Share

Bab 5 pulang

Kau menyukai keindahannya, tapi keindahannya itu jahat, bisa saja menyakitimu

Rey R Lesmana

________________

"Rann, hari ini ekskul?" tanya Viona saat berjalan dikoridor.

"Ya nih, ikut yuk Vi," ajak Rann.

"Sorry deh Rann, gue gak minat nih," tolak Alika.

"Ya udah deh kalau gitu gue tinggal dulu," ucap Rann.

Rann pergi meninggalkan Viona yang masih berdiri dikoridor. Rann berjalan menuju ruang musik. Seperti biasa, Rey sudah berada disana menunggu Rann.

"2 menit, Nona terlambat 2 menit 10 detik" ucap Rey saat melihat Rann berdiri di depannya.

"Loh, detiknya juga dihitung? Rajinnya." Rann justru meledek Rey.

Keduanya melakukan hal seperti biasanya. Rann terlalu asyik memperhatikan jari jemari Rey memetik senar gitar. Tiba-tiba Rey berhenti dan mengejutkan Rann dengan sebuah agenda cantik berwarna merah.

"Apa ini?" Rann menarik Rey tak mengerti.

"Ini sesuatu yang akan menerima semua curahan hatimu," jelas Rey.

"Benarkah?" ledek Rann.

"Ya gitu deh, mmm ... saya ingin kamu tulis lagu yang kamu suka disini. Tapi jangan sekarang. Terserah kamu mau tulis kapan tapi jangan sekarang," ujar Rey.

"Kenapa??" Rann tak mengerti.

"Intinya, seperti itu," jawab Rey.

"Baiklah ...." Rann menyerah dan pasrah.

Rann menerimanya dan Rey kembali memainkan jemarinya. Dalam fikiran Rann ada banyak pertanyaan berputar-putar di kepalanya. Tapi tak ada keberanian untuk mengungkapkannya.

Keduanya asyik dengan gitarnya. Tiba-tiba Rey teringat sesuatu. Wajahnya terlihat tegang dan gugup.

"Rey ada apa?" tanya Rann saat menyadari wajah tegang Rey.

"Gak, saya cuma ingat tantangan Elang kemarin," jawab Rey datar.

"Oh iya, sore inikan? terus gimana? Lo sudah siap?" Rann heboh sendiri mendengarnya.

"Ya siap gak siap Bell, kamu mau kan nemenin saya lagi sore ini? Nanti saya jemput," pinta Rey.

Rann ingin menolak karena dia tidak suka hal seperti itu tapi dia teringat kejadian kemarin saat Rey dan Elang bersama. Rann takut itu terulang kembali atau bahkan lebih parah.

Rann hanya membalasnya dengan senyuman kecil. Keduanya kembali terfokus pada gitarnya hingga siang hari.

"Rey, kalau kita kesana sekarang bagaimana?" tanya Rann yang sudah berdiri untuk bersiap.

"Sekarang? Kamu gak pa pa gak izin sama ibu kamu? Nanti kamu kena marah lagi" ujar Rey khawatir.

"Gak, gue bisa izin lewat telepon, tapi gue bilang sama Tiara dulu yah, takutnya dia nungguin." Rann pergi menemui Tiara. Dan ditemuinya Tiara yang sedang bersiap-siap pulang.

"Mmm .. gue mau pergi bareng Rey," jawab Rann dengan nada hati-hati takut membuat sahabatnya itu kesal.

"Pergi kemana? Kencan ya?" ledek Tiara.

"Kencan apa sih!!" bantah Rann dengan rona merah diwajahnya.

"Tapi bener, lo gak pa apa kan?" tanya Rann memastikan.

"Tenang aja, gue bisa pulang sendiri kok." Dengan senyuman kecil Tiara meng-iyakan walaupun dipikirannya bingung, akan dengan siapakah dia pulang.

Tiara keluar dari ruang ekskul dan berjalan keluar gerbang sekolah. Didepan gerbang, Tiara menengok ke kanan dan kiri sendirian mencari angkutan umum.

"Malangnya nasib si jomblo ini, tak ada seorangpun yang mau menemani dalam penantian yang membosankan ini. Jangankan pacar, temanpun tak ada," gumam Tiara dalam kesendiriannya.

Tiba-tiba, seseorang datang menghampiri. Dengan motor sportnya, Khan mengajak Tiara pulang. Awalnya Tiara menolak, namun akhirnya Tiara berfikir, jika dia tidak pulang dengan Khan akan dengan siapakah dia pulang. Rann yang biasa setia menemaninya menunggu bus sekolah kini telah pulang dengan Rey.

*****

"Rey yuk pergi," ajak Rann setelah menemui Tiara.

