Share

Bab 7

Author: Abimana
Setelah Disa keluar, Daisha membawa makanan Arjuna yang baru dimakan setengah ke luar.

"Tuan, saya sudah memanaskan kembali makanannya, makanlah."

Setelah itu, Daisha meletakkan makanannya, berbalik lalu keluar.

Setelah meninggalkan ruang utama, Daisha memanggil Disa untuk makan malam.

Dua bersaudari itu tidak makan di ruang utama. Mereka berjalan ke dapur, kemudian masing-masing memegang sebuah piring.

Arjuna duduk, lalu melihat nasi di depannya sambil tersenyum tak berdaya. Mau makan saja penuh liku-liku.

Sambil tersenyum pahit, Arjuna mengangkat pandangannya. Ekspresi menderita Daisha dan Disa yang menelan makanan di dapur pun tertangkap oleh Arjuna.

Begitu berpikir bahwa mereka hanya makan dedak atau sayuran liar, Arjuna tidak punya selera untuk makan.

Dia awalnya ingin mengajak mereka untuk makan bersama, tetapi mengingat nasi yang ada di atas meja sisa sedikit, serta Daisha yang takut pada dirinya ....

"Plak!"

Arjuna membanting sendok ke atas meja.

Seperti dugaannya, Daisha yang ada di dapur langsung berdiri dengan ketakutan. Disa juga berdiri, dia melindungi Daisha di belakangnya.

"Nasinya begitu sedikit, mana cukup untuk mengenyangkan perutku? Tadi aku baru saja bertarung, lapar. Masakkan dua piring nasi lagi."

Arjuna bukan Arjuna yang dulu, dia tidak bisa makan sendiri.

Setelah nasi jadi, maka dia bisa menyuruh mereka berdua makan.

Berdasarkan informasi yang Arjuna peroleh dari ingatannya, jika dia berteriak seperti ini, Daisha pasti akan segera bertindak. Namun saat ini, wanita itu hanya bergeming.

Arjuna mengerutkan kening, lalu berteriak lagi. "Kenapa kamu diam saja?!"

Setelah sekian lama, Daisha baru masuk ke ruang utama. Dia menundukkan kepalanya sembari meremas ujung bajunya, tidak berani menatap Arjuna. "Tuan, beras di rumah sudah ... habis."

Daisha mengucapkan kata terakhir dengan gemetar sehingga Arjuna tidak mendengarnya dengan jelas.

Arjuna yang dulu selalu ingin makan nasi. Jika tidak ada nasi, Daisha akan dijadikan samsak lagi.

"Aku akan berburu sekarang!" Disa tiba-tiba berjalan mendekat. Dia membawa busur dan anak panah. "Tuan ...."

Disa yang galak dan keras kepala tiba-tiba berlutut di depan Arjuna.

"Hei! Apa yang kamu lakukan? Cepat berdiri!" Arjuna tersentak.

Astaga!

Dua bersaudari ini sedikit-sedikit berlutut, sungguh membuat Arjuna merasa tidak nyaman.

Disa tidak bangun, bahkan bersujud kepada Arjuna sambil berkata, "Saya mohon kepada Tuan, jangan pukul Dik Daisha lagi. Kali ini saya akan mendapat hewan buruan untuk ditukar dengan beras."

Usai berbicara, dia pun berdiri, lalu berjalan keluar.

"Kak Disa!" Daisha menarik Disa. "Langit sudah gelap, besok saja baru pergi."

Binatang buas muncul pada malam hari. Sangat berbahaya bila Disa pergi saat ini.

Biarkan saja jika Arjuna akan memukulnya, dia tidak takut. Nyawa Disa lebih penting bagi Daisha.

"Besok tidak keburu." Disa tentu akan berada dalam bahaya bila dia pergi saat ini, tetapi ini juga merupakan waktu yang bagus.

Tubuh Daisha tidak sanggup menerima pukulan lagi. Sebelum pergi, kakak pertama dan kakak keduanya telah berpesan pada Disa untuk menjaga adik-adik mereka.

Adik kelimanya sudah ....

