Share

2 ) Perjanjian

Benak Reha bertanya-tanya, apakah Ana yang Lyshi maksud adalah Eline Dyana? Wanita beruntung yang dicintai oleh Fandi.

"Reha harus menemui mas Fandi," batin Reha.

Reha menoleh ke arah putri sulungnya, rupanya Lyshi sudah tertidur di pangkuannya. Dia membopong Lyshi dan meletakkannya di samping Era. 

Wanita itu meninggalkan kamar si kembar setelah mencium dahi Lyshi dan Era.

Kakinya berhenti di depan pintu berwarna hitam kecoklatan yang bertuliskan Mr. Fandinol.

Fandi yang tadinya sibuk dengan berkas kantornya kini menoleh ke arah pintu. Di sana terlihat Reha berdiri dengan piyama tidurnya.

Dia berjalan mendekati Reha, "Ada apa Re?"

"Ada hal yang kepengin aku tanyain ke Mas Fandi," ujar Reha dengan raut serius.

Fandi menarik tangan Reha untuk duduk di sofa. "Mau tanya apa?" tanya Fandi heran, tak seperti biasa Reha menampakkan wajah seserius itu.

"Maaf sebelumnya Reha udah lancang. Apa benar tadi siang mas bertemu dengan Ana?" ujar Reha dengan tatapan kosong.

Deg

Jantung Fandi langsung berdetak kencang mendengar pertanyaan Reha, bagaimana istrinya bisa tahu? Ah, dia yakin Lyshi yang memberitahu. Dan walaupun Lyshi tak memberitahu, dia yakin Reha perlahan akan tahu.

"I-iya, tadi aku bertemu dengan dia," ungkap Fandi merasa tak enak. Wajah Reha menandakan bahwa dia sangat terluka, Fandi tahu itu.

Reha tak menyahuti ucapan Fandi. Ruangan bernuansa biru itu seketika hening, hanya suara hujan yang memecahkan keheningan.

Lelaki itu menoleh pada Reha, tatapan istrinya kosong, bahkan dia bisa melihat genangan air yang sebentar lagi akan jatuh dari pelupuk matanya.

"Re, maaf," tutur Fandi meraih tangan Reha.

Tatapan mereka bertemu, air mata Reha yang tadi menggenang kini sudah luruh. "Reha tidak tahu kenapa bisa sesakit ini. Reha tahu, Reha paham, Reha memang tidak berhak melarang Mas Fandi untuk menemui Ana. Reha tidak tahu... Reha tidak ta-hu ke-kenapa ra-sanya se-sakit i-ni," papar Reha terbata-bata. Percayalah, hati Reha seperti di tusuk oleh logam panas, sangat sakit.

Fandi langsung mendekap tubuh istrinya. "Maafin aku, Re. Aku tidak tahu harus berbuat apa."

Reha mengangguk. "Percuma minta maaf, toh ini sudah terjadi. Sekarang Reha mau dengar keputusan Mas Fandi atas perjanjian 6 tahun silam," ujar Reha menghapus air matanya. Dia berdiri dan melangkahkan kaki menuju laci, tangannya mengambil map berwarna merah.

Fandi menelan ludah dengan kasar kala melihat map merah itu. Dia teringat perjanjian 6 tahun silam yang dirinya buat, dia merasa sangat bodoh.

Reha menyerahkan map itu pada Fandi. Lelaki itu langsung membuka map yang berisikan kertas berwarna usang itu.

| PERJANJIAN |

- Pihak pertama  : Fandinol Al Oshi

- Pihak kedua       : Regina Ahulqi

# Dengan ini disebutkan, jika kekasih pihak pertama kembali, maka pihak pertama berhak memilih. Dengan kata lain, jika Elina Dyana kembali, maka Fandinol Al Oshi berhak memilih. 

> Pilihan tersebut sebagai berikut :

1 ) Jika Fandinol Al Oshi memilih Elina Dyana, maka Regina Ahulqi harus diceraikan.

2 ) Jika Fandinol Al Oshi memilih Regina Ahulqi, maka perjanjian ini di batalkan.

Demikian perjanjian telah disepakati 📌

Fandi membaca kertas itu dengan teliti. Dia tak habis pikir mengapa bisa membuat perjanjian menjijikan seperti itu. 

Dia menoleh ke arah Reha. Istrinya tengah menunggu keputusan darinya.

"Apapun keputusan Mas Fandi, Reha akan berusaha menerima. Reha janji," harap Reha setegar mungkin.

"A-aku tidak bisa memilih, Re."

Reha menatap suaminya dengan bingung. Jika tidak bisa memilih, mengapa dulu membuat perjanjian terkutuk itu?

"Aku..." Fandi menjeda ucapannya, baru saja akan melanjutkan ucapannya yang tertunda ponselnya malah berbunyi.

Drt

Rupanya pesan dari Ana.

From : Ana ♡

| Fan.

| Bisa datang ke rumahku?

| Tolongin aku, mantan suamiku

datang dan mengacak-ngacak rumahku,

dia datang untuk mengambil Dika-putraku.

