"Hmm. Namun yang bisa kutawarkan adalah sebuah wilayah Kalpataru saja, pada Tlatah Dewata. Dan juga terbukanya hubungan niaga bebas di antara 3 Tlatah kita. Yaitu Tlatah Palapa, Tlatah Saradwipa, dan juga Tlatah Dewata. Bagaimana Panglima Kebo Sena, apakah Tlatah Dewata mau menerimanya..? Kau bisa mempertimbangkannya dulu dengan Raja tlatah Dewata Sadhu Palldewa. Aku persilahkan..!" ucap Maharaja Kumbadewa tegas. Namun dalam hatinya, dia mengharapkan Panglima Kebo Sena langsung menerima tawarannya itu. "Tentu saja kami menerimanya dengan senang hati, Paduka Maharaja Kumbadewa..!" sahut Panglima Kebo Sena cepat. Panglima Kebo Sena pun langsung angsurkan tangannya, untuk berjabatan dengan Maharaja Kumbadewa. Deal..!Hati Kebo Sena riang bukan main. Karena sesungguhnya, target yang diberikan oleh Raja Sadhu Palladewa. Kebo Sena cukup memperoleh sebuah wilayah saja, dari Tlatah Kalpataru. Dan adanya tambahan kerjasama niaga tiga tlatah dari Maharaja Kumbadewa, merupakan 'bonus besa
Terjadi kepanikkan dan ketegangan di pantai Pangkah saat itu. Hingga akhirnya pemimpin dari armada puluhan kapal itu turun ke darat, dan memperkenalkan diri. Sang Panglima itu turun dengan berjalan begitu saja, dari atas kapal ke daratan pantai. Berjalan turun di udara dengan santainya. Udara yang kosong bagai memiliki anak tangga saja layaknya..! Sungguh sebuah pertunjukkan ilmu meringankan tubuh, yang sudah sampai pada tingkat kesempurnaannya. Sontak semua pasukkan Tlatah Palapa, yang berjaga di pantai Pangkah itu melongo. Namun tentu saja tangan mereka semua semakin erat, memegang senjata mereka masing-masing. Ya, mereka langsung bersiaga, andaikata pemimpin armada puluhan kapal itu tiba-tiba menyerang mereka. "Salam Panglima..! Aku Panglima Kebo Sena, utusan dari Raja tlatah Dewata Paduka Shadu Palladewa. Aku ingin bertemu dengan Maharaja tlatah Palapa, Paduka Kumbadewa Yang Mulia," ucap sopan namun tegas, dari sang Pemimpin armada Tlatah Dewata itu. "Baik Panglima Kebo
"Hahahaa..!! Kita menanngg...!!!" seru lantang Surapati, yang tiba-tiba melesat muncul begitu saja di atas angkasa medan perang. Ya, Surapati baru berani muncul, setelah dia melihat Elang yang ditakutinya melesat pergi meninggalkan medan perang. Rupanya sejak tadi dia bersembunyi, di antara kerumunan prajurit pasukkan Palapa. Bedebah memang si Surapati ini..! "HIAAHHHHHH..!!! KITA MENANG..!!!" Dan teriakkan bergemuruh pasukkan tlatah Palapa dan Saradwipa, seketika menyambut seruan gembira Surapati. Seluruh pasukkan Palapa segera berbaris masuk ke dalam kotaraja Galuga, yang telah sepi mencekam. Karena hampir seluruh penduduknya telah mengungsi ke wilayah Dhaka. Dan sebagian lainnya bersembunyi, di hutan-hutan sekitar wilayah Kalpataru. *** Tak jauh berbeda nasibnya dengan pasukan Galuga. Pasukkan wilayah Shaba juga telah bergerak mundur ke wilayah Dhaka. Nampak wajah-wajah sedih dan muram meraja dalam pasukkan Shaba. Dua orang Raja dari pasukkan Shaba, yaitu Raja Alugra dan
Blaarrgghks..!! "Haaksh..!" sang Panglima Bagus Tuah langsung menyemburkan darah segar. Saat pukulannya berbenturan ambyar dengan pukulan Elang, yang terus melesat menembus titik benturan dan menghantam telak dadanya.Wushh..!! Bruugkkh..!! Panglima Bagus Tuah langsung terhempas deras jatuh ke bumi dan kembali memuntahkan darah segar. "Hoeksh..!" sepertinya Panglima Bagus Tuah terluka dalam sangat parah. Blaarghks..!! Pukulan jarak jauh Panglima Bayang Mentari juga langsung ambyar buyar, saat pukulannya berbenturan dengan pukulan Elang."Hoakshh..!!" Panglima Bayang Mentari muntahkan darah segar, saat pukulan Elang terus melesat menembus dan menghantam telak perutnya. Werssh..! Jleebh..! Brughk..! Sosoknya langsung terhempas deras ke bawah. Namun naasnya, tubuh sang Panglima Bayang Mentari jatuh di atas sebuah tombak prajurit, yang posisinya tegak di atas tanah. Maka tak ayal lagi, sang Panglima dari Tlatah Saradwipa itu tewas seketika, dengan leher tertembus tombak. Panglim
Ctaarrtzssk..! Jdaartzzsk..!! ... Spaartzzsk..!!! Kiini Elang tak ragu lagi, untuk menangkis kelebatan Pedang Rajawali Api, dengan Cambuk Tujuh Petirnya. Suara gelegar keras dan meletiknya percikkan lidah api, serta menebarnya kilatan-kilatan petir. Menjadi suatu penanda, bahwa power yang tengah dikerahkan kedua tokoh itu, sungguh bukan olah-olah tingkat kedahsyatannya. Jangankan sampai terkena telak, terpercik pecahan energi benturan 'power' mereka saja. Hal itu sudah cukup, untuk menggali lubang kubur bagi siapapun, yang terkena percikkan 'power' itu. Ngeri..! Dan keadaan kini berbalik dibanding duel pertama kemarin. Kini Surapatilah yang beberapa kali terpental keluar, dari kurungan badai angin hitam panas dan kilatan-kilatan petir, yang melingkari dan menjadi arena duel mereka. Jujur saja, Elang masih menahan seluruh powernya dalam duel itu. Karena dia merasa baru mengerahkan 3/4 saja, dari power pamungkasnya. Dia masih menguji seberapa besar peningkatan 'power'nya saat it
Byaarsshk..!! "Hahaha..!! Belum jera juga kau rupanya Elang..!!" seru Surapati terbahak, saat melihat Elang telah menghadang di depannya. "Hmm..! Kita naik ke atas Surapati..!" Slaphs..! Elang berseru seraya melesat ke angkasa. "Hahahaa..! Kulayani maumu Elang..!" Slaphs..! Surapati tergelak seraya melesat menyusul Elang ke angkasa. Kendati ada rasa kaget dihatinya, melihat kecepatan gerak Elang, yang meningkat pesat dibanding duel pertama mereka.Elang sengaja melesat jauh keluar, dari arena medan perang. Karena dia tak mau terjadi korban salah sasaran di kubu pasukkan Galuga. Akibat pukulan-pukulan yang meleset, dalam duel mereka nantinya. "Hupsh..!" Elang hentikan lesatannya, dan menunggu Surapati di atas pantai Marapat. Sungguh kecepatan yang menakjubkan tengah dipertontonkan, dengan lesatan kejar-kejaran di antara dua tokoh ini. Ya, pantai Marapat bisa dicapai hanya dengan sekejapan saja. "Hups..!" Surapati pun menyusul tiba. "Kita langsung saja pada senjata kita Elang