Disa tidak boleh membiarkan Daisha mengikuti jejak adik kelima mereka.

Melihat dua bersaudari itu seolah akan menghadapi kematian, Arjuna pun menggelengkan kepalanya tanpa daya.

"Apakah kalian mengabaikan keberadaanku? Aku ini kepala keluarga. Tidak ada beras di rumah, maka aku akan memikirkan cara untuk mendapatkannya. Mencari uang adalah tugas pria."

"..."

Disa dan Daisha menatap Arjuna, lalu mereka saling memandang.

Arjuna, yang selalu mengeluh mereka menghasilkan sedikit uang sehingga dia tidak bisa hidup nyaman serta memarahi dan memukul mereka, mengatakan bahwa ... dia akan mencari uang?

Soal uang bisa dibahas nanti, sekarang dia harus mengisi perutnya dulu.

Arjuna keluar dari ruang utama. Dia hendak pergi ke dapur untuk melihat apakah ada yang bisa dimakan di rumah ini.

Begitu masuk ke dapur, Arjuna pun tertegun.

Pemandangan di dapur benar-benar berbeda dengan ruang utama di mana dia berada tadi. Dapur ini bersih dan rapi. Meski kumuh, rasanya sangat hangat dan nyaman.

Terdapat sebuah toples berisi tanaman yang telah dipangkas di dekat jendela.

Bisa dilihat bahwa orang yang mengurus dapur ini adalah wanita cantik yang lembut, pekerja keras dan sedikit romantis.

Arjuna tidak perlu berpikir keras untuk tahu bahwa wanita cantik yang lembut itu adalah ....

Arjuna menoleh ke arah Daisha yang menatapnya dengan takut di depan pintu dapur.

"Daisha, kamu yang merapikan tempat ini, bukan? Nyaman sekali, sama seperti dirimu yang nyaman dilihat. Lain kali rapikan juga ruang utama."

"Hah?" Daisha menatap Arjuna dengan tatapan kosong.

Sebelumnya, Arjuna tidak pernah masuk ke dapur. Dia juga melarang mereka masuk ke ruang utama karena merasa terganggu, apalagi membiarkan Daisha merapikannya.

Selain itu, Arjuna juga mengatakan bahwa dia nyaman dilihat?

Dulu, kata-kata favorit Arjuna adalah: Pergi, menyebalkan sekali melihat penampilanmu itu!

Arjuna mengabaikan keterkejutan dan kebingungan Daisha. Dia berjalan menuju kompor, lalu melihat dua piring yang berisi entah makanan apa di atas kompor.

Makanan itu adalah apa yang Daisha dan Disa makan tadi.

Makanan di dalam piring itu berwarna hijau, Arjuna menebak bahwa itu adalah sayuran liar.

Arjuna mengambil sedikit, kemudian memasukkannya ke dalam mulutnya.

"Puih!" Begitu sayuran liar masuk ke dalam mulutnya, Arjuna langsung memuntahkannya.

Sayur apa ini? Pahit dan amis.

"Kenapa kalian makan ini?"

"Apakah kepalamu ...." Disa ragu sejenak sebelum menunjuk kepalanya sendiri. "Apakah kepalamu belum pulih setelah jatuh ke jurang? Kami makan ini setiap hari."

"Setiap hari? Tidak bisa!" Arjuna menggelengkan kepalanya. "Bagaimana kalian bisa makan ini setiap hari?"

Arjuna berjalan menuju tong beras yang berada di pojok, membukanya, kemudian hatinya mencelos.

Kosong melompong seperti kata Daisha.

Sekarang langit sudah gelap, tidak praktis untuk keluar mencari makanan. Namun, hati nurani Arjuna memberontak melihat mereka terus makan sayuran liar.

Bagaimana ini?

Arjuna melihat sayuran liar yang ada di atas piring, kemudian melihat makanan yang ada di ruang utama.

Aha!

Arjuna membawa nasi dan daging dari ruang utama ke dapur.

"Daisha, tolong nyalakan api."

"Kenapa kamu diam saja? Cepat nyalakan api!"

Arjuna meninggikan suaranya, Daisha baru tersadar dari lamunannya.

