Share

Bab 5

Karina terdiam menatap secarik kertas ditangannya yang tertulis nomor ponsel Davin. Ia pun menyalakan ponselnya dan menambahkan nomor ponsel Davin ke kontak barunya. Kontak tersebut hanya ia namai 'Davin'.

Lalu Karina beralih menatap kantong kresek berisi belanjaan pemberian yang terletak di depannya. Ia mengambil sekotak susu lalu meminumnya. Ini bukan pertama kalinya Karina mendapat barang atau makanan dari laki-laki.

Di karenakan paras Karina yang sangat cantik, berbondong-bondong pria mendekati Karina. Bahkan ada yang tidak rela hubungannya berakhir dengan Karina, contohnya Langit. Bahkan Langit berulang kali ingin melecehkan Karina.

Hal itu membuat Karina sedikit trauma dengan laki-laki. Ia bertekad tidak akan pacaran lagi sampai ia menikah. Jika memang ada laki-laki baik-baik yang serius dengannya, maka Karina akan minta langsung dinikahi tanpa pacaran. Namun tentunya harus melewati masa perkenalan.

Selama ini Karina memendam semua itu sendiri. Ia tidak pernah memberitahu Kasih tentang kisah cintanya selama ini. Pasti Kasih akan sangat khawatir jika mengetahuinya.

"Karina … Ibu lapar," ucap Kasih dari dalam kamar.

"Iya, Bu. Karina masakkan sebentar," sahut Karina yang lalu menyambar kantong kresek di atas meja dan membawanya ke dapur.

Ia menggoreng sosis dan telur lalu menyajikannya di piring. Tak lupa ia membawa sebuah teko berisi air putih untuk persediaan jika sewaktu-waktu Kasih merasa haus. Karina memang sungguh anak yang sangat berbakti. Ia adalah anugerah terbesar bagi Kasih.

Ia pun menyuapi Kasih dan membantu Kasih meminum obat. Setelah itu, ia menyelimuti Kasih yang sedang berusaha tidur. Kemudian Karina keluar kamar dan berjalan menuju dapur.

Ia mencuci peralatan masak dan makan yang sudah menumpuk. Pekerjaannya belum selesai sampai di situ, ia masih harus menjahit pakaian pesanan pelanggan. Ia pun memasuki kamar sekaligus ruang kerjanya.

Di meja kerjanya ada sebuah figura foto yang menampilkan foto Karina dengan kedua orangtuanya. Ia tersenyum sambil mengusap wajah ayahnya di foto. Ayah Karina sudah meninggal saat Karina SMA kelas dua.

"Ayah selalu mendoakan agar kamu sukses di masa depan. Ayah akan melakukan apapun demi kamu, Nak. Kamu anak satu-satunya Ayah. Ayah sangat menyayangimu." Ucapan Ayahnya beberapa tahun yang lalu kembali terngiang di telinganya.

"Aku merindukan Ayah…," lirih Karina dengan setetes air mata yang turun membasahi pipinya.

•••

Karina menggeram kesal ketika jalannya dihadang oleh Langit yang menggunakan mobil. Karina berniat mengantarkan ibunya untuk dititipkan ke rumah Suri. Namun baru saja ia ingin melajukan motornya, mobil Langit datang dan menghalanginya.

Tiba-tiba sebuah ide terlintas di benak Kaeina. Ia segera putar balik dan melaju. Langit yang beru saja keluar dari mobil pun mengepalkan tangannya dan meninju udara untuk melampiaskan kekesalannya.

Di jalan, Karina melajukan motornya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Kasih pun berpegangan erat di pundak Karina. Tubuhnya yang lemah bertambah lemas dan kedinginan saat udara menerpa tubuhnya.

"Langit masih suka ganggu kamu, ya?" tanya Kasih.

"Apa, Bu? Karin gak denger," teriak Karina.

"Langit masih suka ganggu kamu?" Kasih mengulang pertanyaannya.

"Selalu, Bu."

"Bukannya kalian sudah putus?"

"Memang, tapi dia masih suka ganggu aku. Entah alasannya apa."

"Kamu harus tegas ke dia. Kasihan kamu kalau diganggu terus."

