Share

Saat Istri Kecilku Mengabaikanku
Saat Istri Kecilku Mengabaikanku
Author: Larasati Langit

Bertengkar

"Mas, aku nemu foto kamu sama perempuan lain, tapi bukan yang dulu, siapa dia?" tanya Lydia.

"Kekasih saya," sahut Alan santai. 

"Kamu mau sampai kapan kaya gini? Aku tau kita cuma dijodohin, tapi emang harus banget kamu selingkuh sana-sini berkali-kali? Ga cuma sekali, tapi kamu lakuin ini udah lima kali, jangan permainkan wanita karena kelak anakmu yang akan menerima karma, mas," tukas Lydia.  

"Anak? Kamu aja mandul," hardik Alan menyakitkan.

Ctak! 

"Iya, mandul!" jerit Lydia tersulut emosi. 

Tanpa Alan sadari, ia telah memegang sebuah tespack yang tertera garis dua. Menandakan bahwa istrinya itu hamil. 

"Sudah saya bilang kan? Kamu cuma perempuan cacat. Menyusahkan saja, seharusnya saya tidak menerima perjodohan itu. Untuk apa saya menikah jika akhirnya saya tidak memiliki anak?" Alan berdalih dan membuang tespack yang dilempar Lydia tanpa melihatnya terlebih dahulu. 

"Apa menurut kamu menikah hanya untuk memiliki anak? Pantas saja istri kamu dulu meminta cerai! Ternyata yang dia nikahi adalah lelaki bejat sepertimu," singung Lydia dengan menatap tajam suaminya. 

"Apa maksudmu? Tidak usah merasa sok tersakiti seperti ini, bukankah kamu yang gatal dengan saya? Demi saya kamu meninggalkan kekasihmu," imbuh Alan membuat Lydia tak percaya. 

Lydia tertawa mendengar penuturan Alan, ia tak menyangka bahwa takdir akan menjadi lelucon untuknya. 

"Mas, kisah yang ada diantara kita, perlukah para selingkuhan-selingkuhan kamu tau? Aku gatau hati kamu terbuat dari apa dan entah apa yang merasuk dalam hatimu. Tapi, aku tau kalau kamu itu laki-laki bejat," cela Lydia membuat Alan terdiam. 

"Kamu pergi dengannya lalu besoknya lagi beda wanita, besoknya lagi beda, besok dan seterusnya kamu memutar cerita membuatku seolah-olah bersalah dalam kisah ini, kamu mau sampai kapan kaya gini, mas..?" tanya Lydia. 

"Kamu tuh ribet. Padahal, kalau saya selingkuh kamu juga dapat jatah bulanan, dapat nafkah. Dasarnya emang kamu aja yang lebay, ga bisa ngertiin perasaan saya!" terang Alan dengan menatap Lydia lekat. 

Lydia hanya bisa menghela nafasnya samar. Dia tak percaya apabila ternyata suaminya adalah seorang lelaki yang pintar memutar-balikkan fakta. 

"Ribet..? Ga bisa ngertiin..? Bahkan, kalau mama aku tau kamu kaya gini, kamu bisa dibunuh ditempat! Kalau papa aku tau kamu kaya gini.. Kamu bisa digantung mas, tapi karena aku gamau kamu disiksa aku rela nutupin semuanya. Luka yang dulu aja belum sembuh tapi kenapa justru kamu buat sakit ini semakin meradang, mas..?" tanya Lydia lagi. 

Skak mat. Alan kehabisan kata-kata untuk menjawab istrinya jadi, ia hanya akan mendengarkan gadis belia itu berceloteh. 

"Banyak sekali cara berkhianat namun, mengapa engkau memilih selingkuh itu sebagai jalan pengkhianatan ini? Bahkan, aku bakal rela kalau kamu nikah asal satu. Aku butuh tanggung jawabmu yang gak pernah sama sekali kamu lakuin sebagai suami!" cela Lydia dengan amarah yang membara. 

Merana. 

Itulah yang Lydia rasakan saat ini. Terluka oleh cinta seorang lelaki yang bersamanya, tak jera sampai disana, karena bagaimanapun obatnya, luka hati Lydia itu sangat teramat dalam.

"Kamu sangat cerewet, wajar saja jika tidak ada laki-laki yang mau bersama denganmu," hina Alan seolah tanpa dosa. 

Hening. Bulir-bulir air mata Lydia mengalir tanpa aba-aba. "Setidaknya kamu berkaca sebelum berbicara," sengkal Lydia dengan mata memerah. 

Alan terdiam. 

"Yaudah, terus mau kamu apa?" tanya Alan menatap Lydia.

"Cerai. Ceraikan aku," pinta Lydia dengan menatap Alan penuh api amarah. 

