Share

Lempar Telur!

Part 5 (Lempar Telur!)

Setibanya aku di rumah. Aku langsung menggeledah lemari tempat di mana Mas Reza menyimpan aset berharga. Tanpa pikir panjang lagi aku lekas mengambil berkas-berkas penting. Tidak sampai di situ, brankas yang sempat mencuri perhatianku pun tak luput kubuka, mataku berbinar kala menemukan uang yang jumlahnya tidak lah sedikit. 

Hati boleh sakit Nana, tapi otakmu itu harus tetap waras. Itulah yang Mama mertuaku katakan.

Tak ingin membuang waktu, aku lantas mengambil uang tersebut. Kumasukkan semua uang itu ke dalam tas kecil milikku. Aku tidak akan ikhlas kalau Salma yang menghabiskan uang-uang tersebut. Lebih baik kusimpan sebagai tabungan untuk masa depanku. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi nanti. 

"Sertifikat rumah ini udah. Perhiasan juga udah. Uang udah. Ini saatnya aku susul Mas Reza dan Salma ke Bali!" Kututup pintu lemari, lalu menguncinya. Kemudian berjalan meninggalkan ruang kerja Mas Reza sambil menjinjing tas. 

Berulang kali aku menghela napas panjang. Aku beranjak bangkit dari kursi saat melihat taksi yang kupesan datang. Bergegas aku menghampiri taksi tersebut. 

"Bu Nana ya?" tanya sopir taksi. 

Aku merespon dengan anggukan kepala. "Iya, Pak."

"Silakan masuk Bu," katanya padaku. 

Kubuka pintu taksi, lalu mengempaskan diri di jok belakang. 

"Tujuannya benar bandara?"

"Iya Pak. Kalau boleh, cepat ya. Saya lagi dikerja waktu," ujarku sedikit mencondongkan badan.

"Siap Bu," tuturnya. 

Perlahan taksi bergerak menuju jalan raya. Aku memalingkan muka, kutatap pemandangan luar dari balik jendela. Ini belum selesai, Mas. Kamu boleh menghancurkanku dengan skandal yang kamu lakukan. Tapi aku, aku tidak akan membiarkan diriku hancur sendirian. Kamu dan Salma harus ikut merasakan apa yang hatiku kini rasakan. 

****

Menjelang sore, aku baru tiba di bandara. Aku tidak membawa barang apa pun, hanya membawa tas yang berisikan berkas-berkas penting dan niat. Tadi aku sempat mampir juga ke bank untuk menyimpan uangku.

"Nana ..."

Refleks aku menoleh, mendapati Mama berjalan ke arahku. Tampak di belakang mertuaku itu Zeen menarik koper sembari menggekori Mamanya. Iparku juga ikut ternyata. Pasti Mama yang maksa. 

"Mama baru sampai apa sudah tadi?" tanyaku. 

"Baru, Na, habisnya sih Zeen lelet banget."

"Nggak pa-pa, Ma. Aku juga baru sampai kok," jawabku. 

"Mana kopermu, Na? Kamu gak bawa baju?" tanya Mama sambil menatapku dalam. 

"Nggak Ma,"

"Ya sudah, kamu beli saja nanti di sana. Biar sih Zeen yang belikan kebutuhanmu nanti," tutur Mama. 

Dengan susah payah aku menelan ludah. Tidak berani aku menatap Zeen. Pasti dalam hati pria itu sedang mengumpatiku. Sebentar lagi pasti Zeen akan mengataiku. Banana selain bodoh, kamu juga menyusahkan.  

"Ayo Ma, aku udah gak sabar nih ketemu Mas Reza."

"Sama Mama juga, pokoknya apa pun yang terjadi di sana nanti. Lampiaskan semua kekesalanmu, jangan ditahan. Sekalian Mama  mau nagih hutang. Pasti itu penipu ada di sana." Mendengar ucapan Mama aku tercengang. Apalagi saat Mama mengatakan berniat menagih hutang. Penipu? Ah, sudahlah, itu bukan urusanku. 

"Sudah selesai ngobrolnya? Kalian ini kenapa doyan sekali ghibah? Mau ketinggalan pesawat hah?" tegur Zeen sambil membenarkan jam tangannya. 

Mama memutar mata malas, lalu menggandeng tanganku.

"Nana banana, tolong kondisikan matamu!" Zeen berujar, matanya itu mengarah tajam padaku. 

"Ih, siapa juga yang tatap kamu, kepedean. Dan satu lagi. Namaku itu Nana Laurelia, bukan Nana Banana. Ingat itu!" balasku ketus. 

