Share

Bab 8: Tamu Yang Tak Diharap

Pada saat Devano sedang melamun, tiba-tiba dia dikejutkan dengan kedatangan beberapa orang yang berwajah sangar.

Devano langsung tahu bahwa beberapa orang tersebut sengaja diberi perintah untuk mengosongkan rumah yang sedang dia tempati. Mereka ingin membeli rumah beserta tanahnya, tapi ayah angkatnya tidak pernah mau menjualnya. Dia merasa bahwa rumah tersebut sudah memberikan banyak kenangan untuk mereka semua.

Beruntung ayah angkatnya sudah memberikan kepada Devano surat- surat rumah untuk disimpan di tempat yang aman, sehingga terbebas dari gangguan para preman dan juga pengusaha yang ingin membeli rumah tersebut.

Meski pada waktu operasi pertama, ayah angkatnya sudah memberikan ijin kepada Devano, jika ingin menjual rumah tersebut.

"Mana ayah angkatmu?" tanya seorang lelaki yang langsung duduk di sebuah kursi yang ada di ruangan tersebut.

Suaranya menunjukkan bahwa dia berkuasa dan juga ditakuti di lingkungan tempat Devano tinggal.

"Ayah angkatku sekarang berada di rumah sakit. Dia baru saja selesai dioperasi, jadi dia tidak bisa menemui kalian."

Mendengar hal tersebut, beberapa orang masuk ke dalam kamar utama dan mulai mengacak-ngacak isinya. Devano sangat tahu bahwa mereka sedang mencari surat tanah rumah.

Devano sama sekali tidak bergerak sedikit pun. Dia hanya memandang beberapa lelaki tersebut dengan tatapan kosong.

Sepertinya dia sama sekali tidak peduli dengan yang mereka lakukan.

Dia tahu, diam pada saat ini adalah pilihan yang terbaik. Banyak bicara justru akan membuat dia dalam bahaya, bahkan memicu keributan.

Bisa dikatakan merahasiakan apa yang dia tahu adalah pilihan yang terbaik.

Oleh karena itu, dia menundukkan kepala sambil berkata, "Jika kalian sudah menemukan apa yang kalian cari, maka lebih baik tinggalkan aku sendiri. Selain itu, tolong jangan acak- acak barang ayah angkatku seperti itu. Aku tidak mau kalian memperlakukan semuanya seperti sampah tidak berguna."

Preman tersebut langsung berteriak, "Apa kau bilang? Kau melarang kami mengacak-ngacak. Memang semuanya sudah menjadi sampah, maka sudah seharusnya dibuang, termasuk dirimu, Bajingan!"

Devano tidak menjawab, dia hanya menundukkan kepalanya.

"Lebih baik kau beri tahu kepada ayah angkatmu untuk menyerahkan surat rumah ini, termasuk menandatangani pelepasan rumah ini kepada bos kami."

"Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kalian katakan. Aku tidak mengerti dengan surat-surat tersebut. Aku hanya diminta menjaga rumah, hanya itu yang aku tahu."

"Dasar setan tidak berguna!" Suara tersebut bergema dengan begitu besar dan membahana.

Devano hanya mampu menundukkan kepalanya. Dia memang tidak menyukai konfrontasi dengan siapa pun. Ayah angkatnya selalu memberikan nasehat kepada dirinya untuk menghindari sebuah pertarungan yang tidak penting.

Melihat tidak menemukan apa yang sedang mereka cari, para preman tersebut akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan Devano sendirian.

"Katakan kepada ayah angkatmu untuk segera memberikan rumah ini. Jika dia bersikukuh mempertahankannya, maka dengan sangat terpaksa kami akan mengambilnya dengan cara paksa."

Preman tersebut kemudian keluar dengan raut wajah kesal sambil menendang meja lapuk yang ada di ruangan.

Brak!

Seketika meja tersebut hancur tanpa bersisa. Devano sama sekali tidak peduli dengan apa yang baru saja dilakukan oleh sang preman. Apa lagi dia tahu bahwa tidak ada yang perlu dipertahankan di rumah ini.

Setelah kepergian sang preman, Devano berjalan menuju ke kamarnya. Di kamar berukuran tiga kali tiga itu, dia langsung menyandarkan punggungnya di sebuah kasur lapuk dan sama sekali jauh dari kata nyaman.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status