang tanpa suaminya. Karena suaminya katanya sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Sedangkan anak-anak Mika dan Rita seperti biasa sedang bermain.

"Waalaikumsalam," jawab mereka yang ada di sana serempak.

"Sini, Nduk, duduk! Amar sini duduk!" titah Bu Sri pada Amar dan Aliyah.

"Iya, Bu," jawab Amar dan Aliyah.

"Hmm, ngomong-ngomong ada apa kami dipanggil kemari Pak?" Aliyah membuka percakapan di antara mereka.

Sebelum menjawab, Bu Sri melirik Aliyah lalu kemudian melirik kedua anak Aliyah, seperti memberi kode jika anak kecil tidak boleh ada di antara mereka, karena ini urusan orang dewasa.

"Rani, tolong ajak Yuli bermain di teras dulu ya, Nak, Ayah sama Bunda mau bicara sama Nenek dan Kakek," ucap Aliyah pada anak sulungnya.

"Baik, Bun." Kemudian Rani pun mengajak Yuli untuk bermain di luar.

"Jadi gini, Bapak mau bicara sama kalian, terutama sama kamu Aliyah," ucap Pak Darto pada anak dan menantunya itu.

"Iya, Pak, silahkan. Bapak mau bicara apa? Kok kelihatannya serius sekali?" Kini Amar yang bersuara.

"Bapak mau ngomong, sebaiknya kalian berpisah saja," ucap Pak Darto sembari menatap tajam menantunya itu. Sedangkan di sebelahnya ada Mika, Rita dan Aldo dengan senyum sinis mereka.

Jederrrr

Bagai disambar petir rasanya Aliyah dan Amar mendengar ucapan Pak Darto.

"Astagfirullahaladzim, Pak nyebut! Bukannya tadi Bapak bilangnya cuma mau membahas soal pertengkaran Aliyah, mika dan Rita saja, lalu kenapa Bapak malah menyuruh anak kita bercerai dari suaminya, itu dosa, Pak!" 

Bu Sri membela Aliyah, Bu Sri tidak menyangka jika suaminya akan meminta anaknya untuk bercerai dengan suaminya.

"Diam kamu Bu! tidak usah ikut bicara, kamu cukup hanya melihat saja, ini semua wewenang aku!" hardik Pak Darto pada Bu Sri.

"Tapi itu dosa besar, Pak, merusak rumah tangga yang sedang baik-baik saja, haram hukumnya!" ucap Bu Sri sembari terisak.

"Alah tau apa kamu soal hukum agama, sudah sana kamu masuk ke belakang, mengganggu saja kamu, bukannya mendukung suami, malah menentang!" 

Mau tak mau Bu Sri menuruti perintah suaminya, suaminya itu terkenal dengan wataknya yang keras dan egois, jika membantah maka tak segan Pak Darto akan memukulnya.

"Apa maksud ucapan Bapak?" tanya Amar meminta penjelasan.

"Saya minta kamu ceraikan Aliyah! Lebih baik kamu tinggalkan dia!"

"Emang apa salah saya, kenapa saya harus menceraikan Aliyah? Pernikahan kami baik-baik saja, Pak!"

"Memang pernikahan kalian baik-baik saja tapi, itu untuk kalian, bukan untuk saya. Saya itu Bapaknya, dari kecil saya yang merawat Aliyah, jadi saya tau kalau sebenarnya Aliyah itu menderita hidup sama kamu!"

"Benar begitu Aliyah?" Kini Amar bertanya pada istrinya.

Aliyah menggeleng dengan cepat.

"Apa maksud Bapak memintaku untuk bercerai dengan Mas Amar? Aliyah sangat bahagia hidup dengan Mas Amar, apa hak Bapak menyuruh kami bercerai!" Aliyah kini sudah berdiri sembari menatap tajam Bapaknya.

"Aku ini Bapakmu Aliyah, aku yang lebih tau mana yang terbaik untuk hidup kamu, orang tua mana yang tahan melihat anaknya menderita!"

"Siapa yang bilang kalau aku menderita, Pak? Dia? Dia? Atau dia?" ucap Aliyah sembari menunjuk satu persatu saudaranya.

"Aku yang menjalani, Pak, bukan Bapak ataupun mereka, dan aku sangat bahagia hidup bersama Mas Amar."

"Tapi Amar tidak bisa membahagiakanmu Aliyah, lihat kehidupan kalian, bukannya tambah sukses tapi, malah semakin miskin. Malah sekarang  jadi tukang mie ayam, Bapak malu punya menantu seorang tukang mie ayam." 

"Astagfirullahaladzim, apa yang ada di pikiran Bapak? apa kebahagiaan manusia hanya Bapak ukur dengan uang? Kalau Bapak berpikir seperti itu Bapak salah, karena Aliyah tidak pernah melihat semua hal dari materi."

"Pokoknya Bapak tidak mau tahu, kalian harus bercerai! Saya menginginkan menantu yang sepadan dengan keluarga saya. Saya mau jodohkan Aliyah dengan temannya Aldo. Dia seorang pengusaha toko kelontong. Usahanya ada beberapa di kecamatan kita, jadi, Amar suka tidak suka kamu harus menceraikan Aliyah secepatnya!"

Aliyah dan Amar saling berpandangan

"Maaf, Pak, saya tidak bisa menceraikan Aliyah, karena di antara kami sudah ada Rani dan Yuli." 

Pak Darto membulatkan mata, karena Amar yang biasanya diam kini berani membantahnya.

"Kamu berani melawan saya ha!"

 Pak Darto bangkit dari duduknya sembari berkacak pinggang.

"Kalau soal Rani dan Yuli, saya sanggup memberi mereka kehidupan yang layak jadi, segera kamu tinggalkan anak saya!"

"Pak, dengar ya!! Mau sampai kapanpun, Aliyah tidak akan meninggalkan Mas Amar dan menuruti permintaan Bapak yang konyol itu, asal Bapak tahu, semenjak Mas Amar mengucapkan ijab kabul di depan penghulu dan di depan pasang mata banyak orang. Saat itu juga aku sudah bukan menjadi hak nya Bapak tapi, saat itu juga aku sudah menjadi hak dan miliknya Mas Amar dunia akhirat. Jika saat ini aku masih berbaik hati sama Bapak itu hanya karena aku menghormati Bapak sebagai orang tuaku  tapi, sudah tidak ada kewajibanku lagi untuk mendengarkan omongan Bapak. Terlebih lagi permintaan konyol seperti tadi! Maaf, Pak, kita permisi pulang."

"Ayo, Mas, kita pulang saja, aku 'kan sudah bilang berkali kali jika kita di injak jangan diam saja, semut saja bisa melawan masa kita manusia yang berotak diam saja, ayo pulang, sudah muak aku berada disini," ajak Aliyah pada suaminya.

Aliyah dan Amar berjalan meninggalkan keluarga Pak Darto tapi, belum sampai Aliyah dan Amar keluar pak Darto memanggil mereka.

"Aliyah!" Aliyah dan Amar berhenti, mereka membalikkan badan.

"Dengar Aliyah, sekali kamu melangkah keluar dari rumah ini, aku tidak akan menganggapmu anakku lagi! Bapak akan mencoret namamu dari daftar ahli waris nanti!" ancam Pak Darto pada Aliyah.

 Akan tetapi, Aliyah tidak mendengarkannya, Aliyah dan Amar saling menggenggam tangan satu sama lain. Kemudian mereka pergi tanpa menghiraukan makian pak Darto. Tidak lupa juga mereka mengajak kedua anaknya pergi dari tempat terkutuk itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status