Share

Ciuman pertama

Penulis: Sunrise
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-08 14:34:12

Bianca kaget melihat sosok Axel. Dia mengusap kedua matanya tak percaya. Semakin lama, ia semakin yakin jika pria itu Axel. Suara Suryo yang terus memanggil namanya, tak digubris. "Non! Jadi, ini gimana? Non!" Suryo mengacak-acak rambutnya. Belum lagi, Axel menunggu Suryo tak ada niatan untuk meninggalkannya. Suryo bingung apa yang harus dilakukannya.

Bianca terus menatap Axel tanpa henti. Bibirnya tersenyum senang, hatinya terasa melayang diatas awan, pikirannya tentang klien seakan menghilang tanpa jejak. Axel memenuhi pikirannya dalam waktu lama hingga pria itu melihatnya. Keduanya saling bertatapan dengan senyuman mendarat pada bibir mereka.

"Bianca?"

"Benar. Ternyata ini kamu," ucapnya masih menatap Axel. Pria itu tersenyum.

"Aku gak mengira bisa ketemu kamu disini."

"Aku juga," tutur Bianca. Axel tertawa.

"Ternyata, dunia benar benar sempit. Padahal, takdir dapat mempertemukan kita ditempat lainnya. Eh, malah ketemu di jalanan yang macet." Axel menggelengkan kepala sambil tersenyum. Bianca tertawa kecil.

"Mau masuk? Mau mengobrol disini?" kata Bianca.

"Apa boleh?"

"Kenapa tidak?" Bianca memberikan kode pada Suryo agar keluar dari mobil. Namun, Suryo tak mengerti isyarat itu.

"Non, ada apa?" tanya Suryo secara terang-terangan. Bianca menghela nafas. Dia cukup kesal karena Suryo terlalu bodoh untuk mengerti apa yang diinginkannya. Axel tersenyum seakan mengerti apa yang dilakukan Bianca.

"Mau rokok?" tanya Axel pada Suryo.

"Boleh deh. Koreknya ada gak?"

"Tenang, ini ada." Axel memberikan rokok serta korek api.

"Tetapi, mobilmu..."

"Sudahlah, nanti saja!" kata Axel. Suryo hendak menyalakan koreknya, tetapi ia mengurungkan niatnya.

"Tunggu! Kamu tidak melaporkan aku ke polisi, kan?" Suryo tak berhenti khawatir. Axel merasa sedikit kesal terhadapnya. Namun, dia tetap tersenyum.

"Suryo, kamu ingin kupecat sekarang?" Bianca tak sabar mengusir Suryo dari mobilnya."

"Eh, Non, kenapa tiba-tiba? Apa saya membuat kesalahan?"

"Cepat rokok diluar sana! Atau aku pecat!" tegas Bianca mulai emosi. Axel tersenyum melihat sikap tegas Bianca.

"Ba┄baik, Non. Saya akan merokok di luar. Tetapi, jangan pecat saya, ya" ucap Suryo dengan gugup sekaligus khawatir. Ia mengelus dada. Ketika dia keluar dari mobil, Bianca membuka pintu mobil untuk Axel. Pria itu duduk di sebelahnya. Karena jarak mereka yang cukup dekat, membuat wajah Bianca merona merah.

"Ada apa dengan wajahmu? Kamu sakit?" Axel memegang dahi Bianca dengan lembut.

"Ti┄Tidak kok. Biasa, aku lagi mikirin soal klien," ucapnya berbohong.

"Klien? Kamu ingin ketemu sama klien?" tanya Axel. Bianca menganggukkan kepala.

"Macet begini, mungkin akan memakan waktu sekitar setengah atau satu jam lagi. Lewati jalan lain saja gak mungkin. Semua jalanan begitu padat. Tidak bisa memutar arah. Tetapi, kamu jangan takut. Karena ada aku disini yang akan menemanimu." Axel menggenggam tangan Bianca. Rasa gugup mengitari hati Bianca.

Hatinya begitu rapuh untuk tidak tergoda pada pria itu. Keduanya saling bertatapan cukup lama, hingga Axel mencium bibir Bianca begitu lembut. Ciuman mereka hanya berlangsung lima detik, setelah itu Axel melepaskan ciumannya. Dia tersenyum melihat Bianca yang salah tingkah.

"Jangan bilang, ini ciuman pertama kamu?" terka Axel.

"I┄Iya. Ini ciuman pertamaku." Bianca begitu gugup. Tak lama, tubuhnya bergetar. Axel tertawa. Bianca tersipu malu sambil menundukkan kepala.

"It's okay kalau ini memang ciuman pertama kamu. Kali ini, aku akan lebih lembut lagi," bisik Axel. Pria itu tak puas hanya sekali mencium Bianca.

