공유

Masa Lalu

작가: Jeshyl An
last update 최신 업데이트: 2025-01-16 22:35:41

Setelah mengantar Fibi pulang dengan selamat dan memastikan gadis itu tidak kelaparan, Edwin pun kembali ke kafe. Dia melihat Aliyah masih duduk di salah satu bangku kafe, menunggunya. Edwin menarik napas sebentar, lalu berjalan mendekat.

“Sorry lama,” ucap Edwin sambil menarik kursi di depan Aliyah. Gadis itu tersenyum tipis sambil menyesap es coklatnya.

“Fibi apa kabar? Udah lama aku nggak ketemu dia,” ucap Aliyah.

Ya, mereka bertiga memang saling mengenal, sangat dekat pula. Aliyah adalah mantan Edwin. Keduanya memulai hubungan saat kelas dua SMA. Edwin pun mengenalkan Aliyah pada Fibi dan berakhir mereka menjadi teman baik.

Aliyah adalah satu-satunya cewek Edwin yang bisa dekat dengan Fibi. Biasanya, pacar-pacar Edwin akan memberi sinyal permusuhan ketika mengenal Fibi, tapi Aliyah tidak. Gadis itu justru menyambut hangat Fibi.

Hubungan mereka berjalan baik, sangat baik. Aliyah tak pernah mengeluhkan apa pun dalam hubungan mereka. Aliyah selalu pengertian dan sabar. Sikap Aliyah membuat Edwin merasa sangat nyaman, hingga kepekaannya menjadi tumpul.

Edwin sering kali menggampangkan perasaan Aliyah. Dia selalu merasa Aliyah akan mengerti dirinya. Sekalipun Edwin melakukan kesalahan dan Aliyah menegurnya, mereka pasti berakhir baik-baik saja karena Aliyah yang mencoba mengerti.

Terus seperti itu hingga Aliyah lelah. Satu hari saat kematian nenek Fibi, Edwin memberi seluruh waktunya pada Fibi tanpa peduli tentang Aliyah. Pikir Edwin, Aliyah pasti mengerti. Namun tidak, hari itu Aliyah memilih untuk menghilangkan rasa pengertiannya.

Hari itu pun adalah hari yang buruk untuk Aliyah. Hari itu, orang tuanya memutuskan untuk berpisah setelah bertahun-tahun bertahan demi Aliyah. Hari itu, Aliyah pun perlu dihibur, dia perlu Edwin, tapi cowok itu tidak ada untuknya.

Edwin menghabiskan satu minggu penuh menemani Fibi. Cowok itu hanya sesekali menghampirinya, lalu dengan terburu kembali pergi menemani Fibi. Aliyah pun tak sempat bercerita tentang orang tuanya. Dia pun tak sempat cerita, tentang dia yang mungkin saja pindah.

Setelah semua urusan perceraian orang tuanya selesai, Aliyah harus memutuskan untuk ikut siapa. Dia meminta waktu pada orang tuanya untuk memutuskan. Dia menghubungi Edwin dan meminta untuk bertemu.

“Aku antar Fibi pulang dulu, ya? Habis itu aku ke kamu.”

Ucap Edwin saat itu. Namun, ditunggu sampai malam pun, Edwin tidak datang. Hingga akhirnya, Aliyah menemui kedua orang tuanya dan memutuskan sendiri.

“Ayah, maaf. Aku mau ikut Ibu. Aku sayang Ayah, tapi aku butuh Ibu. Ayah mengerti kan?”

Ya, Aliyah memutuskan untuk ikut ibunya pindah ke Kalimantan, kembali ke kampung halaman ibunya. Dia memiliki waktu tiga hari untuk menghabiskan waktunya di sini bersama ayahnya dan teman-temannya. Dan Aliyah menggunakan waktunya dengan sangat maksimal.

Di hari terakhir, dia datang ke rumah Fibi. Seperti dugaannya, ada Edwin di sana. Dia melihat keadaan Fibi yang masih tampak kacau.

“Hai, Fib. Maaf aku baru ke sini,” ucap Aliyah. Fibi yang melihat kehadiran Aliyah seketika berlari memeluk gadis itu dengan erat. Tangisnya pecah kembali saat memeluk Aliyah. Dengan lembut, Aliyah mengusap kepala Fibi sambil mengucapkan kata-kata menenangkan.