Mama tertawa geli, lalu membawaku ke boording room. Diikuti Zeen yang mendengkus kasar. 

Tak lama kemudian kami masuk ke dalam pesawat, Zeen menaruh koper Mama di kompartemen. Sedangkan aku mencari tempat duduk sesuai tiket. 

Kudaratkan pantatku di sana, menoleh ke sebelah saat ada pergerakan. Zeen? Dia duduk di sebelahku. 

"Awas kalau nanti di sana kamu malu-maluin!" ucap Zeen dengan nada yang tak bersahabat. Bisa kulihat ada kekesalan di matanya. Padahal aku tak punya masalah dengannya. 

"Apaan sih, Zeen! Kamu ini kalau ngomong sama Nana ketus banget," ujar Mama yang duduk di belakang.

"Biarin Ma, biar itu otak di gunakan! Tidak melulu menyusahkan orang!" cibir Zeen. 

Aku mendelikkan mata, lantas menyilang kedua tanganku di dada. 

"Sudah cukup, jangan bertengkar di sini! Zeen kamu lebih baik diam. Lama-lama Mama sumpal mulutmu!" gertak Mama. 

Tak berlangsung lama, pramugari mengatakan jika pesawat sebentar lagi akan take off.

Tiba-tiba aku merasakan pesawat ini mulai berjalan, pandanganku tak lepas sedikit pun dari jendela. 

Ini semua gara-gara Mas Reza! Awas saja, tinggal menghitung jam aku akan menemukanmu. Dan membuatmu menyesal!

****

Satu jam lebih berada di pesawat akhirnya kami sampai di bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar-Bali. Salah satu bandara tersibuk di Indonesia yang melayani begitu banyak rute domestik dan juga Internasional. 

"Ini sudah malam, lebih baik kita menginap saja di hotel. Besok baru kita beraksi Nana," ucap Mama sembari melirikku. Kemudian menoleh ke samping, menatap Zeen sekilas. 

"Iya Ma, lagian resepsi Mas Reza juga besok, katanya di gedung kan?"

"Heem, tenang aja, kita kan udah tahu gedung mana yang Reza sewa."

"Yuk kita istirahat, isi energi buat besok. Pokoknya besok kamu gak boleh kalah sama itu jarang. Bar-baran gak pa-pa, asal hatimu lega."

"Siap Ma," kataku. 

"Palingan juga Salma yang menang. Bahana kan tolol," ledek Zeen. Aku berdecak kesal, punya dendam apa sih Zeen ini padaku. 

"Lihat saja besok, aku tidak akan kalah dari Salma."

"Oya, baiklah kita lihat. Besok kau pasti menangis Nana."

"Aku memang lelet, tapi aku tidak lemah."

"Mana buktinya?"

"Kau menuntut bukti, kemarilah. Akan kupatahkan tanganmu, Zeen!" ucapku berapi-api, sedari tadi aku bersabar menghadapi Zeen. Tapi lama-lama aku jenuh, pasalnya mulut Iparku ini tak bisa dikondisikan. 

"Hi, ngamuk!"

"Siapa yang mengamuk?"

"Mama bosan lerai kalian, sudah Mama duluan," berang Mama. 

Mertuaku itu berjalan lebih dulu meninggalkan aku dan Zeen. 

"Lihat gara-gara kamu Nana, Mama jadi marah," tuduhnya.

"Kok jadi aku sih, kamu tuh yang mulai duluan."

Aku melangkah mundur, setengah berlari aku menyusul Mama. Kutengok ke belakang, melihat Zeen berjalan sambil menghubungi seseorang. 

Zeen melambaikan tangan, membuat taksi yang melaju pelan berhenti. Pria itu berjalan ke belakang, meletakkan koper Mama di bagasi. Sementara aku dan Mama masuk lebih dulu. 

"Habis labrak Salma, kita refreshing yuk Na." Dahiku mengerut mendengar perkataan Mama. 

"Maksud Mama?" 

"Kita liburan di sini habis bikin malu itu pelakor!"

"Aku ikut Mama aja," putusku. 

"Jalan Pak." Entah kapan munculnya, Zeen sudah duduk di kursi samping kemudi. Sopir itu menganggukkan kepala, lalu menjalankan kendaraan ini membelah jalan raya. 

****

Keesokan harinya, aku dan Mama dibuat kesal oleh Zeen. Kami berdua harus menunggu Zeen yang masih berada di dalam kamar. Entah apa yang dilakukan pria itu. Sungguh menyebalkan. 

