"Siapa yang suruh Mbak Nana? Katakan pada saya!" Taka muncul dari balik persembunyian. Dua wanita itu kaget dan bola mata bergerak liar karena takut. Bahkan gadis yang bernama Nana, bersembunyi di balik punggung teman bicaranya tadi.
"Eh ... Mas Taka. Ada apa? Suruh apa? Saya tidak paham?" Ekspresi wajah gadis yang bernama Nana membuat Taka hampir saja meledak tawanya. Mirip sekali dengan hantu pasar malam yang kepergok tengah merokok saat pengunjung datang.
"Sudah, jangan berbohong. Saya tanya, siapa yang suruh Mbak Nana masukin serbuk minuman untuk saya?" tanya Taka lagi masih menahan emosi sambil mengepalkan tangan di belakang tubuhnya. Pemuda itu mendekat beberapa langkah, lalu Nana dan temannya mundur takut.
"Siapa?" tanya Taka lagi, kali ini dengan ekspresi sangat serius.
"Mm ... saya gak bisa bilang, Ka, sori." Nana berbalik badan dengan cepat. Untunglah Taka berhasil menahan lengan Nana dan menariknya dengan sedikit kasar.
Arum memperhatikan Taka dan Anes yang duduk di depannya dengan saling membuang pandangan. Keduanya bungkam dan tidak berani meneruskan ucapan mereka. Arum yang sudah mulai bisa menyeret kakinya untuk berjalan, seketika penasaran saat mendengar ada kegaduhan di teras antara Taka dan juga Anes. Walau suara keduanya tertahan hingga tidak ada tetangga yang menyadarinya. Namun wanita itu dapat mendengar dengan baik.“Jadi, ada masalah apa antara kalian berdua? Siapa yang hamil?” tanya Arum dengan sorot mata tajam memperhatikan keduanya bergantian. Taka dan Anes masih diam seribu Bahasa. Masih saling membuang pandangan.“Gak mungkin Taka yang hamil’kan? Saya lihat soalnya waktu Taka sunat. Lucu deh bentuknya.” Kekonyolan yang diucapkan Arum, sontak membuat Anes merasakan hangat di pipinya, hingga memunculkan warna merah di pipinya. Sedangkan Taka sudah melotot tidak percaya dengan apa yang barusan diucapkan Arum.“Teteh … bic
"Pinjam ponsel kamu, cepat, Ka!" bisik Anes tak tak sabar. Taka mengeluarkan ponsel dari saku, lalu membuka kunci layar dengan cepat."Duh, lama deh!" gerutu Anes yang langsung menyambar ponsel dari tangan Taka. Pemuda itu hanya bisa tersenyum dalam diam, sambil bergumam,"ibu hamil galak banget!"CeklekCeklekCeklek"Loh, ini kok gak bisa kameranya? Gimana sih?" omel Anes saat tak bisa memotret dua orang yang akan masuk ke dalam mobil mewah."Kamera belakang rusak, Non. Bisanya Selfi aja," sahut Taka sambil menahan tawa. Anes melotot dengan bibir maju beberapa centi. Dia terpaksa mengambil potret dengan pose Selfi pada objek fotonya. Lumayanlah, daripada tidak dapat sama sekali.Anes menghela napas lega dan di saat yang sama. Dia baru sadar, wajahnya tepat di dada Taka. Semburat merah di wajahnya kembali muncul. Keduanya diam tak bergerak."Non, kita mau nginep
"Apa ini?" Julian menatap foto yang tidak terlalu jelas di dalam ponsel milik Anes."Lihat saja. Masa kamu tidak mengenali postur tubuh istri dan juga papa kamu?" Anes duduk di samping Julian. Membiarkan suaminya memperbesar gambar. Memang tidak begitu jelas, mengingat ponsel yang digunakan untuk mengambil potret itu adalah ponsel Taka. Ponsel jadul yang bentuknya seperti roti kopi yang banyak dijual di mal."Tidak mungkin! Papaku sangat mencintai Mama. Dan ... Kak Mira ...." Julian mentransfer foto dari ponsel Anes ke dalam ponselnya. Dengan wajah gusar, Julian bangun dari duduknya dan berjalan keluar dari kamar.Ya, lelaki itu pergi dengan rasa marah yang menggumpal di dadanya. Lalu Anes? Wanita itu tersenyum puas. Puas akan takdir Tuhan yang menetapkan tangannya tidak perlu dikotori untuk mencari bukti siapa dalang di balik ini semua."Ah ... akhirnya Tuhan yang membuka kebenaran itu. Tidak perlu
Lelaki itu terdiam di kursi kerjanya. Wajahnya berantakan begitu juga dengan pakaiannya. Entah sudah berapa bungkus rokok dia habiskan dalam lima jam ini. Jangan ditanya bagaimana keadaan kantornya. Semua barang dirusak, bahkan semua dokumen penting perusaan dirobek hingga menjadi sampah di dalam ruangannya.Mau alkohol juga begitu menyengat memenuhi isi ruangan. Tidak ada siapapun yang berani menegurnya, termasuk sang sekretaris yang sudah kembali ke rumahnya, karena ketakutan oleh sikap Julian.Pintu ruangan lelaki itu dikunci dari dalam. Terkadang dia tertawa terbahak-bahak. Terkadang juga menangis dan meracau tak menentu. I marah pada takdir Tuhan. Ia kecewa dengan orang tuanya dan patah hati dengan Mira. Wanita yang juga sangat ia cintai setelah mamanya, lalu Anes.Sekarang, semua berubah dan berbalik menghukumnya. Istrinya bermain api dengan papanya. Istri yang ia banggakan dan sangat ia sayangi. Meskipun wanita itu