"Baik." Daisha berlari mendekat, lalu pantatnya mendarat di bangku kecil. Akan tetapi, dia berdiri lagi. Dia menatap Arjuna sambil bertanya dengan hati-hati. "Tuan, apakah makanannya dingin lagi? Biar saya saja yang memanaskannya."

Meskipun Daisha bertindak hati-hati, nada dalam kata-katanya mengandung keraguan.

Memangnya Arjuna bisa memasak?

Sebaiknya dia jangan menyia-nyiakan kayu bakar dan makanan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Suroso Kemis
keren mantap
goodnovel comment avatar
Demi Loinenak
Bagus.Sekeras hati seorang laki2 tp ada kebaikannya juga.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 874

    Untuk menghemat kulit, dia membuat tas tidur yang lebih besar. Setidaknya tujuh atau delapan orang bisa tidur dalam satu tas tidur.Lagi pula, cuacanya dingin, jadi lebih hangat bila berdesakan.Ibunya Johan juga mengeluarkan selimut katun dari tempat tidur, kemudian membuat beberapa tas tidur dengan selimut katun, yang disediakan untuk lansia dan anak-anak.Akhirnya, ibunya Johan dengan bijaksana membuat tas tidur ganda dengan bahan katun untuk Arjuna dan Disa.Tenda didirikan, tas tidur siap, kompor pun sudah dibuat.Selanjutnya adalah makanan.Ini juga masalah yang paling dikhawatirkan orang-orang.Tidak banyak makanan yang tersisa. Setelah gempa bumi, jumlahnya bahkan lebih sedikit."Tukang daging," teriak Arjuna."Tuan, aku di sini!"Tukang daging yang tinggi itu berlari ke arah Arjuna."Bawa semua pisau, lalu cari orang-orang kuat, ikut aku.""Boleh.""Kenapa kamu tidak membawaku kali ini? Apakah kamu merasa aku sudah tua?" Dewata Pedang Kuning berjalan ke depan Arjuna dengan waj

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 873

    Empat tenda, tiga besar dan satu kecil. Dua untuk pria, satu untuk wanita dan anak-anak, yang kecil untuk lansia.Saat membangun tenda, ibunya Johan diam-diam membuatkan satu tenda kecil untuk Arjuna dan Disa.Dia merasa bahwa Arjuna, sebagai seorang pemimpin, tidak seharusnya berdesakan dengan semua orang.Ketika para wanita berada di dalam tenda, Arjuna masih menggambar kanopi yang terbuat dari tirai yang lebih tipis.Arjuna meminta tukang daging untuk membawa para pria mencari batu di sekitar.Batu-batu tersebut digunakan untuk membuat tungku dan memasang tenda.Para wanita membuat tenda.Para pria memindahkan batu, membuat tungku, dan mendirikan tenda.Semua orang bekerja begitu keras sehingga banyak orang lupa bahwa mereka sedang menderita bencana.Kebanyakan orang yang bisa datang ke Restoran Khazanah Rasa untuk mendengarkan musik berasal dari keluarga kaya.Memindahkan batu, membuat tungku, dan mendirikan tenda.Sangat baru bagi mereka.Jadi mereka melakukannya dengan lebih sema

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 872

    Dia memiliki seorang putra di usia tuanya. Putranya baru saja menikah beberapa waktu lalu. Dia sangat ingin menggendong cucu. Jika dia tidak memiliki cucu laki-laki, cucu perempuan juga tidak masalah.Dia benar-benar tidak ingin mati di lembah ini."Tuan, mohon bawa kami bertahan hidup."Orang-orang mengikuti pria tua itu untuk memohon pada Arjuna.Satu per satu, semua orang berkumpul."Hei, jangan begini!" Arjuna hanya merasa sakit kepala. "Aku bukan dewa, belum tentu bisa membawa kalian keluar hidup-hidup.""Kamu bisa."Pria tua itu menatap Arjuna sambil berkata dengan tegas."Tuan, kamu pasti bisa."Ketika Arjuna memasak nasi harum dengan tabung bambu dan menggoreng hidangan lezat seperti restoran dengan lempengan batu, dia tahu bahwa Arjuna pasti bisa.Arjuna bukanlah orang yang berdarah dingin.Kebanyakan orang di hadapannya adalah orang-orang biasa yang baik hati.Melihat mereka mati kedinginan dan kelaparan di hadapannya, Arjuna juga tak tega."Terima kasih atas kepercayaan kali

