"Alah, hanya uang segitu saja kamu sudah ribut!" sentak Rita pada Aliyah. "Hanya kamu bilang? Kalau hanya segera kembalikan sekarang juga karena si miskin ini sangat menbutuhkannya!" jawab Aliyah tegas. Aliyah seorang wanita cantik dan solehah tapi juga pemberani dan memiliki watak yang keras kepala. Sang bapak yakni Darto selalu meminta Aliyah untuk menceraikan suaminya, Amar. Lantaran Amar dianggap miskin dan tak mampu menafkahi Aliyah dan kedua anaknya dengan layak. Begitupun dengan kedua saudari Aliyah, Mika dan Rita yang selalu menghina keluarga kecilnya. Apakah Aliyah dan Amar mampu melewati cobaan dari keluarganya? Apakah cinta Aliyah dan Amar akan semakin menguat di tengah hujatan dan caci maki dari saudara dan juga bapaknya?
View MoreTeng teng teng ….
Mie ayam miiii ..." Suara Amar si tukang mie ayam terdengar lantang.
Hal tersebut dilakukan agar para pelanggannya tahu jika dirinya tengah lewat. Setiap pukul satu siang, Amar selalu menjajakan dagangannya keliling. Baik itu di kampungnya sendiri maupun di kampung tetangga. Amar akan pulang jika dagangannya habis, atau misalkan belum habis maksimal pukul sepuluh malam, maka Amar akan memutuskan untuk pulang dan menyedekahkan sisa dagangannya.
Amar memiliki dua orang anak perempuan dari seorang istri bernama Aliyah. Sedangkan, kedua anaknya bernama Rani dan Yuli.
Sedangkan, Aliyah istrinya, adalah seorang wanita solehah, Aliyah seorang istri yang penurut dan tidak banyak menuntut, oleh sebab Nitu biarpun saat ini keuangan mereka sedang tidak baik. Tidak mengurangi rasa sayang dan hormat Aliyah pada Amar suaminya. Aliyah senantiasa setia membantu suaminya untuk membuat dan menyiapkan dagangan suaminya ketika malam.
Sebelum memutuskan untuk menjalani usaha mie ayam tadinya Amar adalah seorang karyawan pabrik di kota dengan gaji yang lumayan. Namun, karena adanya phk besIar besaran hingga Amar pun terkena dampaknya, Amar juga salah satu karyawan yang diphk, untungnya mereka memiliki tabungan ditambah dengan uang pesangon dan gaji terakhirnya, digunakan untuk membuka usaha mie ayam itu.
Di kampungnya itu Amar tinggal di sebuah rumah kecil nan sederhana. Namun, meskipun begitu, rumah itu sudah menjadi milik mereka sendiri. Tanah itu Amar beli pada saat dia masih bekerja sebagai karyawan, Aliyah sangat pandai mengatur keuangan, hingga kini mereka memiliki hunian walaupun sederhana. Tanah itu juga dulunya mereka beli lantaran ada yang menjual murah karena sedang butuh, tanah itu letaknya tidak jauh dari rumah orangtua Aliyah. Orangtua dan keluarga Aliyah termasuk orang terpandang di kampungnya, tapi meskipun begitu Aliyah dan Amar tidak pernah menggantungkan hidupnya pada orangtua Aliyah, bagi Amar dan Aliyah selagi mampu pantang bagi mereka untuk meminta, meskipun itu dengan orangtua sendiri.
Sementara Amar berkeliling untuk menjajakan dagangannya, lain lagi dengan Aliyah, dia sekarang sedang berada di rumah orangtuanya, karena besok akan diadakan acara aqiqahan keponakannya, yaitu anak dari kakaknya Rita. Sebenarnya Rita juga sudah memiliki rumah, meskipun rumah Rita jauh lebih besar dari rumah Aliyah, tapi karena permintaan orang tua mereka akhirnya acara diadakan di rumah orang tua mereka.