Julian sudah kembali terlelap di brangkarnya. Lelaki itu benar-benar tidak mengingat kejadian apapun, selain hari pernikahannya dengan Anes. Kepalanya yang tiba-tiba sakit, membuat Julian akhirnya terlelap lagi dan membiarkan Anes tengah kebingungan sekarang.Julian yang ia kenal pertama sekali, muncul lagi. Sikapnya manis dan sangat lembut bertutur kata padanya. Lalu, bagaimana bisa dia tiba-tiba menceraikan suaminya? Tunggu, bukankah dengan hilangnya ingatan Julian, pertanda semua masalah selesai dan Juliannya kembali padanya seperti sedia kala?Dokter mangatakan,bahwa cedera kepala dan stres menjadi salah satu penyebab terjadinya amnesia pada seseorang. Benturan yang terjadi pada kepala Julian contohnya. Lelaki itu akan sulit mempelajari informasi baru setelah terjadinya amnesia. Serta kesulitan mengingat peristiwa masa lalu dan informasi yang sebelumnya diingat.Kebanyakan orang dengan amnesia memiliki masalah dengan i
Ketiganya bergantian menatap Anes dengan pandangan bingung. Terutama Julian, lelaki itu membuka sedikit mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi diurungkan. Anes berubah pemarah. Itu yang ada dalam pikiran Julian. Apa karena belum malam pertama dengannya?"Julian, kenapa kamu diam saja? Aku bilang cari baju kaus yang sudah kamu buang itu?" Anes kembali menggeram kesal. Tuan Permana dan istrinya sampai terlonjak kaget dengan emosi Anes yang benar-benar berubah."Sayang, nanti kita bisa beli yang baru dan masih bagus. Lagian, ada apa dengan baju itu? Kenapa terlihat begitu berharga untuk kamu?" Julian mengiba. Wajah pucatnya belum hilang. Lemas dan tidak bercahaya."Aku tidak mau tahu, pokoknya harus dicari. Kalau tidak ...." Ketiga orang yang sedang memperhatikan Anes, memandang sengit sekaligus penasaran dengan lanjutan ucapan kalimat yang akan keluar dari bibir Anes."Kalau tidak, kita bercerai!""Hah?" Julian melotot kaget. L
Taka melamun memandang rintik hujan di jendela metromini yang sedikit retak. Segalanya berlangsung begitu cepat selama kurang lebih empat puluh hari ini. Rangkaian peristiwa yang membawanya bertemu dengan Anes. Membuat masa depan wanita itu rusak dan sekarang mengagumi bahkan menyukainya layaknya kekasih. Apakah dia termasuk lelaki tidak tahu malu? Haruskah ia benar-benar melupakan wanita itu? Wanita yang tengah mengandung anaknya. Walaupun bukan buah cinta antara mereka, tetapi bayi itu ada karena takdir Tuhan yang mempertemukan keduanya.Pantaskah saat ini jika dia egois? Ingin melihat wanita itu setiap hari, sebelum lelaki yang menjadi suaminya cedera. Kini, ia tidak bisa memandang wanitanya, bahkan dari jauh sekalipun. Pesan darinya juga sudah tidak dibaca. Bisa saja mungkin langsung dihapus. Taka merasa ada yang hilang pada sebagian dari dirinya. Ia kehilangan semangat bekerja karena Anes. Apa kabarnya dia? Apakah baik-baik saja? Taka mengusap embun yang menutupi pemanda
"Kepala kamu masih sakit, Lian?" tanya Anes pada suaminya, saat mereka tengah menyantap sarapan. Lelaki itu tersenyum, lalu menggeleng."Aku baik-baik saja dan aku rasa akan lebih cepat sembuh jika aku bisa ... Yah ... bercumbu mungkin," sahut Julian dengan senyuman lebar. Jika dia adalah istri yang sedang dimabuk cinta pada suaminya, tentulah saat ini dia akan menarik paksa lelaki itu untuk masuk ke dalam kamar, tetapi kenyataannya, perasaan cinta itu mengikis perlahan. Dia bertahan sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Begitu Julian sembuh, maka dia akan meneruskan keputusannya. Sembuhnya kapan? Hanya Tuhan yang tahu, karena sampai saat ini isi di kepala Julian bahwa mereka pengantin baru."Aku tidak mau kamu sakit lagi dan pingsan untuk waktu yang lama hanya gara-gara bercumbu. Sabar dulu saja. Sudah, tidak perlu terlalu memikirkannya, makanlah dengan banyak biar kamu lekas sembuh," ujar Anes lagi dengan senyuman tipis. Tangannya cekatan mengambilkan nasi p