Share

BAB : 9. Hati yang mulai panas

Bab  : 9

POV SALMA

"Ngelayap terus! jam segini baru pulang. Lihat tuh, Bu, mantu itu memang udah gak menghargai Mas Rama lagi. Suami lagi kerja, eh, ini istrinya pergi pergian terus," repet Fera yang sudah mulai menjadi kompor.

Padahal jidatnya lagi diperban. Emang gak kapok apa? Baru sampai rumah udah disambut, perhatian sekali mereka denganku. Jadi terharu rasanya, terharu pengen nimpuk mulutnya Fera.

"Salma ini memang sudah tak cocok lagi jadi istrinya Mas mu, Fer. Lihatlah, Mas mu itu kerja dari pagi sampai sore malah istrinya kayak gini. Sukanya pergi-pergi terus ngabisin uangnya Mas mu doang. Sepertinya nanti Ibu harus ngomong sama Mas mu kalau uang bulanan Ibu saja yang pegang. Dipegang sama Salma malah dihambur-hamburin doang. Ck! Kasihan sekali Mas mu," Ibu mencebik sembari menonton TV diruang tengah.

Aku yang mendengar perkataan Ibu seketika mencelos. Pintar sekali memutar balikkan fakta. Namun aku tak mau terpancing emosi, bukan begitu caranya menghadapi mertua absurd ini. Seolah tak mendengar ada suara sumbang yang kudengar tadi, aku masuk ke dalam rumah dengan santainya.

"Sania, seneng gak jalan-jalan hari ini? Aku bertanya dengan Sania di depan mereka.

"Seneng banget, Ma, besok jalan-jalan lagi ya, kita," ucap Sania senang.

"Tentu dong, Sayang. Nanti kalau Papa pulang minta uang lagi ya sama Papa. Kita jalan-jalan lagi, terus beli makanan yang enak-enak buat kamu. Sania mau kan? ucapku semanis mungkin.

"Mau … mau banget, Mah," ucap Sania sambil berjingkrak.

"Yaudah kita kita istirahat dulu yuk! Sania pasti capek," ucapku yang kubuat semanis mungkin di depan mereka

Aku berjalan dengan cantik sambil menuntun Sania ke kamar. Lihat ekspresi mereka tadi. Mereka hanya terbengong mendengarkan pembicaraanku dengan Sania. Pasti hatinya sekarang lagi terbakar, sengaja memang. Biar makin panas hati mereka.

"Ha ha ha ha …." tawaku meledak di dalam kamar. Sungguh, ini adalah hiburan tersendiri buatku. Ternyata benar, melawan mereka memang tak perlu pake otot.

"Tuh kan, apa Ibu bilang Fer, memang keterlaluan sekali Salma itu. Nanti Ibu harus ngomong sama Mas mu, biar jatah bulanan Ibu saja yang pegang. Dikasih uang kok malah digunakan untuk senang-senang doang," Masih kudengar suara Ibu dari luar.

"Iya Bu, Ibu yang mengatur pengeluaran dirumah ini sedangkan Mbak Salma nanti yang masak, beberes rumah, Bu. Kan gitu, punya mantu kalau gak disuruh, terus mau jadi apa, iya kan? celoteh Fera.

Terserahlah kalian mau ngomong apa. Aku sudah tak peduli lagi. Ini rumahku, aku tak akan meninggalkan rumah ini karena mereka. Yang ada mereka semua lah yang harus pergi dari sini. Lihat saja nanti.

***

"Mbak, dirumah gak ada lauk. Masak gih, aku dan Ibu belum makan," ucap Fera dengan enteng.

Fera masuk ke kamarku ketika aku dan Sania selesai membersihkan diri. Benar-benar gak ada akhlak ini anak.

"Yang lapar siapa? Kamu dan Ibu kan? Yaudah masak sendiri sana. Sorry aku dan Sania tadi udah makan diluar. Jadi gak makan dirumah malam ini," ucapku dengan semanis mungkin.

"Terus sekarang, mana makanan buat aku dan Ibu? Kenapa tadi gak dibungkusin buat kita dirumah?" ucapnya yang mulai emosi. Kelihatan sekali dadanya naik turun. Aku suka pemandangan ini.

"Ups, maaf lupa," Aku berucap seolah-olah memang lupa beneran.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status