"Bagaimana dengan Tiara," tanya Rey yang masih duduk di kursinya.

"Tiara bilang dia mau pulang sendiri," jawab Rann sekenanya.

"Ya sudah," ucap Rey seraya berdiri dan melangkah keluar dari ruang musik yang diikuti oleh Rann dari belakangnya.

Rann membonceng dibelakang Rey. Mereka menyusuri jalanan kota menuju tempat yang telah dijanjikan dengan Elang kemarin. Diperjalanan hanya ada keheningan.

Ada rasa gugup dalam hati Rann ketika ia duduk dibelakang Rey yang sedang mengendarai motornya. Walupun ini sudah yang kesekian kalinya tapi rasa gugup itu masih saja menghampiri Rann. 

Dia berharap bisa memulai topik pembicaraan dengan Rey, namun mulutnya serasa terkunci rapat-rapat yang membuatnya tidak bisa berkata apa-apa.

Setelah melalui perjalanan dalam keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan yang telah ramai oleh Elang cs dan beberapa penonton.

"Nahhh, sampai juga jagoan kita," ucap Elang pada Rey saat melihat Rey dari kejauhan dan seketika semua yang ada di sana menoleh menatap Rey dan bersorak. Melihat hal tersebut membuat Rann terkejut.

"Rey, ada banyak orang, Dan kita ... Kita hanya berdua," ucap Rann gugup.

"Tenang saja, hal seperti ini sudah biasa, yang bersama Elang hanya 3 orang dan yang lainnya hanya penonton," jelas Rey.

"Benarkah?" tanya Rann setengah tak percaya namun ucapan Rey sedikit menenangkan Rann.

Rann dan Rey mendekat menemui Elang, dengan tatapan sinis Elang menyambut keduanya.

"Berani juga lo," ucap Elang dengan nada mengejek. 

Buat Rann, Elang adalah salah satu dari sekian banyak pemuda bodoh yang so cool dan senangnya berfoya-foya.

"Kenapa gak? gue gak sepengecut itu," jawab Rey dengan nada yang sedikit tinggi.

Setelah perdebatan selesai, duel keduanya pun dimulai. Semua yang ada bersorak termasuk dengan Rann yang juga ikut bersorak menyaksikan duel sengit itu.

Rann berdiri diantara para penonton dengan memegang gitar milik Rey. Ya, karena keduanya belum sempat pulang kerumah jadi Rey masih membawa gitarnya.

Ditengah keasyikan Rann yang menyaksikan duel itu tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dari belakang yang membuat Rann terkejut sejadi-jadinya.

"Saf, lo ngagetin aja," ucap Rann saat melihat Safna dibelakangnya.

"Rann, lo ngapain disini?" tanya Safna.

"Mmm ...." Rann hanya menoleh ke arena balap.

"Ohhh gue faham, lo kesini buat Rey."

"Ya gitu deh, lo sendiri ngapain?"

"Mmmmm, lo liat dia kan." Safna menunjuk seseorang disana diantara kumpulan orang.

"Dia siapa??" tanya Rann tak mengerti.

"Dia yang ada di sana, dikeramaian diantara teman-teman Elang." Safna kembali menunjuk seseorang untuk memperjelas.

"Yang mana, yang itukah?" Jari telunjuk Rann menunjuk pada seseorang.

"Ya, dia yang pakai jaket biru."

"Bram? Jadi Bram yang Lo maksud?" tanya Rann setelah jelas melihat wajah orang yang dimaksud.

"Oh jadi namanya Bramm, thanks ya Rann udah kasih tau," ucap Safna yang kegirangan mengetahui nama orang yang diincarnya.

Duel sengit berakhir dengan kemenangan Rey. Elang yang kalah kecewa dengan hasil akhirnya harus puas dengan keangkuhannya.

"Airlangga!! Sudah cukupkah lo buat diri lo malu dengan keangkuhan lo!! Atau lo belum puas dan ingin yang lebih? Sekarang dengerin gue, cukup! Pergi dari pergaulan ini dan luruskan jalan lo." Tiba-tiba Bram berteriak pada Elang dengan nada yang lumayan tinggi.

Bram berani berkata tegas pada Elang karena Bram sepupu Elang.

Mendengarnya membuat Elang semakin emosi. Hampir saja sebuah pukulan keras jatuh di muka Bram. Namun, sirene polisi menggagalkannya dan seketika membuat suasana ricuh.

Semua orang berlari kesana-kemari mencari perlindungan. Begitu juga dengan Rey yang dengan sigap menarik tangan Rann dan membawanya pergi.

_____________________

Alhamdulillah....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status