"Ma ayo kita berangkat, lama kalau harus nunggu Zeen!" Aku menghentakkan kaki, sesekali melihat jam kecil yang melingkar dipergelangan tangan. 

"Zeen buruan dong, kamu lama banget. Ngapain aja sih di dalam?!"ketus Mama. 

"Buruan dong Zeen!" Aku mengedor pintu. 

"Sabar Na, kalau kita pergi tanpa Zeen takutnya nyasar," tutur Mama. 

"Zeen ..."

"Bisa tidak jangan teriak-teriak," potong Zeen, pria itu membuka pintu kamar hotel. Lalu melangkah keluar. 

"Habisnya kamu lama."

Menyentak napas kasar, Zeen merapikan rambutnya.

"Buruan Zeen." Karena tak sabaran, aku pun menarik lengan Zeen. Dengan cepat kami berjalan meninggalkan hotel.

****

Tiga puluh menit berlalu, kami pun tiba di gedung bertingkat. Gedung ini yang kata Mama disewa oleh Mas Reza untuk melangsungkan resepsi pernikahan keduanya bersama Salma, sahabatku. 

Sesak yang menggerogoti dada semakin menjadi-jadi. Aku tak menyangka, akan mendatangi tempat ini, dan melihat suamiku dengan sahabatku tersenyum bahagia. 

Gegas aku dan Mama turun dari mobil. Kutarik napas dalam-dalam, lalu kuembuskan pelan. 

Go, tidak ada kata mundur. 

"Ayo, Na, ini tas kamu kenapa berat? Isinya apaan sih, Na?"

"Telur Ma."

Kening Mama mengernyit dalam. "Buat apa?"

"Penyambutan yang meriah untuk pernikahan mereka!"

Aku berjalan melewati Zeen, langkah kakiku membawaku masuk ke dalam gedung yang di dekor sebagus ini, mewah, dan meriah. Dan apa ini, banyak sekali tamu yang datang. Waw, entah aku harus tertawa, sedih, atau mengamuk. 

Mataku terbelalak lebar melihat Mas Reza. Dari kejauhan kulihat ia dan Salma tengah menari penuh suka cita. 

Mama mengusap punggungku. "Lakukan apa pun yang kamu mau, biar kekacauan nanti Zeen yang urus. Meskipun Zeen pasti akan mengataimu."

"Mama yakin?"

"Lampiaskan kekesalanmu, jangan dipendam. Kamu berhak marah. Mama ke sana, mau nagih utang ke Ibunya Salma," lanjut Mama. 

Jantungku kian berdebar, aku mengatur napas panjang. Lalu berjalan mendekati pasangan itu, mereka berdua masih belum juga menyadari keberadaanku. Dan asyik menari tanpa merasa sedikit pun bersalah. 

Rasa kecewaku sudah mendarah daging. Aku mengeluarkan sebutir telur lalu melempar tepat ke arah mereka. Bukan satu dua telur, tapi lima telur sekaligus. 

Mendadak suasana jadi tegang, hanya terdengar suara lagu yang berdentum keras. 

Mas Reza dan Salma sontak menoleh. Wajah suamiku itu berubah pucat ketika melihat siapa yang datang. Oksigen di sekitar terasa menipis. Gemuruh dalam dadaku meletup-letup. Aku tak bisa mengendalikan diri. Karena ini menyakitkan. 

"Ini yang kamu bilang meeting itu! Dan Salma, sahabat macam apa dirimu!" Aku berteriak lantang membuat Salma terlonjak. Kulempar telur ke arahnya. Gaun indah yang ia pakai kini sudah kotor. 

"Nana ...."

"Ini yang kamu bilang setia itu?  Katamu setia itu mahal! Aku tidak akan selingkuh, kamu bilang begitu kan? Tapi mana buktinya! Kalian berdua telah membohongiku. Tega ya kalian menusukku dari belakang! Tega kalian mengkhianatiku!" Urat-urat leherku menegang. 

Musik tiba-tiba saja berhenti, lagu yang tadi mengalun merdu di telingaku kini tak lagi terdengar. Para tamu undangan saling menatap sambil berbisik-bisik.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Lela Redmi
keren Nana apa jadi selanjutnya,mati kau Reza
goodnovel comment avatar
Puspita Adi Pratiwi
good job Nana
goodnovel comment avatar
DjJui
Aku pun ikut sesak nana membaca .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status