"Kamu masih betah, Al, hidup dengan suamimu itu?" tanya Rita tiba tiba pada adiknya itu, kala Aliyah sedang masak bersama beberapa tetangga di dapur.
"Emang kenapa mesti gak betah, Kak?" Aliyah keheranan dengan pertanyaan kakaknya.
"Apa Kakak gak pengen kayak kita kita ini, hidup terjamin, suami kerja gajinya gede, mapan dan terpandang." Kini adiknya Mika menimpali.
Aliyah tersenyum mendengar penuturan adiknya tersebut.
"Tidak ada alasan untukku meninggalkan Mas Amar, selagi beliau mau bekerja keras untuk menafkahiku dan anak anak dengan cara yang halal, aku sudah sangat bersyukur." Aliyah menekankan kata halal dalam ucapannya.
Bukannya Aliyah tidak tahu jika kedua iparnya bisa bekerja di pt bonafit di kotanya dengan cara curang alias menyogok.
"Apa maksud Kakak bicara begitu? Kakak mau bilang kalau kerjaan suami kita ini gak halal?" Mika merasa tersindir dan merasa tak terima dengan penuturan kakaknya.
"Lho, aku 'kan gak bilang begitu, aku hanya bilang aku bersyukur, suamiku mau bekerja apa saja asalkan halal. Halal dan haramnya pekerjaan suami kalian 'kan hanya kalian yang tahu. Jadi tak usah merasa tersindir dong, lagian apa maksud kak Rita bertanya begitu tadi padaku? Mau kaya mau miskin itu bukan urusan kalian, toh yang menjalani aku," tandas Aliyah yang membuat kedua saudaranya terdiam.
"Alah, baru jualan mie ayam aja udah belagu." cebik Rita kakaknya.
"Kita tidak tahu kapan rezeki itu akan datang, kalau tidak hari ini ya besok, kalau tidak besok ya lusa, kalau tidak lusa ya kemungkinan tahun depan, kita sebagai manusia hanya wajib untuk berusaha, soal hasil biar Allah yang menentukan."
"Alah, gak usah sok ceramahin kita deh, pokoknya awas aja kalau Kakak nanti nangis-nangis minta bantuan uang sama kita saat kakak kehabisan uang. Pokoknya ingat ya, kita gak akan bantu, secara suami Kakak 'kan miskin!" tandas Mika.
"Insyaallah, aku gak akan menyusahkan kalian, aku masih punya Allah tempatku meminta, lagian selama ini saat Mas Amar masih jadi karyawan, bukannya kalian yang selalu minta bantuanku."
"Enak saja, memangnya kapan kita minta bantuan sama kamu? Kalau miskin mah miskin aja, gak usah sok kaya." Rita menjawab ucapan Aliyah dengan ketus, sedangkan Mika mencebik sembari tertawa mengejek.
"Lho, kakak dan Mika lupa, pikun, atau pura pura lupa? Apa perlu ku ingatkan lagi? Kak Rita meminjam uangku untuk menyelenggarakan acara aqiqahan ini sebesar lima juta, sedangkan kau Mika, kau meminjam uang sebesar tujuh juta untuk suamimu masuk ke pt yang katanya bonafit itu.asal kalian tahu uang yang kalian pakai itu uang hasil kerja keras suamiku yang kalian hina! Biarpun sekarang suamiku hanya seorang tukang mie ayam apa pernah aku meminjam uang kalian seribu perak ataupun menyusahkan kalian barang secuil?"
Aliyah meradang kala saudaranya menghina suaminya. Kini Aliyah sudah berdiri menghadap kedua saudaranya itu. Dadanya naik turun merasakan emosi karena suaminya dihina, jika suaminya dijak harga dirinya itu sama saja dengan menginjak harga diri Aliyah juga.
"Alah hanya uang segitu aja pake dibahas segala."
Aliyah menghubungi mata yang mendengar ucapan adiknya itu.