Padahal hak asuh Dika sudah jatuh ke tanganku.

| Dan dia bilang akan membunuhku jika tak 

menyerahkan Dika padanya.

| Fan

| Fan, aku tau kamu pasti akan datang.

Mata Fandi membola seiring membaca spam pesan itu. Dia memberikan celah kepada Reha untuk membaca pesan itu.

Reha menggigit bibir bawahnya, dia tak tahu mengapa hatinya terasa sakit hanya karena emot love di belakang nama Ana. Tapi sekarang hal itu tak penting, yang penting adalah keputusan Fandi. Dia harap Fandi memilih keputusan terbaik.

Pembuluh darah tampak tegang di leher Fandi. "Re, maafin aku. Aku memilih Ana," ujar Fandi berlari tergesa. Ya, dia akan pergi ke rumah Ana.

Tangis Reha seketika pecah, tubuhnya merosot. Air mata membanjiri wajah cantiknya.

Jika bukan karena perjodohan dari orang tua mereka, Reha tak akan pernah mau menikah dengan Fandi. Tapi semua sudah terjadi, bahkan dia sudah mempunyai buah hati dengan Fandi, itupun atas desakan orang tua mereka.

Sekarang bagaimana nasib kedua putrinya jika mereka bercerai? 

Reha memeluk lututnya, bahunya bergetar, dia menangis hebat.

Hujan di malam gulita itu menjadi saksi hancurnya Reha.

                    《♡♡》

Fajar telah memunculkan rona-rona kemerahan di langit. Pagi telah tiba, makhluk hidup telah bangun dari peristirahatannya.

Kendaraan berlalu-lalang memadati jalan raya.

Lyshi duduk di ranjang sembari mengayunkan kedua kakinya. Gadis kecil itu bingung harus berbuat apa, ia sangat bosan.

Era-adiknya malah asik bermain berbie tanpa menghiraukan kakaknya yang dirasuki oleh rasa bosan.

"Era..." panggilnya menggoyang-goyangkan tubuh Era.

Era yang sedang asik mengkuncir berbienya kemudian menoleh. "Apa sih, kak?" ujarnya setengah kesal lantaran Lyshi terus-terusan memanggil namanya.

"Main ke lapangan yuk," ajak Lyshi bangkit dari duduknya.

"Nggak mau, kakak aja sana. Era, mah mau main sama berbie aja," tolak Era.

Lyshi mendengus. "Berbie terus! Lyshi doa'ain berbie Era dirasukin sama hantu!" geram Lyshi. 

Era membolakan matanya. "Ih! Jangan gitu, lah."

Anak sulung itu terkikik, "Makanya jangan main berbie terus. Sesekali kita main ke luar."

Si maniak berbie bangkit dari duduknya, dia mendekati Lyshi. "Tapi kalau dimarahin mama gimana?" 

"Itu urusan gampang, lagian mama, kan lagi istirahat di kamar. Mama sakit, kan? Pasti nggak bisa ngomel dong," ujar Lyshi.

Reha memang sedang sakit. Suhu tubuhnya meninggi setelah menangis semalaman. Wanita itu tertidur di lantai dan ditemukan pingsan oleh Fandi. Sungguh Fandi merasa sangat bersalah malam itu.

"Yaudah yuk!" ajak Lyshi menggandeng tangan adiknya.

Mereka berjalan mengendap-endap. Lyshi dan Era takut ketahuan oleh Fandi, kebetulan hari ini Fandi tak berangkat ke kantor untuk menemani Reha yang terbaring sakit di atas ranjang.

Lyshi menghebuskan napas lega, akhirnya ia bisa pergi dengan Era tanpa ketahuan.

Kedua gadis kembar itu berjalan kaki, kebetulan jarak lapangan dengan rumah mereka tak terlalu.

Pemandangan hijau adalah hal pertama yang mereka lihat kala menginjakkan kaki di lapangan itu.

Senyum Era terbit. "Woah. Indah banget!"

"Norak! Makanya main ke luar, jangan sama berbie terus," sarkas Lyshi mendudukkan bokongnya di salah satu kursi yang ada di lapangan itu.

"Iya deh. Kapan-kapan kita main ke sini lagi, ya. Atau ke tempat yang lebih indah," ujar Era menghirup napas dalam-dalam. Dia berkata seperti itu tanpa tahu apa yang akan terjadi.

"Siap!" Lyshi bersorak senang.

Mata Lyshi menerawang mencari keberadaan seseorang, Lyshi mencari Rama. Tujuan utama ia ke sini adalah bertemu dengan Rama.

Era menatap kakaknya lamat-lamat. "Nyari siapa, kak?"

"Nyari Rama, dia teman Lyshi. Ganteng pula, kayaknya Lyshi suka sama dia," ujar Lyshi tersenyum malu.

"Huu! Masih kecil juga,"sorak Era.

Mata Lyshi menajam, "Bodoamat."

Dan mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, Era sibuk memakan jajan yang dibawanya dari rumah. Sedangkan Lyshi sibuk mencari keberadaan Rama.