“Fib, kamu jangan sedih terus ya? Nenek kamu juga pasti sedih dan nggak tenang kalau kamu kayak gini terus. Ikhlas, Fib. Masih banyak orang yang sayang sama kamu di sini.” Dengan pelan, Aliyah melepas pelukan Fibi.

“Ada Tante Anya, Ada Edwin, dan ada teman-teman yang lain. Mereka sayang sama kamu juga. Mereka mungkin nggak akan bisa gantiin nenek kamu, tapi mereka tetap orang-orang yang berhak mendapat senyum kamu.”

“gue coba, Al. Tapi nggak bisa. Setiap gue merem, selalu ada bayangan nenek. Al, gimana caranya gue bisa senyum lagi?”

“Ikhlas, Fibi. Kuncinya di situ. Kamu harus percaya, nenek kamu sekarang udah ada di tempat yang lebih baik.”

Aliyah membawa Fibi duduk bersama Tante Anya dan Edwin.

“Tante ambilin minum sama camilan dulu, ya.”

Di sana, Aliyah menghabiskan satu hari penuh bersama Fibi dan Edwin. Kedatangan Aliyah perlahan membuat senyum Fibi kembali.

“Aliyah, udah malam. Kamu nggak dicariin orang tuamu?” tanya Tante Anya saat jam telah menunjukkan pukul sembilan malam.

“Oh iya, nggak kerasa,” ucap Aliyah sambil tertawa pelan.

“Biar aku antar ya? Aku panasin motor dulu. Udah lama nggak dipakai soalnya,” ucap Edwin sambil berjalan keluar rumah. Tante Anya pun pergi ke dapur untuk membereskan piring mereka. Tinggal lah Aliyah dan Fibi. Aliyah memegang tangan Fibi erat.

“Fib, aku senang banget ketemu dan temenan sama kamu,” ucap Aliyah. Dia tersenyum kemudian kembali berkata, “Tapi besok, aku harus pergi, Fib.”

Perkataan Aliyah seketika membuat Fibi terkejut.

“Sebenarnya, saat nenek kamu meninggal, orang tua aku juga bercerai. Aku nggak bisa datang karena banyak yang harus diurus, termasuk kepindahanku. Tiga hari lalu, mereka minta aku memutuskan mau tinggal sama siapa,” terang Aliyah. Fibi menggelengkan kepalanya pelan, seolah tahu ke mana arah pembicaraan Aliyah.

“Aku ikut ibuku ke Kalimantan, Fib.” Tangis Fibi kembali pecah. Dia baru saja bisa merasa sedikit lebih tenang, kini dia harus kembali kehilangan teman baiknya.

“Fib, thanks ya udah jadi teman baik aku. Terima kasih udah nerima aku sebagai pacarnya Edwin degan sangat baik. Awalnya aku takut pas ketemu kamu, takut kamu mungkin nggak suka sama aku dan nyuruh Edwin putusin aku. Tapi aku salah. Kamu baik banget, Fibi. Aku seneng banget kenal sama kamu.” Aliyah tersenyum. Dia menepuk pelan tangan Fibi.

“Edwin gimana?” tanya Fibi. Aliyah kembali tersenyum tipis.

“Aku sama Edwin masih muda, kan? Aku sayang banget sama dia, tapi aku nggak bisa LDR. Dia belum tahu, tapi aku bakal bilang sama dia hari ini,” ucap Aliyah. Fibi hanya mengangguk pelan, tak tahu harus berkata apa lagi.

“Al, ayo!” teriak Edwin dari luar.

“Iya, bentar!” sahut Aliyah. Gadis itu tersenyum tulus pada Fibi, senyum perpisahan.

“Jaga diri kamu ya, Fib. Jangan sedih-sedihan lagi! Kamu harus balik jadi Fibi yang aku kenal!” Aliyah lalu memeluk Fibi dengan erat.

“Aku pamit ya?” ucap Aliyah sambil berdiri. Fibi pun ikut berdiri dan mengangguk pelan. Melihat Aliyah yang masih tersenyum, Fibi pun memaksakan dirinya untuk memberikan senyum terbaiknya.