"Hanya kata kalian? Jika kalian uang segitu kecil, maka kenapa kalian tidak berinteraksi dengan dan suamiku! Dasar memang tak tau diri. Kalian akan membantu kalian karena kita ini saudara, tapi inikah balasan kalian sama lagi dengan suamiku, jika memang mnurut uang itu uang kalian tidak berarti, AKU MINTA UANG ITU DIKEMBALIKAN SEKARANG JUGA! karena si miskin ini sangat membutuhkannya!"
Rita berbicara dengan berapi-api. Emosi yang sudah lama ia pendam pada Vivi keluar sudah. Perasaan Vivi yang ia jaga bertahun-tahun lama nya kini terpaksa ia lontarkan. Habis sudah kesabarannya menghadapi anak dari almarhumah adiknya itu. Meskipun Rita tidak menampik jika dahulu memang Rita sempat berbuat jahat pada Aliyah dan Amar juga kedua anaknya. Akan tetapi, setidaknya Rita sudah benar-benar sadar juga kedua anak Rita ia didik dengan benar dan kini kedua anaknya menjadi anak yang penurut. Lalu, apa kurangnya kasih sayang yang Aliyah dan Amar berikan pada Vivi? Tidak! Tidak ada kurangnya mereka memberikan itu semua. Rita sebenarnya juga sadar jika semua ini terjadi juga karena adanya hasutan dari Aldo. Tapi, apakah sebagai seorang yang sudah beranjak dewasa Vivi tidak bisa berpikir jernih? Orang yang sudah memberinya air susu justru ia balas dengan memberinya air tuba. Sungguh ironis memang. "Vivi harus bagaimana agar mendapatkan maaf dari kalian semua. Vivi iri setiap kali
Begitu juga dengan Amar. Belasan tahun Amar mengarungi biduk rumah tangga bersama Aliyah menjadikan dirinya sosok suami dan Ayah yang cukup tegas. Jika dahulu saat disakiti maka Amar hanya bisa diam dan berpasrah tapi, tidak dengan kali ini. Amar akan melawan siapa pun yang berusaha menyakiti keluarganya. Maka diputuskan meskipun dengan berat hati bahwa mereka akan melaporkan Vivi pada lembaga hukum. Vivi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan sekarang Rita lah yang akan menyeret sang keponakan ke kantor polisi sebab jika Aliyah dan Amar yang datang ditakutkan jika mereka berdua tidak akan tega saat melihat derai air mata Vivi. Beruntung Aliyah dan Amar mau mendengarkan usulan dari sang kakak. "Selamat siang, Bu. Maaf dengan siapa?" tanya pak Cokro pada Rita saat dirinya baru mendaratkan bokongnya di kursi. Rita yang baru saja memaki-maki Vivi pun napasnya masih tersengal-sengal karena terlampau emosi menghadapi anak tak tahu diri itu. "Saya Rita, Pak. Kebetulan saya juga
Ketakutan jelas terpancar dari sorot matanya yang seolah-olah berbicara untuk meminta Reno berhenti dan tidak melaporkan masalah itu ke dekan kampus. Namun, Reno tidak menghiraukan itu. Reno terus menyeret gadis dengan kulit eksotis itu menuju ruang dosen agar Vivi diberi hukuman yang setimpal. "Reno, please jangan laporin aku ke polisi. Aku minta maaf aku khilaf," hiba Vivi pada Reno tapi, pria itu bergeming. Ia sama sekali tidak menjawab kalimat yang dilontarkan Vivi hingga membuat Vivi bertambah ketakutan. Terlebih lagi mereka kini sudah berdiri di depan pintu ruangan dekan. "Reno, Reno tolong jangan laporin aku. Aku janji setelah ini gal akan lagi mengganggu atau pun menyakiti Rani.""Tutup mulutmu! Perbuatanmu harus kamu pertanggungjawabkan. Seenaknya saja mau lepas tangan!" hardik Reno yang membuat bibir gadis manis itu tertutup rapat. Hanya isak tangisnya yang masih terdengar meski lirih.Akhirnya kini baik Vivi maupun Reno sudah berada di ruangan rektor. Wajah Vivi terlihat
