Share

Salah Sebut Nama Panggilan
Salah Sebut Nama Panggilan
Penulis: Nisa Noor

Salah Sebut Nama Panggilan

“Bun, Bunda … kaos kaki Ayah di mana, ya?”

Nirmala yang sedang menyuapi anaknya tiba-tiba terdiam mendengar suaminya, Heru menyebut panggilan yang bukan biasa diucapkan untuknya. Dahinya mengernyit karena heran. Ia mencoba mendengarkan dengan saksama. Ditaruhnya mangkok itu, lalu berjalan menuju kamar di mana suaminya berada.

“Bun .…” Suara Heru terhenti ketika yang muncul adalah Nirmala. Wajahnya mendadak pucat pasi seperti teringat pada sesuatu.

Nirmala semakin menaruh curiga. “Panggil siapa, Pa?” tanya Nirmala. Pertanyaannya membuat Heru gelagapan. Nirmala pun memandang suaminya dengan lekat.

“Panggil Mamalah, siapa lagi?" ujar Heru mencoba menutupi rasa geroginya karena kepergok salah menyebut nama panggilan.

Nirmala semakin bergelut dengan rasa curiga. Ia menelisik ada sesuatu yang aneh dalam diri suaminya itu. “Tapi tadi .…” Nirmala menghentikan kalimatnya. Ia merasa perlu berhati-hati dalam menghadapi persoalan ini. Instingnya merasa ... suaminya sudah tak setia, panggilan itu jelas bukan untuknya.

“Papa cari apa tadi?” tanya Nirmala

“Kaos kaki yang hitam, Ma,” jawab Heru.

“Oh, itu ... biar Mama bantu mencarikan. Papa sarapan dulu aja, ya.”

“Oke deh, Papa sarapan dulu ya.” Tidak mau kehilangan kesempatan untuk melarikan diri dari kecanggungan, Heru pun bergegas meninggalkan Nirmala. Dikecupnya pucuk kepala Nirmala sesaat sebelum ia keluar.

Nirmala tersenyum malas. Ia sudah tak merasakan kehangatan dari kecupan itu. Ada aroma perselingkuhan yang ia rasakan.

Nirmala mencari kaos kaki Heru, tetapi ia hentikan ketika mendengar ponsel suaminya berbunyi. Ia melangkahkan kaki menghampiri ponsel suaminya yang tergeletak di atas nakas.

"Bunda Alea?" Nirmala mengernyitkan dahi melihat nama kontak yang memanggil suaminya itu. Dadanya semakin berdetak kencang. Firasatnya semakin menajam. Tanpa berpikir panjang ia segera mengangkat panggilan itu.

“Hallo, Ayah. Jangan lupa mampir untuk bawa bekal makan siang, ya!” Sebuah suara manja terdengar dari balik telepon.

Nirmala terpaku. Nyaris ponsel yang dipegangnya terjatuh ketika mendengar suara di ujung sana. Suara seorang perempuan dengan panggilan 'ayah' pada suaminya. Perempuan itu terus memanggil nama 'ayah' pada suaminya.

Nirmala menutup panggilan itu dengan segera dan menyimpan kembali ponsel suaminya. Ia mencoba menenangkan hatinya yang sudah berkecamuk dengan kemarahan yang ia pendam.

Nirmala pun menyusul suaminya di meja makan. Ia mencoba mengulas senyum di hadapan suami dan anaknya yang baru berusia 3 tahun itu.

“Ada, Ma?” tanya Heru.

“Ada dong, Papa. Kayaknya Papa bukan lagi nyari kaos kaki, tapi lagi nyari istri muda,” celetuk Nirmala.

Sontak Heru mendadak batuk karena tersedak makanan yang tengah ia kunyah. Sikapnya menjadi kikuk dan tak dapat menyembunyikan perasaan ketakutan akan terbongkarnya apa yang ia lakukan di belakang istrinya.

“Eh, iya Pa. Mama buatin bekal ya, kok kayaknya Mama kangen bikinin bekal buat makan siang Papa,” timpal Nirmala.

Kali ini Heru dibuat kelimpungan dengan sikap istrinya. Ia semakin merasa tak enak dengan sikap Nirmala yang membuatnya terpojok.

Memang sejak satu tahun terakhir Nirmala jarang membuatkan bekal untuk suaminya. Awalnya hanya mencoba memberikan keleluasan pada suaminya untuk membeli makanan, merasakan makanan lain selain masakannya. Akan tetapi, Nirmala kebablasan. Ia keenakan tidak menyiapkan bekal. Hal ini membuat Nirmala terperangkap dalam situasi di mana ternyata ada perempuan lain yang membuatkan bekal untuk suaminya.

“Wah, boleh banget tuh, Ma. Papa juga kangen makan siang masakan Mama, bosen makan makanan kantin terus,” ujar Heru.

Apa dia bilang? Kantin? Nirmala tersenyum sinis. Ia membaca wajah suaminya tengah berpura-pura menyembunyikan semua yang sebenarnya terjadi.

Dalam diam Nirmala berkata, 'Baiklah Pa, jika kamu mau bermain api denganku jangan salahkan aku jika kamu lebih terbakar dariku.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status