"Jangankan tegas, aku aja berkali-kali udah nampar dia karena selalu ganggu aku tapi tetap aja gak mempan."

"Orang berada memang gitu. Kita yang kurang mampu memang sering diperlakukan tidak baik sama orang yang derajatnya di atas kita. Maafkan Ibu karena kamu terlahir dari ibu yang tidak bisa memberikanmu harta yang berlimpah."

"Ibu kenapa ngomong gitu? Semua manusia itu sama. Dan aku justru bangga lahir dari wanita yang kuat seperti Ibu."

Kasih tersenyum haru. Ia mengusap pundak Karina lembut. Beberapa menit kemudian, mereka pun sampai di rumah Suri.

Suri yang sedang menyapu pun meletakkan sapunya di pojok tembok. Ia bergegas menghampiri Kasih dan memapahnya memasuki rumah.

"Titip Ibu ya, Bi. Aku mau kuliah dulu," ucap Karina.

"Iya, hati-hati."

Karina mengangguk lalu kembali melajukan motornya menuju kampus. Sesampainya di kampus, Karina langsung memarkirkan motornya dan berlari menuju kelas. Ia melirik jam di pergelangan tangannya, kurang tiga menit lagi dosen akan memasuki kelas.

Karina hampir terhuyung saat berhenti mendadak karena ada yang nenghalangi jalannya. Karina mendengus kencang karena mengira bahwa orang yang menghadapkannya pasti Langit. Tapi ia terdiam saat bersitatap dengan manik mata Davin.

"Kenapa kemarin kemu belum kirim pesan atau telepon ke aku?" tanya Davin.

Karina terdiam lalu menjawab, "Untuk apa mengirimi pesan apalagi menelepon kalau tidak ada hal yang penting?"

"Permisi," ucap Karina yang lalu meninggalkan Davin yang terdiam menatapnya.

•••

Setelah jam kuliah selesai, Karina berjalan cepat menuju perpustakaan. Ia segera mengambil beberapa buku untuk mencari referensi tugas. Namun tiba-tiba ada sesuatu yang membuat Karina terpaku.

Ia melihat di pojok perpustakaan ada Langit yang sedang berciuman dengan seorang wanita. Mereka terlihat sangat agresif. Karina mengambil ponselnya dan memotret mereka.

Lalu Karina mengambil sebuah kemoceng dan melemparkannya ke arah Langit dan wanita itu. Mereka tersentak dan segera menyudahi aktivitas panas mereka. Mereka sama-sama kaget dan terpaku.

"Kalau mau berbuat mesum jangan di tempat umum," sentak Karina.

Karina lalu berlalu. Langit berdiri dan hendak mengejar Karina, tapi wanita yang tadi berciuman dengan dia menahannya. Namun Langit segera melepaskan cekalan tangannya.

Karina berlari cepat meninggalkan perpustakaan. Ia tahu Langit pasti mengejarnya. Tanpa ia ketahui, Elard yang sedari tadi melihatnya pun mengikutinya.

Entah kenapa insting Elard mengatakan bahwa ia harus mengikuti Karina karena nanti akan ada bahaya yang mengancam Karina. Namun Elard hanya mengikutinya dari jarak jauh. Jika nanti ada sesuatu yang mengancam Karina, baru ia akan mendekat.

"Tunggu, Kar. Aku bisa jelasin semuanya." Langit mencekal tangan Karina.

"Jelasin apalagi? Lagipula kenapa aku harus tau alasannya? Itu tidak penting bagiku. Aku hanya jijik melihat perbuatan asusila kalian di tempat umum apalagi perpustakaan. Apa kalian tidak punya etika?" Karina berucap berapi-api.

"Perpustakaan 'kan sepi, jadi bisa dong dibuat melakukan hal 'itu-itu'. Oh, jangan-jangan kamu cemburu, ya?" Langit tersenyum menggoda.

Karina menunjukkan jari tengahnya atau fuck. "Kayaknya otak lo ikut kebuang pas berak," celetuknya.

Karina lalu segera menaiki motornya dan berlalu meninggalkan Langit. Dari jauh, Elard tersenyum senang. "Selain cantik, gadis itu juga pemberani."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status