"Gak, saya gamau. Bisa-bisanya kamu dengan mudahnya bilang cerai, kamu pikir pernikahan ini apa, Lydia?" tanya Alan dengan menahan emosinya. 

"Pernikahan ini gak ada artinya'kan? Percuma dipertahankan. Sudah jelas kamu yang memilih jalan buntu ini mas. Tidak ada perempuan yang tahan dengan pengkhianatan. Tidak ada satupun perempuan yang tahan dengan laki-laki bejat yang selalu mempermainkan perempuan sepertimu!" tampik Lydia penuh emosi. 

Hening. 

Alan bergeming. Hingga ia kemudian melihat ke arah Lydia yang tengah menahan tangisnya. Seolah-olah ia tak percaya dengan apa yang diucapkan Lydia sebelumnya. Cerai. Kata yang sangat Alan hindari selama ini akhirnya terucap dari bibir mungil sang istri. 

"Buat apa dipertahanin kalau kamu ga pernah anggap aku ada mas? Kalau kamu minta aku hilang dan menjauh dari kehidupanmu, aku bisa lakuin sekarang. Bukannya kamu sangat ingin bersama dengan selingkuhanmu? Silahkan. Kejar dia dan bahagialah bersamanya, aku ini apa? Hanya pembantu gratis dalam kediamanmu. Hanya seorang pengasuh untuk duda sepertimu. Hanya seorang pelacur untukmu. Iya kan..? Memang aku ini ada artinya? Bahkan, untuk menatapmu saja sekarang aku tak sudi," hardik Lydia lalu berjalan pergi dari hadapan suaminya. 

Ternyata harapan Lydia dilindas oleh fakta. Harapan memiliki kisah cinta yang membuatnya bahagia seperti putri dalam dongeng ternyata hanya menjadi seorang pengecut yang terjerat cinta Alan, suaminya. 

Alan tentu tak membiarkan hal itu. Karena, jika ia kehilangan Lydia, dia juga akan kehilangan segalanya. Juru kunci dalam segala pencapaiannya sekarang adalah bantuan dari orang tua Lydia. 

Jelas saja Alan tak membiarkan istrinya begitu saja. Ia langsung menyusul dan menarik pergelangan tangan Lydia dengan cepat saat Lydia hendak meninggalkan kamar itu. 

"Jangan pergi. Saya bilang tetap disini, percuma kalau kamu pergi saya bisa membuatmu lebih menderita dari ini," ancaman Alan membuat Lydia terbungkam. Ia takut didera lagi. 

Karena Alan itu bukan hanya main mulut namun, ia juga main fisik. 

"Kalau aku tetep disini, aku cuma orang bodoh, mas!" bentak Lydia.

"Dan jika kamu pergi.. Saya akan menghabisimu disini Lydia!" serang Alan dengan mulai mendekati Lydia. 

Deg.. Deg.. Deg.. 

Jantung Lydia tak beraturan. Detaknya begitu cepat sampai dadanya terasa sesak. 

Lydia mundur beberapa langkah saat Alan mulai melepas melilit gesper ditangan kekarnya dan mendekatinya. Jelas saja Lydia dengan segera mungkin melarikan diri dari sana. 

"GAUSAH MACEM-MACEM KAMU, MAS! AKU GAMAU!" jerit Lydia histeris. 

Cplash! 

Bunyi cambukan terdengar. 

Terus begitu, hingga tubuh Lydia lemas dilantai dengan keadaan badan penuh luka cambukan yang memerah. Ia hanya bisa menunduk menahan tangisannya yang membuat Alan bersimpuh dan langsung mencekram dagunya kuat. "Sudah saya bilang jangan macam-macam," pungkas ucapan Alan dengan mulai berdiri dan membanting tubuh istrinya ke ranjang. 

"Jangan cerewet. Saya bukan anak kecil yang bisa menerima celotehanmu setiap harinya, diam. Tangisanmu membuat telinga saya sakit!" geram Alan lalu melempar cambuk yang ia genggam ke samping Lydia. 

"M─maaf," lirih Lydia. 

"Good girl," jawab Alan lalu meninggalkan Lydia. 

Lydia meremas kuat seprai ranjangnya. Rasa perih mendominasi disekujur tubuhnya. Entah apa yang akan terjadi apabila Alan menggila lagi pada malam itu. Malam kelabu yang Lydia alami dirasa cukup sampai sini. Bisa atau tidak, berani atau tidak.. Ia harus bisa menyelesaikan semuanya dengan cara cerdik. 

Bersama keheningan malam kelabu yang hanya diterangi oleh sebuah lilin di dalam kamar, penderitaan Lydia seolah bertambah berkali-kali lipat.

"Jika cara halus tidak bisa menghentikanmu, maka aku akan menghentikanmu dengan caraku sendiri," geram Lydia dengan mengusap perutnya yang masih rata.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status