"Baiklah Pangeran Danuthama, Elang sepertinya harus segera kembali ke Tlatah Kalpataru saat ini," pamit Elang, setelah berbincang agak lama dengan ayahanda Prasti itu. Mereka saat itu berada di pendopo istana Belupang."Baiklah Elang. Terimakasih atas semua kebaikkanmu. Aku hanya bisa memberikan doa restuku untukmu," ucap Pangeran Danuthama. "Prasti, aku pergi dulu," ucap Elang. "Hati-hati Mas Yoga," ucap Prasti lirih. Entah kenapa selalu saja ada rasa kehilangan dalam hatinya, setiap kali dia harus berpisah dengan pemuda itu. Slaph..! Elang langsung melenting tinggi ke udara. "Ki Naga Merah..!" seru Elang. Blashp..! "Kyarrgks..! Duduklah Tuan," Ki Naga Merah seketika muncul, dan melesat di bawah sosok Elang. Taph! "Kita langsung menuju ke bukit Karang Waja, Ki Naga Merah," ucap Elang. Weerrshk..! Ki Naga Merah langsung melesat bagai lintasan cahaya merah, yang memanjang menembusi awan. "Kyargks..!" pekikkannya masih terdengar di atas langit Belupang. Walau sosoknya telah
Utusan dari tlatah Saradwipa itu bernama Panglima Bagus Tuah. Dia merupakan seorang Panglima kepercayaan dari Radja Selangit Rantak, di Tlatah Saradwipa. Sang Radja telah memerintahkan Panglimanya itu. Untuk meluaskan pengaruh dari Tlatah Saradwipa, ke tlatah-tlatah yang berada di seberang lautan. Hingga akhirnya sampailah kapal jelajah, yang dipimpin oleh Panglima Bagus Tuah itu di Tlatah Palapa. Kedatangannya ke kerajaan Palapa menemui Maharaja Kumbadewa, diantarkan langsung oleh Raja Pradipa Dewa, sebagai raja wilayah Pasir Raja. Sementara dari pihak utusan Saradwipa, Panglima Bagus Tuah hanya ditemani 3 orang kepercayaannya. Dan hal yang mencengangkan terjadi, saat sang Maharaja Kumbadewa bertemu dengan Panglima Bagus Tuah. Nampak kedua kaki sang Panglima yang melayang tak menapak tanah..! Tak heran sang Panglima Bagus Tuah berani datang, dengan hanya ditemani 3 orang kepercayaannya. Rupanya dia memiliki kemampuan yang tinggi. Sengaja dia perlihatkan kemampuannya itu. Hal
"Baik Mas Yoga. Prasti akan pulang dulu ke Belupang, dan meminta ijin pada Ayahanda untuk kembali ke Tlatah Kalpataru. Karena walaupun Prasti keturunan darah Belupang. Namun jiwa dan raga Prasti sepenuhnya sudah menyatu dengan Tlatah Kalpataru, sejak aku kecil Mas Yoga," ucap Prasti, mengatakan tekadnya pada Elang. "Ahh, Prasti. Sepertinya hal itu akan membuat Ayahmu kembali bersedih," ucap Elang agak terkejut, dan merasa tak enak dengan niat Prasti. "Tidak Mas Yoga. Prasti mengerti jiwa Ayahanda, dia pasti akan mengijinkan Prasti kembali ke Tlatah Kalpataru. Bahkan Prasti yakin, Ayahanda tak akan mau ikut menyerang ke Tlatah Kalpataru, tanpa alasan dan tujuan yang jelas dari Maharaja Palapa," sahut Prasti yakin. "Baiklah Prasti. Namun kuharap kamu membicarakan hal ini dengan pelan dan hati-hati pada Ayahmu. Senangkan dulu hatinya selama beberapa waktu tinggal di istana Belupang, sebelum kau berangkat ke Tlatah Kalpataru. Masih banyak waktu tersisa untukmu, sebelum perang di Tl
"Aihh..! Mas Yoga..! Tsk, tsk..!" Prasti tersentak haru, seraya makin erat memeluk Elang. Tanpa bisa ditahannya airmata mengalir, dan isaknya pun terdengar lagi. "Dan untuk menguasai aji Sabdo Jagad itu. Eyang Paminggir mengatakan hal itu tergantung takdir, Prasti. Bisa dibutuhkan waktu sepuluh, seratus, seribu, atau bahkan aku tak akan bisa menguasainya. Hingga akhir hidupku," ujar Elang lagi pelan."Ahh.." hanya desah lirih prihatin, yang bisa keluar dari mulut Prasti. Ya, kini Prasti merasa sangat memahami, apa sebenarnya yang menjadi beban berat di hati dan pikiran, dari lelaki yang dikasihinya itu. Hati Prasti tunduk setunduk-tunduknya, mengetahui dasar pemikiran yang sangat jauh dan bijak dari Elang. 'Kau memang satu di antara pemuda sejagad ini Mas Yoga. Sungguh beruntung istrimu di sana memiliki hatimu', bathin Prasti, mengagumi Elang. *** Sementara itu di kerajaan Kalpataru. Setelah memerintahkan pencabutan semua gambar Elang dan Prasti, dan membebaskannya sebagai bur
"I-itu Mas Yoga. Rambut Mas Yoga mulai memutih kini," ucap Prasti lirih seraya menunduk. Dia masih merasa jengah pada Elang. Atas kejadian yang baru saja berlangsung tadi. "Benarkah Prasti?" tanya Elang heran sendiri. Ya, dirinya memang tak pernah memperhatikan rambutnya, atau berkaca di telaga saat mandi. Namun mendengar ucapan Prasti dia percaya, gadis itu tak mungkin berbohong padanya. "Ahh, biarlah Prasti. Pada waktunya rambutku juga nantinya akan memutih. Tak ada bedanya, jika kini dia memutih lebih awal," sahut Elang, seperti bicara dengan dirinya sendiri. Sama sekali tak ada rasa terkejut atau keberatan dalam suaranya. Setelah mengetahui rambutnya yang kini telah memutih. "Ahh, Mas Yoga," tak tahan, Prasti akhirnya berkata seraya memeluk tubuh Elang dari belakang. Dia merasakan nada berat dalam suara Elang kali ini, sama sekali bukan seperti suara Elang yang biasa dia dengar. Prasti merasakan Elang seperti tengah menghadapi masalah yang besar. Suatu beban berat yang te
Blasshp..! Seketika asap putih menggumpal menyelubungi sosok Surapati. Dan tak lama kemudian, asap putih itu pun mengabur lenyap. Maka tampaklah wajah asli Surapati, yang kini terpampang jelas di depan Prabadewa. Sepasang mata Surapati terus menatap tajam ke arah Prabadewa. "Hahh..?! Kau-kau ... Hahahaa..! Ternyata selama ini kau menyamar di depanku..! Hahaahaa..!" Prabadewa terkejut bukan main, namun kemudian dia terbahak lepas. Ya, karena dalam hatinya dia lebih menyukai orang seperti Surapati. Yang diketahuinya memiliki kekuasaan di Tlatah Palapa, sebagai Penasehat dan Panglima Tertinggi Kerajaan. Dari pada Elang yang hanya sebagai pendekar besar, namun tanpa kekayaan dan kekuasaan itu. Begitulah pola pikir orang-orang, yang sudah dibuat mabuk oleh harta dan takhta..! Prabadewa sama sekali tak memikirkan perasaan hati putrinya. Baginya, jika putrinya memiliki suami orang berpangkat dan berkuasa. Maka hidup putrinya dan keluarganya, sudah pasti terjamin akan bahagia. Dan kin