"Tung┄" Belum menyelesaikan perkataannya, Axel mencium bibirnya. Bianca tak dapat berkutik.

Pesona Axel yang kuat serta sentuhan bibirnya yang lembut, membuat gadis itu seakan pasrah. Axel yang tak ingin membuang kesempatan itu, dia mulai memperdalam ciumannya. Bianca mengikuti lidah Axel yang menari dengan indah. Kedua tangan Bianca saling menggenggam. Ada sesuatu didalam dirinya yang terbangkitkan.

Axel pun terhenti. Sebenarnya, ia tak ingin berhenti. Tetapi, ia tak boleh gegabah. Dia harus sabar dalam mendekati Bianca. Walau, sesuatu yang ada dalam dirinya tak dapat dibendung lagi. Pria itu tersenyum melihat Bianca yang wajahnya semerah tomat.

"Gimana? Kamu sudah tidak gugup lagi?" tanya Axel.

"Ke┄Kenapa kamu tiba-tiba menciumku?" Bianca mencoba menghilangkan rasa gugup yang ada didalam dirinya.

"Apa kamu sungguh tidak mengerti dengan tindakanku?" tanya Axel. Bianca tampak berpikir. "Apa kamu ini seorang playboy yang sedang menggodaku?" tanyanya asal. Axel menelan ludah.

"Bianca, aku bukan pria seperti itu. Apa kamu tidak memahami perasaanku?"

"Aku tidak memiliki pengalaman. Jadi, aku tidak terlalu mengerti perasaan seorang pria. Aku hanya paham soal pekerjaan saja. Kalau kamu menanyakan soal pekerjaan, mungkin aku bisa menjawabnya. Tetapi, jika dilihat dari tindakanmu itu, aku..."

"Kamu memang pekerja keras. Aku semakin menyukaimu," ucap Axel seraya mengusap lembut kepala gadis itu. Jantung Bianca berdetak kencang tak menentu. Irama jantungnya seakan hampir meledak. Axel tersenyum. Dia memperhatikan bibir Bianca yang manis dan lembut. "Aku sungguh menyukaimu untuk pertama kalinya, Bianca."

Axel mencium bibir Bianca sekali lagi. Kali ini, ciumannya lebih ganas dan tak terkendali. Bianca tak dapat berkutik. Pikirannya seakan kosong. Axel tak henti mencium bibir itu. Hingga ciumannya beralih pada leher Bianca yang putih mulus. Leher itu selalu menjadi titik spot yang bagus bagi Axel. Lidahnya dapat bergerak bebas pada daerah itu.

Belum merasa puas, ciuman Axel semakin liar. Padahal, itu pertemuan kedua mereka, namun tindakannya semakin berani. Ia tak memikirkan apapun. Yang ia inginkan hanyalah Bianca. Pria itu bergerak cepat dengan melepaskan tiga kancing kemeja Bianca.

Disana terlihat bra berwarna hitam yang memperlihatkan keseksian gadis itu. Gairah Axel semakin memuncak. Lidahnya begitu rakus, ingin menguasai daerah itu tanpa henti. Tatapannya nakal ingin segera melepaskan penghalang berwarna hitam itu.

Namun, ketika tangannya bergerak untuk melepaskannya, langkahnya tertahan. Gadis itu menggelengkan kepala. "Ada apa?" tanya Axel mengerutkan kening, ada rasa kecewa yang tampak pada wajahnya. Bianca memperbaiki kemejanya yang terbuka. Tak lama, ia mulai menjauh.

"Maaf. Aku gak bisa. Aku rasa ini terlalu terburu-buru," ucap Bianca tanpa melihat pria itu. "Dan juga... di sekitar sini banyak kendaraan bermotor. Aku hanya..."

"Aku mengerti. Aku minta maaf, aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri." Axel mendekati Bianca sambil menggenggam tangannya. "Jangan marah, ya! Aku telah kelewatan."

"Lain kali jangan diulangi lagi. Tiba-tiba pikiranku kosong. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Tindakanmu itu membuatku seperti orang linglung." Bianca mencoba untuk menatap Axel.

"Sebenarnya, aku tidak pernah seperti ini. Mungkin aku... telah jatuh hati padamu, sehingga aku tidak bisa menahan diri didekatmu." Axel menatap Bianca, memperlihatkan keseriusannya. Akankah pria itu tulus dengan Bianca?

"Kamu jatuh cinta padaku? Tetapi kita baru dua kali bertemu."

"Bagi aku, cinta hanya butuh satu detik. Kamu tahu kenapa?"

"Memangnya kenapa?"

