Share

05. Tidur Bertiga

Arga terlihat lebih segar dengan piyama tidurnya saat menuruni anak tangga. Berjalan pelan menghampiri sang istri yang sedang mengaduk secangkir teh hangat di sana.

"Minum ini, biar tubuhmu hangat." Ujar Kiara sembari menyodorkan satu cangkir teh yang sengaja ia buat untuk suaminya itu. Mandi di tengah malam seperti ini pasti sangat dingin.

Berjalan ke arah kursi, lalu wanita yang memakai piyama dan dibalut cardigan itu pun tampak duduk dengan tenang di kursi meja makan. Memperhatikan sang suami yang sedang meneguk teh hangatnya.

"Sudah lebih tenang?" Ujar Kiara disaat Arga berjalan ke arahnya. Berjongkok disampingnya sembari melingkarkan tangannya pada pinggang ramping milik istrinya itu. Menenggelamkan wajahnya pada perut Kiara.

Arga hanya mengangguk tanpa berucap. Ia rindu, ingin memeluk wanitanya. Dalam diamnya, Arga benar-benar merasa bersyukur memiliki wanita seperti Kiara Maharani.

Tangan Kiara tak hanya diam, namun juga mengusap punggung lebar pria itu dengan lembut.

"Sekarang ceritakan, kenapa kamu marah sampai bentak aku seperti itu, hm?" Ujar Kiara terdengar lembut.

Awalnya ia memang terkejut ketika Arga tiba-tiba saja membentaknya. Namun ikut marah dan tersulut bukanlah hal yang patut diapresiasi untuk menghadapi permasalahan seperti ini.

Terlebih lagi Han Fiola sedang sakit, jika ia ikut tersulut sama halnya mengabaikan kondisi Fiola yang membutuhkan waktu istirahat lebih banyak.

Arga mendongak menatap mata teduh yang selalu membuatnya merasa nyaman.

"Aku hanya kalut, Ra." Ujar Arga sembari mengeratkan dekapannya.

"Kalut?"

Pria dengan rahang tegas itu pun mengangguk pelan.

"Aku takut kamu pergi meninggalkanku, sayang." Ujarnya dengan suara yang berat dan terdengar serak.

"Aku nggak bisa! Aku nggak bisa kalau kamu tinggal sendirian, Mom. Maafkan aku, Mas nggak bisa berpikir jernih sampa bentak kamu. Mas benar-benar minta maaf," ucap Arga disertai satu lelehan air mata yang mengalir begitu saja.

Benar, ia takut. Takut jika Kiara benar-benar pergi karena wanita itu telah membawa segalanya.

"Aku nggak kemana-mana, Mas Arga. Sudah jangan menangis," ujar Kiara sembari mengusap air mata yang luruh itu. Ada perasaan senang dan lega saat Kiara menemukan kejujuran di sana. Di saat pria itu tak ingin kehilangannya.

"Kenapa tak mengabariku jika Fiola demam, Mom?" Ujar Arga masih diposisi yang sama. Menatap wanita dari bawah.

"Aku pikir kamu nggak akan pulang lagi malam ini," balas Kiara.

"Seharusnya kamu tetep kabarin aku, Ra!" Sahut Arga dengan cepat bahkan suaranya naik daripada sebelumnya.

Kiara hanya menghela nafas beratnya. Wanita itu lantas melepaskan tangan Arga yang melingkari di perutnya. Lalu mulai berdiri dari duduknya.

"Nggak ada waktu, aku panik. Dan Fiola terus menangis. Seperti kamu yang bahkan tak mengirim pesan padaku sama sekali hari ini," ujar Kiara sembari melangkah menjauh. Membawa cangkir miliknya menuju wastafel untuk di cuci.

Jelas sekali jika Kiara tengah menyindir suaminya itu.

Ucapan Kiara seakan menohok hati Arga.

"Maaf," ujar Arga pelan. Ia hanya bisa mengigit bibir bawahnya saat ini.

Kedua saling terdiam, karena Kiara tak membalas ucapan maaf itu. Sedangkan Arga kembali menyesali tingkahnya yang seakan menyulut emosi dari sang istri.

Arga ingin mendekat dan kembali merengkuh wanita yang tengah membelakanginya itu, namun ia seakan tak memiliki keberanian untuk hal itu. Ia takut jika Kiara menolak sentuhannya.

"Bagaimana keadaan Bianca?" Ujar Kiara setelah ia menyelesaikannya pekerjaannya.

"E-efek dari cuci darahnya sudah perlahan membaik," balas Arga setengah terbata karena terkejut ketika Kiara mengajaknya berbicara lebih dulu.

Tubuh Kiara berbalik, wanita itu tampak menggulum bibir bawahnya sejenak.

"Katakan padanya, maaf aku belum bisa menjenguknya." Ujar Kiara. Ya meskipun terkadang ia merasa jenggah dan cemburu karena Arga lebih memperhatikan Bianca, namun Kiara memang tak bisa egois akan hal itu. Ia mengenal lama juga sudah lama, bahkan sebelum mereka menikah.

Sebuah senyuman terbit dari bibir Arga, inilah yang ia sukai dari wanita ini. Kebaikan dan kelembutan wanita itu yang membuatnya jatuh cinta berkali-kali.

"Ya, sayang." Ujar Arga masih dengan senyumnya.

"Aku akan tidur di kamar Fiola," ucap Kiara sebelum ia beranjak pergi.

"Aku ikut," sahut Arga yang lantas berdiri.

Sedangkan Kiara hanya menaikkan salah satu sudut matanya.

"Kita sudah lama tidak tidur bertiga, sayang." Ujar Arga sekali lagi dengan tatapan memohonnya.

"Baiklah," ujar Kiara yang memang juga sama rindunya dengan momen seperti ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status