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 871

    "Aku sudah mau mati kelaparan."Sebuah suara geram terdengar, Ilham memegang perutnya sambil dengan angkuh memerintahkan orang-orang di depannya. "Kalian, cepat pergi ke kamarku di Pondok Salju untuk cari beras!"Tidak ada yang menanggapi kata-kata Ilham, semua penyintas menatapnya dengan tatapan kosong."Kalian tuli?" Ilham makin geram, kemudian dia meminta dua pelayannya untuk memukuli orang-orang itu."Ah!"Tiba-tiba seseorang berteriak. Orang itu bergegas menghampiri Ilham, kemudian langsung menghajarnya."Astaga, astaga, beraninya kamu memukulku?" teriak Ilham."Ya, aku berani. Aku sudah lama menoleransimu. Akan kupukul kamu sampai mati!"Pria itu makin bersemangat.Kedua pelayan Ilham ingin membantu, tetapi mereka ditahan erat oleh orang."Ya, pukul dia sampai mati! Pukul dia sampai mati!"Setelah ditindas oleh Ilham selama berhari-hari, orang-orang ini telah lama dipenuhi amarah. Lagi pula, tidak ada harapan untuk bertahan hidup sekarang. Kenapa mereka harus mendengarkan Ilham?

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 870

    Wanita selalu punya aturan yang aneh.Arjuna merobek sehelai kain dari tubuhnya, kemudian menyerahkannya kepada Amara."Kamu mau menunjukkannya padaku pun, aku tidak mau lihat!""Ambillah. Bukan hanya wajahmu, tapi juga matamu yang ditutup."Terkubur di bawah reruntuhan untuk waktu yang lama, tiba-tiba tergali. Jika tak menutup mata bisa berisiko buta.Amara, yang menutupi wajah dan matanya, menggigit bibir pucatnya dengan lembut. "Tapi ... kamu bukan suamiku, kamu tak boleh menggendongku."Jika ini terjadi di zaman modern, Arjuna mungkin sudah meledak.Akan tetapi, ini adalah zaman kuno dengan adat istiadat yang sangat tradisional. Jika seorang wanita lajang dipeluk oleh seorang pria di depan umum, tidak ada yang mau menikahinya lagi.Benar-benar merepotkan.Tanah mulai bergetar lagi, gempa susulan datang lagi.Arjuna tidak peduli. Dia membungkuk, kemudian langsung menggendong Amara keluar."Ah, kamu ...."Amara yang panik hanya bisa ....Dia membenamkan wajahnya di dada Arjuna."Kala

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 869

    "Tidak ada kabar sebenarnya adalah kabar baik."Arjuna menepuk punggung Disa."Jreng!"Sambil menepuk punggung Disa, tangan Arjuna menyentuh senar-senar alat musik petik tradisional.Sebuah pipa tergeletak di samping Arjuna.Ini adalah alat musik petik berkepala gading, merupakan alat musik petik termahal.Senar pada alat musik itu berkilau dan berkilap.Terlihat jelas betapa pemiliknya sangat menyayanginya.Arjuna mengambil alat musik petik tersebut.Dengan lembut dia memetik senar yang paling berkilau dan berkilap dua kali."Jreng, jreng ...."Memang benar alat musik itu seperti pemiliknya.Bunyi alat musik itu merdu dan halus, penampilan dan suaranya sangat mirip dengan milik Amara.Terlepas dari dendam di antara mereka, Amara memang orang yang langka di dunia.Arjuna membersihkan salju pada alat musik. Dia berencana membawa alat musik ini keluar. Kelak Kota Harmonika pasti akan membangun kembali Restoran Khazanah Rasa. Pada saat itu, dia bisa menempatkan alat musik ini di Restoran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status