"Karena cinta tidak pernah memandang waktu. Apalagi ketika tatapan kedua mataku bertemu dengan sepasang mata indahmu. Sejak itu, aku telah jatuh hati denganmu." Axel menatap Bianca. Kemudian, pria itu hendak mencium bibirnya, namun suara pintu mengagetkannya. Bianca mendorong Axel secara tiba-tiba. Suryo membuka pintu mobil.

"Non, sepertinya ada jalur disebelah sana yang kosong," ujar Suryo. Pria itu tidak memahami situasinya.

"Jalur kosong? Apa maksud kamu?" Pikiran Bianca mendadak kosong. Axel tersenyum melihat Bianca salah tingkah.

"Non, gimana sih? Kan disini lagi macet. Waktu saya merokok, banyak kendaraan dari belakang yang mencoba memasuki jalur kosong itu. Dan jalur itu cukup lebar. Kalau dapat memotong jalur kendaraan lain, mungkin dapat keluar melalui jalur itu."

"Seriusan? Ya sudah kita langsung kesana saja."

"Tetapi, Non..."

"Ada apa?"

"Bagaimana dengan mobilnya? Goresan-goresan itu terlihat tajam."

"Itu..."

"Sudahlah, aku tidak mempermasalahkannya lagi," celetuk Axel terlihat santai.

"Kamu yakin? Gak mau melaporkan saya ke polisi?"

"Dari awal aku tidak membesar-besarkan masalah. Jadi, lain kali kamu harus lebih berhati-hati saja."

"Te┄Terima kasih kalau begitu." Suryo terlihat senang, memperlihatkan deretan giginya yang berwarna kekuningan. Axel tersenyum sambil menggenggam tangan Bianca. Ketika Suryo merapikan duduknya, Axel mengecup lembut bibir Bianca.

"Sampai ketemu lagi, Dear. Aku akan selalu merindukanmu," bisik Axel sebelum membuka pintu mobil. Wajah Bianca bersemu merah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Papiyu14
Axel kegatelan^^
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sang Pengantin Iblis   Game panas

    Axel mendesah. Gairahnya memuncak. Sentuhan Vivian memang tak bisa ia tolak. Axel memperdalam ciumannya. Mereka saling melirik pada film yang mereka tonton, hingga durasi adegan panas pada film itu habis. Mereka saling melepaskan diri. "Kamu sungguh cepat. Aku kira kamu akan kalah dariku," kata Axel. "Aku adalah roh iblis. Sulit bagiku untuk kalah dari pria sepertimu." "Baiklah. Mari kita tunggu adegan selanjutnya. Kali ini, aku akan menang." "Oh ya? Kamu tidak akan menang dariku." Vivian mendekati Axel hingga wajah mereka begitu dekat. Wanita itu tersenyum miring. "Honey, kamu melanggar salah satu aturan." "Aku tidak melanggar apapun." "Tetapi, kamu baru saja menggodaku, Honey." "Aku tidak menggodamu." "Caramu mendekatimu itu seperti menggodaku." Jari telunjuk Axel menyentuh hidung wanita itu lembut. "Kamu saja yang berpikiran aneh. Selama aku tidak menciummu atau menyentuhmu, itu tidak masalah." Vivian melipat kedua tangan. "Kamu lupa ya apa aturan tadi, Honey? Aku mengat

  • Sang Pengantin Iblis   Permainan berbahaya

    Vivian mengenakan salah satu dress yang baru ia beli di Mall. Dia menatap cermin sambil tersenyum. Axel berdiri di belakang Vivian seraya memeluknya dari belakang. "Kamu cantik, Honey," puji Axel sambil mengusap kepala wanita itu dengan lembut."Ini tubuh Bianca. Bagaimana kamu tahu kalau aku cantik?" tanya Vivian. Senyuman Axel tampak pada bibirnya."Apapun itu, bagiku kamu cantik." Axel mencium rambut wanita itu dari belakang."Aku ingin mencoba dress yang lain.""Kamu beneran gak sabar ya ingin segera berkencan denganku?" godanya, menaikkan salah satu alis."Ya udah, aku pakai dress ini aja.""Duh, istriku ini mulai ngambek ya. Tetapi, sikapmu yang seperti ini bertambah manis. Aku suka," bisiknya dengan nada seksi. Lidah Axel bermain pada telinga itu. Tak lama, ia menyudahinya."Kalau kamu terlambat, kita akan kesulitan ke Bioskop," kata Vivian. Ia menatap malas seraya melipatkan kedua tangan. Axel tersenyum. Selain menggoda Vivian

