"Kita lewat sini saja!" Bella memberitahu Aslan tentang adanya sebuah jendela kamar yang terhubung keluar, letaknya ada di belakang lemari. "Tidak ada tralis yang menghalangi?" Aslan memastikan terlebih dahulu. Karena kamar yang digunakan untuk menyekap Aslan dengan Alice jendelanya tidak bisa digunakan kabur."Tidak ada."Alice segera mengunci pintu, agar bisa mencegah musuh masuk ke kamar yang sekarang. Tanpa membuang waktu, Aslan mendorong lemari ke arah kanan yang masih kosong. Bella dan Alice ingin membantu. Namun Aslan lebih kuat dari dugaan mereka. Kini terlihat jendela besar yang masih kuno. "Ayo cepat! Aku mendengar suara derap langkah mendekat." Alice memperingatkan."Aku akan coba membukanya. Kalian cari apapun yang bisa digunakan untuk mengganjal pintu."Alice dan Bella mengangguk bersamaan. Mereka berdua tidak ada yang sempat merasakan rasa sakit tubuh masing-masing. Dalam keadaan apapun, mereka tetap bisa bergerak sesuai perintah.Beralih pada Aslan yang perlahan memb
Tanpa pikir panjang, Aslan merebut ujung tombak yang dipegang Alice. Total ada lima sel yang dibuka oleh Aslan. Semua orang yang ada di dalam sel keluar. Keadaan orang-orang yang keluar dari sel tahanan milik mantan Bella tampak masih bisa berdiri dan melawan dengan tangan. Berbeda halnya dengan satu wanita yang kakinya terluka hingga membusuk."Apa rencanamu?" tanya salah satu orang yang dibebaskan oleh Aslan. "Kita akan menyerang musuh yang menyekap kalian. Apapun caranya harus menang!" Semua orang setuju dengan apa yang diungkapkan Aslan. Alice dan Bella hanya percaya saja pada Aslan. Braakk!Pintu utama terbuka. Terlihat ada lima orang musuh yang tampak geram melihat pemandangan kaburnya tawanan dari sel masing-masing. "Kita harus menyerang paling belakang." Aslan berbisik pada Alice. Perkelahian terjadi. Beruntung musuh tak menggunakan pistol, sehingga perkelahian masih ada kemungkinan untuk menang. Bugh! Bugh!Aslan membantu dengan memukul punggung musuh yang sedang menyer
Orang yang sempat datang ke hadapan Alice dan Aslan hanya menyeringai. "Dasar bodoh! Salahkan Bella! Bukan aku." Alice akan menyerang pria tersebut. Namun dicegah Aslan. Karena Aslan melihat ada beberapa orang yang dari jarak dua puluh meter telah mengarahkan senapan pads Aslan dan Alice."Lepas! Aku harus memberi dia prrhitungan!" Alice memberontak dengan menarik-narik tangannya dari Aslan. "Lihat ke arah jam sembilan dan jam dua belas. Kau akan menyesal bergerak gegabah." Aslan berbisik pada Alice.Alice menatap ke arah yang diberitahu Aslan. Rupanya ada dua orang penembak dari jarak jaug. "Ha ... Ha ... Hahaha. Rupanya kalian melakukan hal yang sia-sia sejak tadi. Kabur sejauh ini ternyata tertangkap."Aslan jelas kesal dengan ucapan pria di hadapannya. Jika saja tidak bersama wanita, mungkin Aslan masih nekat menyerang. Namun jika bersama Alice, bertindak nekat sedikit saja mungkin penembak yang disiapkan sudah menghabisi nyawa Alice. Sebisa mungkin Aslan tidak menyelesaikan de
"Oke. Aku percaya padamu." Aslan menyerahkan segala cara pada Alice. Ia ingin membangun rekan tim yang baik, sehingga tidak perlu memandang Alice seorang wanita yang tidak memiliki kemampuan."Aku akan berakting berteriak histeris. Nanti saat pintu terbuka, kau langsung serang mereka!"Aslan setuju dengan rencana Alice. Ia kemudian mencari sesuatu yang bisa dijadikan sebagai senjata.Di dalam kamar tidak terdapat apapun yang berguna. Hanya ada ranjang, seprei dengan dua bantal. Menyerang orang dengan bantal hanya menghasilkan barang tertawaan saja. Apalagi yang dihadapi anak buah mafia. "Kenapa?" tanya Alice dengan nada lirih saat melihat Aslan tampak berpikir sembari memandangi tempat tidur.Aslan mengambil tindakan dengan menarik seprei hingga terlepas dari kasur. Ia kemudian memberi kode pada Alice untuk memulai rencana.Posisi Aslan saat ini berada di balik pintu. Teriakan Alice terdengar histeris. Aslan sampai terkejut hingga sempat tidak fokus.Suara kunci dimasukkan ke lubang
Aslan tidak beranjak. Walaupun rasa penasaran menggebu di dalam pikiran Aslan. Alice yang bukan orang sabar, bertindak menarik tangan Aslan hingga terduduk."Sial! Kau tidak tahu badanku rasanya remuk?" Aslan geram atas tindakan Alice."Salah sendiri nakal. Aku bilang makan, setelah itu aku beritahu berita bahagia.""Apa cluenya?""Adikmu.""Cepat beritahu aku!" Aslan tidak suka ada orang lain yang mengatur kebahagiaannya. Terutama tentang sang adik."Makan dulu." Alice tetap memaksa Aslan makan. Bukan tanpa alasan, Alice kasihan pada Aslan dijadikan percobaan oleh Bella. Tubuh Aslan juga terlihat lemas."Kau seharusnya tidak perlu mengkhawatirkanku. Khawatirkan dirimu sendiri." Aslan masih tak percaya Alice yang mengalami luka di bagian kepala saat ini terlihat biasa saja. Alice tidak mendengarkan Aslan. Ia justru memakan makanan yang ada di dalam piring. "Kau lihat? Aku tidak apa-apa kan? Jadi makanan ini tidak ada racunnya."Aslan masih diam. Ia berusaha membaringkan tubuh kembal
Bella dan Alice saling berpandangan. Mereka seperti merasa puas dengan apa yang telah dilakukan. Tanpa ada niat untuk menolong Aslan, Bella dan Alice justru hanya menatap Aslan yang terjatuh di lantai.Aslan terlihat sekarat. Bella masih tak gentar dengan keputusannya. Ia membiarkan Aslan berusaha sendiri. Alice merasa Aslan tak main-main merasakan hal buruk. Ia mengambilkan minuman yang masih ada di meja. Tangan Alice dicegah oleh Bella. "Dia bisa mati sungguhan." Alice melepaskan tangan Bella yang menarik sebelah tangannya. Alice membantu Aslan duduk. Namun ada sedikit perlawanan. Ketika Aslan mulai melemas, Alice menjadikan kesempatan itu untuk mendudukkan Aslan. Minuman yang ada di tangan Alice, langsung disodorkan pada mulut Aslan. Namun Aslan enggan membuka mulutnya. Bella yang melihat adegan tersebut merasa gemas. Akhirnya Bella ikut membantu Alice. Bella menekan rahang Aslan agar bisa membuka mulut. "Cepat tuang!" Bella memberi perintah. Gelas yang ada di tangan Alice be