Share

Pengkhianat Sebenarnya

Waktu terus berjalan dan tak terasa sudah sebulan lebih dari kejadian salah ranjang berlalu. Semakin hari Rhea mulai menerima kehidupan barunya tanpa Rylan. Meski ia belum menunjukkan diri di depan umum tapi ia sudah berani keluar rumah walau menggunakan penyamaran. 

Denting bunyi lift terdengar dan saat pintu terbuka Rhea keluar dari dalam lift dengan membawa sebuah kotak di tangan. Saat ini ia tengah berada di apartemen Lucy berniat memberinya kejutan karena hari ini adalah hari ulang tahunnya. Selain itu juga sebagai ucapan terima kasih karena selama ini Lucy selalu ada untuknya. Senyumnya terus merekah di balik masker yang dipakainya. Dan saat sampai di depan sebuah pintu bercat coklat, ia segera membuka kunci menggunakan sandi yang telah ia hafal. “Syukurlah sandinya belum berubah,” gumamnya saat pintu telah terbuka. Tak membuang waktu ia segera masuk ke dalam dan mempersiapkan kejutan. Ia yakin Lucy pasti akan terkejut nanti dan menyukai kejutan darinya. Kejutan hadiah sebuah kalung seharga puluhan juta. Baginya harga tidak masalah karena itu adalah hadiah untuk seseorang yang berarti dan berharga baginya.

Hampir satu jam menunggu, Rhea segera bangkit dari duduknya di dapur saat mendengar pintu apartemen terbuka. Tak lupa ia membawa kue yang telah ia siapkan dan bersiap menyambut Lucy dengan senyuman dan ucapan selamat ulang tahun. 

Tapi, langkahnya seketika terhenti di mana suaranya juga kembali tertelan ke tenggorokan saat melihat pemandangan di depan mata. Ia yang keluar dari dapur dan menuju ruang tamu seketika nyaris kehilangan nafas saat melihat tepat di depan mata Lucy tengah berciuman ganas dengan Rylan. Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat Rylan mendorong Lucy ke sofa dan dengan tidak sabaran menarik kemejanya hingga semua kancingnya terlepas. Tak hanya itu saja, ia juga melihat Rylan tak sabaran membuka ikat pinggangnya. 

Sekujur tubuh Rhea seolah kaku dan mati rasa tak terkecuali kedua tangannya yang menopang kue ulang tahun untuk Lucy. Hingga detik berikutnya kue di tangannya pun jatuh mencium lantai membuatnya tak lagi berbentuk. 

Tepat di saat itu juga Lucy menoleh ke arahnya diikuti Rylan. Keduanya seperti tak menyadari bahwa sedari tadi Rhea telah berdiri di sana dan melihat semuanya. 

Mata Lucy melebar sempurna kemudian segera mendorong Rylan dari atas tubuhnya. “Rhe– Rhea, ka– kau di sini?” gumamnya seraya berusaha menutupi tubuhnya dengan menyatukan kemejanya yang hanya menyisakan tiga kancing di bagian bawah.

Rhea masih terdiam seolah masih mencerna semua yang ia lihat. Apakah ia salah lihat? Ataukah yang di hadapannya saat ini bukan Lucy?

Wajah Lucy terlihat merah padam seakan ia adalah pencuri yang telah ketahuan. Ia melirik Rylan yang dengan sialnya tak melakukan apapun. Rylan justru menatap Rhea dengan sorot matanya yang dingin. Tak ingin semuanya semakin kacau ia segera membenahi pakaian Rylan, membantunya membenahi celana juga kemejanya. “Apa yang kau lakukan? Katakan sesuatu padanya bahwa ini salah paham,” bisik Lucy di sela kegiatannya. 

Rylan melirik Lucy sekilas dan mengatakan, “Kalau begitu bukankah sekarang waktunya? Biarkan dia tahu segalanya.”

“Apa? Jangan!” cegah Lucy yang kemudian bangkit dari duduknya dan menghampiri Rhea. Ia meraih tangan Rhea yang terkulai lemas di sisi tubuhnya dan mengatakan, “Rhe, ini tidak seperti yang kau lihat. Tadi aku tidak sengaja bertemu Rylan di club dan dia mabuk, Makanya dia–”

“Hei, hei, sudahlah, Honey. Jangan menutup-nutupinya lagi,” ucap Rylan seraya bangkit dari duduknya dan melangkah menghampiri Rhea dengan satu tangan masuk saku celana.

“Jaga bicaramu! Kau itu sedang mabuk!” teriak Lucy yang kini berdiri di depan Rhea seolah menghalangi Rylan semakin mendekat. 

Rylan menatap Lucy sekilas. “Mabuk?” gumamnya. Dan tanpa mengatakan apapun ia menarik tangan Lucy dan membalikkan tubuhnya hingga menghadap Rhea. “Apa kau percaya ucapannya?” tanyanya pada Rhea tanpa melunturkan raut wajah dingin di wajah.

Suara Rhea seakan menghilang, jantungnya seolah berhenti berdetak seakan-akan nyawanya telah berada di kerongkongan. Tidak, Rylan tidak mabuk. Ia sama sekali tak mencium bau alkohol sedikitpun. Wajah Rylan juga tidak menunjukkan bahwa ia tengah kehilangan kewarasan karena minuman. 

“Dengar, Rhea. Mumpung kau melihatnya maka aku akan mengatakannya padamu. Aku dan Lucy adalah sepasang kekasih. Bahkan kami menjalin hubungan saat aku masih menjadi pacarmu. Jadi mungkin bisa dibilang dia adalah selingkuhanku tapi, aku lebih memilihnya daripada dirimu.”

Tubuh Rhea semakin terdiam kaku seakan tersambar petir lalu hancur. Ia sama sekali tak menemukan kebohongan sedikitpun dari wajah Rylan saat mengatakan semuanya. Sementara Lucy, Lucy hanya menunduk tak berani menatap wajahnya. 

Rhea berusaha mengukirkan senyuman walau sedikit dengan hati terasa sakit bak diiris. “Lucy, bisakah kau katakan padaku bahwa ucapannya hanya kebohongan?”

Mata Lucy melebar kemudian kepalanya terangkat hingga ia bisa melihat seperti apa raut wajah Rhea sekarang. Tatapan Rhea seakan kosong dan hampa namun bibirnya mengukirkan kurva lengkungan. “Rhe– Rhea…” Lucy tak sanggup berkata-kata. Ia tahu ia salah telah menusuk Rhea dari belakang, tapi semua itu ia lakukan karena tak bisa menekan perasaannya bahwa ia juga mencintai Rylan. Ia selalu diselimuti rasa bersalah setiap harinya pada Rhea, namun keegoisan hatinya mengalahkan penyesalannya.

Seringai Rylan merekah di mana ia dengan sengaja memeluk Lucy dari belakang. “Apa melihat semuanya dengan mata kepalamu sendiri masih kurang jelas? Apa aku harus menunjukkannya padamu bagaimana saat ia mendesahkan namaku?” ucapnya dengan tawa aneh yang mulai terdengar. “Hahahaha, Rhe, Rhe. Kau begitu bodoh. Bahkan sahabat terbaikmu ini menipumu saja kau tak tahu. Dan kau pasti juga tak tahu bukan? Bahwa apa yang terjadi di malam itu adalah rencanaku.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status