  • Sang Pengantin Iblis   Vivian vs. Victoria

    Vivian mengepalkan tangan. Ia tak mengira bertemu musuh lamanya di rumah itu. Awalnya, Victoria juga tak tahu kalau Vivian berada di tubuh Bianca. Namun, setelah insiden perselingkuhan Axel terkuak, Victoria dapat merasakan gelombang aura yang sangat kuat dari tubuh Bianca.Sejak saat itu ia mulai memperhatikan orang-orang disekitar Vivian secara diam-diam. Dia juga menanamkan sesuatu pada diri Meili saat anak buahnya dikalahkan oleh Vivian. Hal itu yang memicu Meili memilih bunuh diri.Jika dilihat dari karakteristik Meili, ia bukan tipe perempuan yang mengakhiri hidupnya. Victoria berhubungan dengan kematian Meili. Sayang, Vivian tak tahu hal itu. Tetapi, dia agak curiga ketika Meili lebih memilih melompat dari lantai tiga.Namun, kecurigaan itu perlahan memudar, saat melihat Meili bersimbah darah. Setelah semua terjadi, kini Vivian mulai mengerti. Kehadiran Victoria memberinya petunjuk. Yang dia tak bisa prediksikan, roh iblis itu datang lebih cepat ketimbang

  • Sang Pengantin Iblis   Musuh lama

    Barang belanjaan yang cukup banyak membuat Vivian agak kesulitan membawanya. Ia melihat Suryo yang tertidur pulas di mobil. Suara ketukan kaca mobil mengagetkannya seketika."Eh, Non. Sudah selesai?" tanya Suryo seraya mengusap kedua matanya. Ia masih agak mengantuk."Udah dong. Oh ya, kenapa kamu memanggilku non lagi?""Udah kebiasaan, Non. Nggak enak rasanya kalau diubah begitu.""Kamu menyebutku begitu, telingaku jadi gatel." Vivian mengusap telinga."Saya kan sudah memanggil Non bertahun-tahun. Rasanya tidak sopan jika tidak memanggil seperti itu. Nggak apa-apa kan, Non?" Suryo mengusap kedua matanya lagi."Ya udah terserah kamu.""Barang belanjaan Non kemana? Saya mau taruh di bagasi mobil.""Sudah ku taruh semua baru saja. Sepertinya, kamu masih mengantuk, ya.""U-udah nggak, Non," kata Suryo. Ia tak ingin dianggap sebagai sopir yang tidak kompeten. Dia berusaha agar menahan rasa kantuknya."Pak Suryo, kalau

  • Sang Pengantin Iblis   Malaikat maut

    Keduanya saling bertatapan. Tak berlangsung lama, malaikat maut itu mengeluarkan rantai ikatan. Rantai itu dapat mengikat roh iblis dengan cukup kuat. Namun, Vivian selalu tahu trik ini.Dia berhasil menghindar walau tak menggunakan kekuatannya. Malaikat maut itu terus mengayunkan rantai ikatan ke arah Vivian. Lagi-lagi hal itu sia-sia. Vivian menyeringai.Dia tahu malaikat maut tidak pernah menunjukkan kekesalannya. Terlihat, hanya dua kali serangan gagal, malaikat maut terhenti. Ia menyimpan kembali rantai ikatan itu."Apa kamu nggak bosan ingin menangkapku terus?" Vivian mengerucutkan bibir."Vivian, kamu sudah terlalu lama hidup di dunia manusia. Sudah saatnya, kamu kembali ke gerbang langit.""Gak mau. Aku tahu, kalian p

  • Sang Pengantin Iblis   Berfoya ria

    Sebuah Mall yang berada di daerah perkotaan lebih ramai ketimbang biasanya. Mungkin dikarenakan hari minggu, menjadi kesempatan bagi banyak orang untuk menghabiskan hari liburnya di Mall. Beberapa butik ternama telah dipadati pengunjung. Mereka berbondong-bondong membeli pakaian dengan harga murah. Terjadinya diskon besar-besaran hampir semua butik yang ada di Mall tersebut. Salah satu pengunjung Mall itu memancarkan auranya. Orang-orang berlalu lalang terkesima dengan kecantikan serta bentuk badan yang dimilikinya. Sosok itu adalah Vivian. Walau semua pakaian Bianca serba tertutup, tak menjadi penghalang baginya untuk berpakaian terbuka. Ia menyulap salah satu kemeja Bianca yang berlengan panjang menjadi tanpa lengan. Dia melepas semua lengannya tanpa menyisakan sedikitpun menggunakan pendedel. Lalu, ia menggunakan benang dan juga jarum. Ia meminjam semua peralatan itu pada Ratna. Kemudian, ia menjahit bagian yang kurang rapi. Masih belum cukup puas,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status