“Al, terima kasih buat semuanya. Kita bakal ketemu lagi, kan? Aku bakal jaga Edwin buat kamu,” ucap Fibi sebelum Aliyah keluar.

“Fibi, jaga Edwin buat dirimu sendiri, ya? Aku belum tahu apa aku bakal balik atau nggak.”

Kilasan balik masa lalu itu muncul di kepala Aliyah. Gadis itu menunduk sambil tersenyum tipis. Dalam hati dia bertanya-tanya, bagaimana Fibi sekarang? Jujur saja, dia juga sangat merindukan Fibi.

“Fibi kok nggak ikut?” tanya Aliyah pada Edwin.

“Kecapekan dia, jadi langsung aku antar pulang,” jawab Edwin. Aliyah mengangguk pelan.

“Jadi gimana kalian?” tanya Aliyah lagi, yang membuat Edwin mengerutkan keningnya.

“Hubungan kamu sama Fibi, gimana?”

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Merawat Fibi

    “Tante harus berangkat sekarang. Nanti kamu sarapan sama Ed, ya!” ucap Tante Anya setelah selesai membasuh wajah Fibi dan membantu gadis itu menggosok gigi. Sekarang sudah hampir pukul tujuh pagi, jadi dia harus segera berangkat kerja. “Emang Ed nggak ke kafe?” tanya Fibi sambil pelan-pelan bergerak untuk menyender di kasur. Perutnya masih terasa perih dan badannya juga masih lemas, jadi dia bergerak pelan-pelan.“Ya kali Edwin ke kafe setelah lihat kamu hampir sekarat kemarin. Bentar lagi dia juga pasti ke sini,” ucap Tante Anya. Wanita itu lalu pergi keluar kamar Fibi untuk mengambil tasnya.“Tante berangkat ya, Fib! Kamu jangan rewel sama Edwin!” peringat Tante Anya.“Ih, aku bukan anak kecil,” gumam Fibi yang tentu saja tidak terdengar oleh Tante Anya karena wanita itu sudah pergi.Fibi mengambil ponselnya. Ada banyak pesan dari Kevin yang menunjukkan kekhawatiran laki-laki itu. Senyumnya seketika mengembang. Gadis itu membaca satu persatu pesan dari Kevin dengan senyum yang tak

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Jangan Sakit Lagi

    Untuk menghargai Kevin, Fibi tetap memakan bingsu yang dipesan laki-laki itu. Namun dia hanya memakan potongan esnya saja.“Kamu nggak suka bingsu ya?” tanya Kevin yang menyadari kalau sejak tadi Fibi seperti terpaksa memakan bingsu-nya.“Suka kok, Mas,” jawab Fibi.“Kamu nggak pinter bohong, Fib. Nggak suka ya?”Fibi tersenyum kikuk.“Sebenarnya, aku nggak bisa makan mangga, Mas.” Fibi pun akhirnya jujur pada Kevin. Mendengar ucapan Fibi, wajah Kevin pun seketika tampak merasa bersalah.“Kenapa kamu nggak bilang? Ya sudah jangan makan lagi!” ucap Kevin sambil menjauhkan mangkok bingsu dari Fibi.“Nggak enak. Mas Kevin kelihatan excited banget buat ngenalin aku makanan enak di sini,” ucap Fibi.“Jangan gitu lagi, Fib. Aku nggak masalah kalau kamu memang nggak suka atau nggak bisa makan sesuatu yang aku belikan. Kamu bilang aja, jangan ngerasa nggak enakan.” Kevin menatap lekat pada Fibi, seolah memberi peringatan pada gadis itu agar tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.“Jadi seka