"Wah, cucu baru Nenek sudah pulang. Siapa ini namanya?" ujar bu Sri sembari mengambil alih anak bayi Aliyah dari gendongan Aliyah. "Oh iya siapa nama anak kamu ini, Al?" timpal Rita. "Narendra Akbar Amrani. Panggilannya Akbar.""Wah bagus sekali namanya cucu Nenek. Semoga jadi anak yang sholeh dan mampu melindungi keluarga ya le," ujar bu Sri mendoakan Akbar yang juga diamini oleh Aliyah dan Rita. "Kak, tadi lagi masak? Ini bau gosong." Aliyah menghembus-hembus bau yang menyeruak hidungnya. Begitu pun yang Rita lakukan hingga akhirnya Rita terpekik dan berlari kilat ke arah dapur. Semua yang ada di ruang keluarga kecuali Amar pun mengikuti Rita dari belakang hingga akhirnya mereka sampai di dapur mereka pun tertawa terbahak sebab melihat penampakan ayam panggang yang Rita buat yang seharusnya berwarna coklat justru menjadi warna hitam legam."Yah, gosong deh." Sontak semua yang ada di sana pun tergelak melihat ayam yang sudah tidak berbentuk lagi. ***"Reno!" Reno yang sedang berb
Uang yang Vivi serahkan pada Aldo dan katanya akan digunakan untuk berjualan sembako justru malah aldo gunakan untuk berjudi. Apakah Aldo menang? Oh tentu tidak. Tentu saja bandar tidak mau rugi. Permainan dibuat sedemikian rupa sehingga terlihat natural dan memang murni tidak kepiawaian pemain dalam memainkannya padahal sudah jelas bandar sudah mengatur sedemikian rupa dari misalnya dua puluh kali taruhan maka akan diberi kesempatan menang bagi pemain hanya sekali dan itu pun pemain hanya memenangkan uang yang tidak seberapa jika ditotal dalam dua puluh kali bermain dan satu kali menang uangnya jauh lebih besar yang dikeluarkan daripada yang dimenangkan. Itulah dahsyatnya bisikan dan godaan syetan. Bagi manusia yang lemah imannya seperti Aldo akan diberi kesempatan untuk satu kali menang setelah itu dia akan ketagihan dan terus menerus untuk kembali melakukan judi. Sudah banyak buktinya orang yang hobi berjudi tidak akan pernah ada manfaat dalam hidupnya. Justru yang ada hanyalah ke
"Sudah aku usir." ucap Rita yang membuat Aliyah juga Amar tersentak dan langsung menatap Rita seolah-olah meminta penjelasan. Sedangkan bu Sri dan pak Darto sudah Rita ceritakan sebelumnya hingga mereka sudah tidak terkejut lagi. "Kakak usir? Kenapa?""Ya Kakak gak suka aja lihat kamu di sini karena dia eh dianya di sana ketawa ketiwi sambil main ponsel. Keponakan macam apa itu. Lagian biarkan saja dia pergi dan menyusul si cunguk Aldo itu biar dia tahu betapa gak enaknya hidup gak punya uang. Sudah bagus dikasih tumpangan dan disekolahin tinggi eh malah berulah dan gak tahu terima kasih," gerutu Rita. "Ya tapi masa diusir, Kak. Kan kasihan, kalau Aldo ternyata gak bertanggung jawab gimana. Kita semua tahu gimana perangai Aldo yang asli.""Ya biarkan saja, biar tahu rasa. Dia kira dia hebat bisa hidup tanpa kamu. Kita lihat sja tph kalau dia sudah tidak kuat dia akan kembali lagi ke rumah kamu.""Apa yang Kak Rita katakan ada benarnya juga, Dek. Anggap saja itu sebagai pelajaran ba
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments