Kalau gak ada pertemuan lalu kapan adanya perpisahan.
Rannia Krishna
__________
Waktu menunjukkan pukul 15.30 wib. Waktu yang sudah cukup sore bagi Rann karena dia belum juga menyelesaikan hukumannya. Rasa takut mulai menguasai pikirannya.
"Huh, kenapa juga gue yang harus kebagian nyari kak Reyhan sendirian gak ada temannya," gumam Rann yang terus berjalan melewati koridor kelas dengan kepala menunduk menatap bukunya tanpa memperhatikan jalan.
"Brakk!!"
Tiba-tiba seorang menabraknya dan berhasil menjatuhkannya ke sesuatu yang begitu nyaman. Seorang cowok telah menabraknya secara tidak sengaja. Rann mendongak melihat wajah cowok itu. Kedua matanya berpapasan dengan netra coklat cowok itu. Untuk beberapa saat keduanya saling bertatapan dan tidak sadar posisi satu sama lain.
"Ehmm!!"
Deheman cowok itu menyadarkan Rann dan membuatnya bergegas membenarkan posisi. Sekaligus menyadarkannya kalau bukunya sudah tidak lagi di tangannya, sudah tergeletak dilantai.
Rann menunduk hendak mengambilnya. Saat tangan Rann menyentuh buku tersebut terlihat tangan seseorang berada pada bagian yang lain.
"Sorry, saya tidak sengaja," ucap cowok itu.
"Gak pa pa, saya yang salah karena tidak memperhatikan jalan," jawab Rann dengan muka yang memerah karena rasa malunya.
"Kamu murid baru? Kenalin saya Reyhan, panggil aja Rey, nama kamu ...?" Rey memperkenalkan diri dan mengulurkan tangannya.
mendengarnya membuat Rann terbelalak tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Orang yang dari tadi dicari cari ada di hadapannya.
"Mmm ...." Rann salah tingkah dibuatnya dan jawabannya pun ngelantur kemana-mana.
"Rannia, nama yang bagus, kamu ngapain disini?" Pertanyaan Rey membuat Rann semakin gugup.
"Nyariin kakak."
Dengan keluguan dan kepolosannya Rann menjawab tanpa fikir panjang karena dia sendiri juga tidak sadar dengan ucapannya.
"Aduhh bodoh lo Rann." Rann mendengus menyadari ucapannya, dengan wajah merona semerah menahan malu Rann semakin menunduk.
"Nyariin saya??" Rey berujar dengan senyum simpul karena melihat wajah Rann yang setengah mati menahan malu.
Sungguh menggemaskan, Pikir Rey.
"Maaf kak, maksudnya nyariin kakak untuk minta tanda tangan kakak dan menyelesaikan hukuman," jelas Rann setelah berusaha mengkondisikan mukanya.
"Ohh, boleh," ucap Rey seraya mengambil buku dan pulpen yang dari tadi di sodorkan Rann.
Cowok berseragam kepengurusan OSIS itu mulai menggerakkan tangannya menanda tangani buku tersebut kemudian mengembalikannya pada Rann.
"Thanks kak," ucap Rann girang.
"sama sama, o ya, cara jalan kamu tadi itu bisa membayakan, hati hati siapa tau nabrak lagi, untung tadi nabraknya pangeran coba kalau yang lain," ujar Rey yang dengan Pd-nya menyebut dirinya pangeran dan berhasil membuat warna merah di pipi Rann semakin jelas.
"Sudahkan, saya boleh pergi?"
Rann hanya mengangguk kecil karena tidak bisa berkata-kata lagi dihadapan seorang Reyhan R Lesmana. ya itulah nama yang tertera di nametag di dada bidangnya.
*****
"Rann gimana?" tanya Safna memecahkan keheningan.
"Hmmm sukses." Rann menyodorkan bukunya.
"Benarkah?!" serentak ke-7 temannya terbelalak melihat buku tersebut.
Ya, hanya 7 orang, karena Willia sedang memesan makanan. Karena hanya Willia yang peka terhadap teman-temannya.
maklum, dari segi usia dia yang paling dewasa sedangkan Tiara adalah sibontotnya.
"Rann, dia seperti apa?" Anna mengangkat sebelah alisnya meledek Rann.
"Apaan sih Na," jawab Rann malu-malu. Dan rona merah tergambar jelas di pipinya.
"Ya, Rann dia kayak apa? Ganteng ya? Kayak apa? Kayak Justin Bieber, Shah Rukh Khan, atau Aliando?" Safna yang asalnya duduk dihadapan Rann kini beralih keatas meja dan menatap Rann.
"Apaan sih Saf, dia ya kayak dia mau kayak siapa lagi?"
Safna kembali pada posisinya dan Willia yang dari tadi memesan makanan telah kembali duduk dengan membawa makanan kami.
Mereka duduk dengan membuat lingkaran, menyatukan dua meja bahkan mengambil satu kursi dari meja lain karena jumlah kami 9 orang sedangkan di kantin 1 mejanya di kelilingi 4 kursi.
*****
Pagi itu sesuai dengan ketentuan, hukuman bagi junior harus dikumpulkan saat itu juga.
Rann menatap puas bukunya karena dalam sejarah Rann tidak pernah gagal dalam sebuah urusan.
Rann berjalan kedepan dan meletakkan bukunya di meja yang telah di siapkan panitia. Sesaat setelah Rann meletakkan bukunya, terdengar suara seseorang berdehem, membuat Rann refleks dan mendongak.
Dilihatnya Rey berada lurus tepat dihadapannya dengan jarak kurang dari satu meter dari meja. Dan seketika membuat muka Rann merah menahan malu. Menyadari hal itu, Sintia yang berada disamping Rey memperhatikan keduanya.
Seluruh junior dipersilahkan untuk bubar dan mempersiapkan diri untuk kegiatan berikutnya. Sementara itu senior dibagi menjadi dua, sebagian ada yang mengurusi kegiatan berikutnya dan ada juga yang membereskan hasil dari hukuman para junior.
Rey kebagian untuk membereskan hasil hukuman. Begitu juga dengan sahabat karibnya, Sintia. karena kebetulan Sintia-lah yang mengusulkan hukuman ini. Jadi dia yang harus menyelesaikannya.
"Rey, lo suka sama dia ...?" Sintia sangat menyadari ada yang beda dari tatapan Rey tadi pada gadis itu. well, bukan berarti Sintia cemburu atau apalah karena Sintia sendiri juga sudah punya pacar.
Dimas, ya sang ketua OSIS itulah pacar Sintia. Sintia hanya sekedar memastikan rasa ingin tahunya. Karena Sintia tau, Rey adalah cowok yang sulit untuk menyatakan telah jatuh cinta. Apalagi bilang cinta, bilang suka sama cewek aja bisa dihitung berapa. entah karena Rey yang terlalu tertutup atau ... apalah.
"Gak, gue cuma tertarik aja, merasa penasaran sama tuh cewek," jawab Rey sadar dengan pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya.
tidak heran jika Sintia menanyakan hal itu karena Rey jarang membicarakan cewek dengan teman-temannya. Mungkin hanya dengan Sintia saja Rey sedikit terbuka soal asmara.
Cewek terakhir yang jadi bahan omongan Rey dengan Sintia adalah Akira. Teman sepupunya yang waktu liburan semester kemarin main kerumahnya ngintilin sepupunya, Dea yang lagi liburan ke Jakarta.
Dea dan Akira memilih Jakarta karena katanya sih pengin lihat Monas secara live. bahkan keduanya sempat menginap dirumahnya Rey selama 1 Minggu.
Setelah Akira kembali ke Bandung, keduanya melanjutkan komunikasi lewat ponsel. Tapi itu tak bertahan lama dan setelah 2 bulan kemudian Akira memberi kabar kalau seseorang telah menjadikannya sebagai pacar. Bahkan akhir-akhir ini katanya telah bertunangan.
Hal itu membuat Rey hancur. ya, walaupun tidak hancur-hancu banget karena Rey belum sampai mencintai hanya sekedar mengaguminya. Walau begitu tetap saja Rey merasa sakit hati.
Dan untuk kali ini, Sintia sangat berharap jika Rey mau untuk membuka hati kemabali. Keluar dari keterpurukan sesaat dan kembali melangkah mencari kebahagiaan yang sesungguhnya dengan cinta yang baru.
"Gue harap lo mau buka hati lo buat dia Rey, karena gue yakin dia menarik di mata lo tapi lo gak nyadar, Atau mungkin lo justru menyangkalnya?" batin Sintia.
*****
"Assalamualaikum."Terdengar salam dari lantai bawah, dan tak lama setelah itu terdengar percakapan beberapa orang. Rann yang penasaran pun memutuskan untuk keluar dari kamar dan melihat apa yang terjadi."Kak, siapa di bawah?" tanya Rann saat berpapasan dengan David di tangga, rupanya David juga penasaran."Kayaknya, Mama, Papa.""Sayang ...," teriak Nia saat melihat keduanya menuruni tangga."Mama ..,." pekik Rann seraya mengbambur kedalam pelukannya, tak lupa pula mencium takdim punggung tangan kedua orang tuanya."Oleh-olehnya mana??" tanya Rann dengan nada manjanya."Kamu ini," ucap Krishna yang gemas dengan putrinya.Untuk kesekian kalinya Krishna bisa melihat tingkah manja putrinya itu setelah kejadian beberapa waktu lalu.Nia mengeluarkan semua bar
Uap bakso masih nengepul menandakan betapa panasnya makanan tersebut. Kini Rann dan Samudra tengah duduk di sebuah kedai dengan semangkuk bakso yang membuat perut tambah konser."Gue kira, lo anak kafean atau restoran mahal," ujar Samudra yang masih mengaduk baksonya, menunggu sedikit lebih dingin agar bisa di makan."Enak aja, emang tampang gue anak orang kaya yang kayak gitu apa?" elak Rann tak terima. Rann menatap tajam ke arah Samudra."Ya, kan. Gue cuma mengira," ujar Samudra lagi."Kelihatan, ya?" Rann refleks menegakan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya pada Samudra.Samudra sedikit terkejut dengan kelakuan cewek di depannya. Cewek yang waktu pertama bertemu terlihat begitu dingin, cuek. Tapi kini dengan cepat keduanya akrab.Dalam waktu makan siang ini keduanya saling berbincang tentang banyak hal. Mulai dari p
"Hai, Baby." Awan yang baru saja datang, langsung menyapa Mey.Kehadiran Awan tak kalah Mengejutkan dari Rann dan Samudra, di tambah lagi dengan seseorang di belakangnya."Eh, sayang ... tumben banget kamu nyamperin aku disini? " ujar Mey seraya meraih tangan Awan agar duduk. Mey merasa ada yang aneh pada pacarnya itu.Bagaimana tidak, karena selama setahun pacaran, Awan sangat sulit untuk di ajak ke kantin.Ada saja ribuan alasan untuk menolak, terutama dengan banyaknya pandang mata yang menatapnya risih.Tapi jangan salah, karena setelah penolakan itu, Awan akan menggantinya dengan kencan romantis."Lo bawa siapa, Wan?" tanya Anna yang merasa tak asing dengan orang di belakang Awan."Sohib," jawab Awan singkat tanpa berniat memperpanjang."Beb, kemarin malam kamu di telpon ngomong apa sih
Pagi ini Rann bangun seperti biasanya, kemudian bersiap untuk berangkat ke sekolah. Karena di hari senin dia harus berangkat lebih pagi dari hari biasanya.Rann keluar dari kamarnya, berjalan menuruni tangga menuju ruang makan untuk sarapan. Ada pemandangan berbeda pagi ini. David sudah siap menyantap makanannya dengan pakaian yang sudah rapi."Tumben banget, Kakak udah rapi sepagi ini? Biasanya juga, Issabell yang tarik Kakak dari kamar, kalau hari senin," ucap Rann heran dengan penampilan David."Ya, kan berubah dong, Bell," jawab David tak mau kalah."Ah, paling kebetulan aja, tadi ba'da subuh gak tidur lagi," elak Rann, seraya mendudukkan dirinya."Tau aja, Bell, jangan buka kartu dong." David hanya cengengesan menanggapi tuduhan sepupunya itu.Keduanya menikmati sarapan dengan lahap kemudian bersiap
David terbangun dari mimpi indahnya setelah bunyi nyaring alarmnya mengejutkannya. Waktu menunjukan pukul 04.05 WIB. David bergegas mengambil air wudhu kemudian mendirikan sholat tahajud.Malam ini terasa begitu cepat karena dia baru menyelesaikan tugasnya tepat pukul 00.05 WIB.Dibantu dengan Dafa dan Dimas yang menginap di sana, dengan maksud awal untuk menemaninya dan Rann. Karena ini adalah malam kedua mereka bermalam di rumah baru. Apalagi, kini mereka hanya tinggal berdua.David beranjak dari mihrabnya, bergerak menuju kamar Rann. Perlahan, tangannya mulai membuka pintu dan berhasil menampakan seorang gadis cantik dengan balutan kain putih panjang yang menambah keanggunannya.Gadis itu mengembangkan sudut bibirnya saat melihat David di ambang pintu."Kakak kira, belum bangun, Bell," ucap David padanya.David tau, tadi malam R
Benar, hidup memang akan selalu beriringan dengan kejujuran dan tantangan. Nayla kharisma. _______________ Viona mulai memutar botol kembali, kini botol itu berhenti tepat di depan Tiara. "Turut or dare?" dengan cepat pula Viona bertanya. "Dare deh," jawab Tiara ragu. "Suapin kak David satu potong martabak." Ucapan Rann sukses mengejutkan semua yang ada. Tak ada yang menyangka kegilaan yang dilakukan Rann. "Gila lo! Mau bunuh gue lo!" Bantah Tiara. "Eits ...bitu dare buat lo," timpal Anna tersenyum smirk. "Ayolah Tiara," lirih Alika dengan senyum simpulnya. "Ok, fine!" Tiara pasrah dan mulai beranjak untuk mendatangi kamar David. Tiara berjalan pelan dan sesekali menengok ke belakang.