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Makan Malam Bersama

    Setelah selesai merapikan alatnya, Kevin menghampiri Fibi. Gadis itu tengah merapikan rambutnya di depan cermin. Fibi menyisir rambutnya lalu mengikat rambutnya. Di mata Kevin, gerakan Fibi tersebut tampak seperti slow motion. Senyum Kevin seketika mengembang saat memperhatikan Fibi. Begitu gadis itu selesai dengan mengikat rambutnya dan tengah merapikan poninya, Kevin pun mendekat.“Udah cantik,” ucap Kevin tepat di sebelah Fibi, yang hanya dibalas senyuman.Fibi yang tadinya fokus dengan rambutnya, seketika menyudahi kegiatannya. Gadis itu tersenyum malu sambil menunduk. Berpura-pura merapikan barang di dalam tasnya. Sejujurnya, dia hanya tidak tahu harus menjawab apa. Bibirnya kelu karena terkejut ditambah malu.“Sudah? Aku mau ajak kamu makan malam dulu, mau?”“Boleh aja, Mas,” jawab Fibi.Tanpa diduga, Kevin mengulurkan tangannya. Fibi yang tercengang pun hanya bisa menatap uluran tangan Kevin untuk beberapa waktu. Sampai Kevin sendiri yang meraih tangan Fibi dan menggandengnya m

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Lucu

    Edwin berusaha memejamkan mata, tapi setiap kali melakukannya dia terus terbayang senyum Fibi. Senyum yang tadi dia lihat, dan bukan karenanya. Rasa sesak masih ada di dadanya. Ini pertama kali baginya, merasakan sesak yang tak kunjung reda. Bahkan saat dia putus dengan Aliyah pun rasanya tidak begini.Ada rasa takut jauh di dalam hatinya. Takut posisinya akan tergantikan, dan takut Fibi akan melupakannya. Edwin takut dia tak akan berarti lagi di hidup Fibi. Sisi egoisnya terus meronta memintanya kembali dan menarik Fibi pulang. Mengunci gadis itu hanya untuk dirinya seorang. Namun dia masih waras untuk tidak merusak hubungan persahabatannya dengan Fibi.Baru begini saja, Edwin rasanya sudah kelimpungan. Bagaimana jika nanti dia benar-benar kehilangan Fibi? Edwin tidak pernah mengira, Fibi akan membuat hatinya jungkir balik sedemikian rupa. Dia tidak sadar bahwa Fibi sudah hampir mengisi penuh hatinya. Sampai hanya melihat Fibi tersenyum karena orang lain saja, Edwin tak rela.Edwin m

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Mulai Jauh

    “Fibi nggak ke sini, Ed?” tanya Jeff saat Edwin tengah sibuk menggiling kopi. Kafe tidak begitu ramai di siang hari begini. Hanya ada beberapa pelanggan yang sibuk dengan laptop atau ponsel mereka. Biasanya siang begini yang datang adalah mahasiswa untuk mengerjakan tugas.“Belum ngabarin sih. Tapi kayaknya nggak ke sini,” jawab Edwin.Sudah beberapa hari terakhir ini Fibi sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka biasanya hanya bicara saat malam hari, setelah kafe tutup. Itu pun Edwin harus menahan diri karena terus mendengar Fibi menceritakan Kevin. Dia ingin bicara dengan Fibi, ingin mendengar suara Fibi, bahkan jika gadis itu hanya membicarakan laki-laki lain dan membuat dadanya sesak.Edwin tahu, dia sekarang tidak memiliki kesempatan lagi. Fibi sudah dimabuk cinta. Dan sialnya, Edwin rasa Kevin juga menyukai Fibi. Terlihat dari sikap Kevin yang akhir-akhir ini cukup intens mencari perhatian Fibi.Ya, siapa yang tidak menyukai Fibi? Meskipun tidak secantik Sarah, tapi Fibi tidak bisa

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Harapan

    “Gue suka banget deh, Fib sama hasil make up lo. Selalu on point. Jadi, gue selalu suka kalau dapat lo sebagai MUA,” ucap Rania saat Fibi tengah fokus memoles wajahnya. Fibi pun hanya tersenyum. Dalam hati, dia selalu sangat senang saat ada orang yang memuji hasil kerjanya. Dia merasa, semua kerja kerasnya terbayar ketika mendengar modelnya menyukai riasannya.“Temen gue banyak yang nanyain lo tahu, Fib,” ucap Raina lagi.“Nanya gimana?”“Banyak sih. Paling sering, mereka tanya net harga buat nyewa lo sebagai MUA mereka.” Raina kini memejamkan matanya karena Fibi sudah sampai di riasan mata. Namun, bibirnya tak henti bercerita tentang teman-temannya yang menyukai hasil riasan Fibi.“Lo nggak ada niatan jadi MUA tunggal?”“Udah kok. Kemarin gue jadi MUA tunggal di acara nikahan temennya Mas Kevin,” jawab Fibi. Setelah memberikan satu sentuhan warna terakhir, riasan Rania pun selesai. Gadis itu melihat pantulan wajahnya di cermin dan tersenyum puas.“Perfect,” ucap Rania. Dia berdiri la