Beberapa saat kemudian mata Lyshi membulat, dia berseru menyebut nama Rama. "Rama!" ia berlari ke arah Rama dengan menarik tangan Era. Adiknya tentu langsung terkejut karena ditarik secara tiba-tiba.

Lyshi tersenyum lebar. "Hai Rama! Akhirnya kita ketemu lagi."

Rama cengo di tempat, dia terkejut mengapa ada dua Lyshi di depannya. Apa dia berhalusinasi?

"K-ok kamu ada dua?" tanya Rama menatap Lyshi dan Era dengan wajah bingung.

Era tertawa terbahak, "Hahaha! Teman kakak bodoh banget," ujarnya berjalan menjauhi Lyshi dan Rama.

"Ra! Mau kemana kamu?!" tanya Lyshi dengan pekikan. Lyshi takut Era hilang, bukan apa-apa, kan kalau Era hilang ia yang akan kena marah orang tuanya.

Era menoleh ke belakang, "Mau beli es krim!"

Lyshi menggelengkan kepala melihat tingkah kurang ajar adiknya, dia pergi setelah memaki Rama, kan Lyshi yang menanggung malu.

"Ram, maafin adik kembar Rora. Dia emang kaya gitu," ujarnya tak enak.

Rama mengangguk kecil.

Lelaki kecil itu melihat penampilan Lyshi dari atas hingga bawah, gadis itu mengenakan celana pendek dan hoodie berwarna army, tak lupa sepatu sneakers yang melekat di kaki kecilnya. Penampilan Lyshi sudah tampak modis meski masih usianya masih 5 tahun.

Lyshi melihat ke arah tatapan Rama. "Ngapain Rama lihatin Rora sampai segitunya? Rama suka, ya sama Rora?" godanya mencolek dagu Rama.

Rama menjawab dengan gelengan kepala.

Melihat itu wajah Lyshi menjadi masam. "Coba ngomong, Ram. Dari tadi kalau nggak ngangguk ngegeleng terus." 

"Kamu cerewet banget, sih!" ucap Rama meninggikan suara.

Lyshi terkejut dengan bentakan Rama, meski tak terlalu keras tapi ia tetap saja terkejut. "M-maaf. Rora nggak berisik lagi," lirihnya menundukkan kepala, gadis kecil itu meneteskan air matanya.

Rama menghela napas, "Jangan nangis, Ra. Aku nggak sengaja tadi," bujuk Rama mengusap bahu Lyshi.

Lyshi tersenyum kecil, "Nggak papa, Ram. Rora emang cengeng."

Bohong! Lyshi bukanlah tipe gadis cengeng, ia adalah gadis tegar dan tak mudah menangis. Bahkan ia pernah dimarahi oleh Fandi karena membuat Era menangis. Saat itu Lyshi menggunting habis rambut berbie milik Era, tentu Era menangis kencang karena berbie yang dibotakinya adalah berbie kesayangan Era. Berakhirlah pagi itu Lyshi dimarahi habis-habisan oleh Fandi, dan Lyshi tak menangis sama sekali, malahan dia melontarkan candanya yang membuat Fandi terbahak.

Tapi entah mengapa air matanya jatuh karena bentakan Rama.

Melihat senyum gadis di depannya, Rama menjadi semakin tak enak. "Maafin aku. Sebagai permintaan maaf, gimana kalau hari ini kita main bareng. Terserah kamu mau main apa, aku ngikut aja," tutur Rama membuat Lyshi tersenyum senang.

Percaya atau tidak, baru kali ini Rama berbicara panjang. Bahkan dengan kedua orang tuanya saja dia berbicara dengan irit. Rama juga tidak tahu mengapa bisa berbicara sepanjang ini dengan Lyshi.

"Ram, kita main kejar-kejaran aja yuk!" ajak Lyshi diangguki oleh Rama.

Dan siang itu mereka bermain kejar-kejaran tanpa mempedulikan teriknya sinar matahari. 

Era sendiri tak ikut bermain bersama mereka, dia malah asik memakan es krim dan bermain dengan berbienya. Dan Era membuat Lyshi tak habis pikir, ia tak habis pikir mengapa Era bisa membawa berbienya. Lyshi kira dari rumah adiknya hanya membawa jajan, ternyata tidak. Tapi tak apa, terserah Era mau melakukan apa. Yang terpenting kini Lyshi bisa bermain dengan Rama.

Lyshi dan Rama berteduh di bawah pohon, mereka membaringkan tubuh dan menikmati semilir angin yang menerpa tubuh mereka.

"Ram, kita kaya gini terus ya. Kamu jangan ninggalin Rora," ujar Lyshi. Rama mengangguk meski ia tak yakin akan selalu bisa di sisi Lyshi.

"Iya, aku janji. Tapi aku nggak tau bisa nepatin janjiku atau enggak," balas Rama mengangguk ragu.

Lyshi tersenyum senang. Sekarang yang penting Rama mau berjanji dulu, urusan bisa menepati atau tidak itu urusan belakang. 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status