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Klarifikasi

    Dua coklat hangat menemani Fibi dan Tante Anya yang sedang bersantai di teras rumah. Saat Fibi mengajak Tantenya untuk minum coklat hangat di teras, Tante Anya sudah merasa heran. Dulu memang, mereka sering mengobrol di teras sambil menikmati coklat hangat. Sejak bekerja, Fibi lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar atau di ruang tengah.“Tumben kamu ngajakin nongkrong di teras?” tanya Tante Anya.“Ya, sesekali aja. Lagi pengen,” jawab Fibi sambil tersenyum manis. Satu hal lagi yang aneh dari Fibi. Sejak pulang kerja, gadis itu tak berhenti tersenyum. Bukan senyum tipis yang biasa, tapi senyum manis penuh kebahagiaan.“Nggak bantuin Edwin?” tanya Tante Anya lagi.“Nggak, kata Edwin Sunrise baru hire pegawai baru. Jadi kayaknya, aku nggak perlu lagi ikut bantu-bantu di sana. Pegawainya Edwin udah banyak,” jawab Fibi lagi. Gadis itu menyesap coklat hangatnya, lalu tersenyum sambil menatap langit.“Kamu kenapa sih? Aneh banget hari ini,” ucap Tante Anya akhirnya.“Aku ....” Fibi m

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Makan Siang Bareng

    Fibi tengah fokus merapikan alat make up-nya. Hari ini dia kembali ke rutinitasnya di kantor seperti biasa. Kebetulan hari ini dia mendapat jadwal memberikan demo Bold and Artistic Make up untuk MUA yang baru bergabung.Baru saja Fibi akan menutup kotak make up-nya, ponselnya tiba-tiba berbunyi tanda ada pesan masuk. Dan itu dari Kevin. Seketika, dada Fibi berdetak tak karuan. Saat dia membukanya, senyumnya seketika mengembang dan pipinya memerah.“Mau makan siang bareng di luar? Saya nemu tempat makan yang kayaknya enak.” Begitu bunyi pesan dari Kevin. Tanpa berpikir lagi, Fibi pun langsung mengiyakan. Gadis itu seketika melihat penampilannya lewat kamera ponsel.“Cielah, mau ke mana nih?” ucap Raka saat Fibi akan beranjak dari kursinya. Hari ini Kevin ada pemotretan di luar, jadi mereka sepakat untuk bertemu di tempat saja.“Kepo deh,” jawab Fibi sambil tertawa kecil.“Ye, gue tahu kok. Mau ketemu Kevin kan?” sahut Raka. Fibi pun seketika membesarkan mata karena terkejut. Dari mana

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Menyukainya Tanpa Henti

    Sejak pulang dari Surabaya, Fibi tak beranjak dari kasur sama sekali. Dia masih betah rebahan sambil memeluk Beom. Satu tangannya sibuk bermain ponsel. Dia tertawa keras ketika muncul video lucu, tiba-tiba menjadi serius ketika muncul video edukasi, lalu bisa senyum-senyum tidak jelas ketika muncul video idol Korea. Yang jelas, hari ini Fibi benar-benar tidak ingin diganggu dan tidak ingin memikirkan pekerjaan. Kemarin Fibi tiba di rumah pukul enam, dan sejak itu sampai sekarang dia masih betah berada di kamarnya.Tiba-tiba ponselnya berdering. Fibi memutar matanya kesal saat melihat nama Edwin muncul. Tentu saja bukan tanpa alasan Fibi kesal dengan sahabatnya itu. Sejak dia naik pesawat sampai pagi ini, Edwin sama sekali tak bisa dihubungi. Hanya Tante Anya yang kemarin menjemputnya di Bandara.Karena kesal, Fibi pun mematikan panggilan telponnya lalu kembali asyik berselancar di media sosial. Namun, telpon dari Edwin kembali masuk. Beberapa kali Fibi menolak, telpon itu kembali masu

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status