Share

Ciuman pertama

Bianca kaget melihat sosok Axel. Dia mengusap kedua matanya tak percaya. Semakin lama, ia semakin yakin jika pria itu Axel. Suara Suryo yang terus memanggil namanya, tak digubris. "Non! Jadi, ini gimana? Non!" Suryo mengacak-acak rambutnya. Belum lagi, Axel menunggu Suryo tak ada niatan untuk meninggalkannya. Suryo bingung apa yang harus dilakukannya.

Bianca terus menatap Axel tanpa henti. Bibirnya tersenyum senang, hatinya terasa melayang diatas awan, pikirannya tentang klien seakan menghilang tanpa jejak. Axel memenuhi pikirannya dalam waktu lama hingga pria itu melihatnya. Keduanya saling bertatapan dengan senyuman mendarat pada bibir mereka.

"Bianca?"

"Benar. Ternyata ini kamu," ucapnya masih menatap Axel. Pria itu tersenyum.

"Aku gak mengira bisa ketemu kamu disini."

"Aku juga," tutur Bianca. Axel tertawa.

"Ternyata, dunia benar benar sempit. Padahal, takdir dapat mempertemukan kita ditempat lainnya. Eh, malah ketemu di jalanan yang macet." Axel menggelengkan kepala sambil tersenyum. Bianca tertawa kecil.

"Mau masuk? Mau mengobrol disini?" kata Bianca.

"Apa boleh?"

"Kenapa tidak?" Bianca memberikan kode pada Suryo agar keluar dari mobil. Namun, Suryo tak mengerti isyarat itu.

"Non, ada apa?" tanya Suryo secara terang-terangan. Bianca menghela nafas. Dia cukup kesal karena Suryo terlalu bodoh untuk mengerti apa yang diinginkannya. Axel tersenyum seakan mengerti apa yang dilakukan Bianca.

"Mau rokok?" tanya Axel pada Suryo.

"Boleh deh. Koreknya ada gak?"

"Tenang, ini ada." Axel memberikan rokok serta korek api.

"Tetapi, mobilmu..."

"Sudahlah, nanti saja!" kata Axel. Suryo hendak menyalakan koreknya, tetapi ia mengurungkan niatnya.

"Tunggu! Kamu tidak melaporkan aku ke polisi, kan?" Suryo tak berhenti khawatir. Axel merasa sedikit kesal terhadapnya. Namun, dia tetap tersenyum.

"Suryo, kamu ingin kupecat sekarang?" Bianca tak sabar mengusir Suryo dari mobilnya."

"Eh, Non, kenapa tiba-tiba? Apa saya membuat kesalahan?"

"Cepat rokok diluar sana! Atau aku pecat!" tegas Bianca mulai emosi. Axel tersenyum melihat sikap tegas Bianca.

"Ba┄baik, Non. Saya akan merokok di luar. Tetapi, jangan pecat saya, ya" ucap Suryo dengan gugup sekaligus khawatir. Ia mengelus dada. Ketika dia keluar dari mobil, Bianca membuka pintu mobil untuk Axel. Pria itu duduk di sebelahnya. Karena jarak mereka yang cukup dekat, membuat wajah Bianca merona merah.

"Ada apa dengan wajahmu? Kamu sakit?" Axel memegang dahi Bianca dengan lembut.

"Ti┄Tidak kok. Biasa, aku lagi mikirin soal klien," ucapnya berbohong.

"Klien? Kamu ingin ketemu sama klien?" tanya Axel. Bianca menganggukkan kepala.

"Macet begini, mungkin akan memakan waktu sekitar setengah atau satu jam lagi. Lewati jalan lain saja gak mungkin. Semua jalanan begitu padat. Tidak bisa memutar arah. Tetapi, kamu jangan takut. Karena ada aku disini yang akan menemanimu." Axel menggenggam tangan Bianca. Rasa gugup mengitari hati Bianca.

Hatinya begitu rapuh untuk tidak tergoda pada pria itu. Keduanya saling bertatapan cukup lama, hingga Axel mencium bibir Bianca begitu lembut. Ciuman mereka hanya berlangsung lima detik, setelah itu Axel melepaskan ciumannya. Dia tersenyum melihat Bianca yang salah tingkah.

"Jangan bilang, ini ciuman pertama kamu?" terka Axel.

"I┄Iya. Ini ciuman pertamaku." Bianca begitu gugup. Tak lama, tubuhnya bergetar. Axel tertawa. Bianca tersipu malu sambil menundukkan kepala.

"It's okay kalau ini memang ciuman pertama kamu. Kali ini, aku akan lebih lembut lagi," bisik Axel. Pria itu tak puas hanya sekali mencium Bianca.

"Tung┄" Belum menyelesaikan perkataannya, Axel mencium bibirnya. Bianca tak dapat berkutik.

Pesona Axel yang kuat serta sentuhan bibirnya yang lembut, membuat gadis itu seakan pasrah. Axel yang tak ingin membuang kesempatan itu, dia mulai memperdalam ciumannya. Bianca mengikuti lidah Axel yang menari dengan indah. Kedua tangan Bianca saling menggenggam. Ada sesuatu didalam dirinya yang terbangkitkan.

Axel pun terhenti. Sebenarnya, ia tak ingin berhenti. Tetapi, ia tak boleh gegabah. Dia harus sabar dalam mendekati Bianca. Walau, sesuatu yang ada dalam dirinya tak dapat dibendung lagi. Pria itu tersenyum melihat Bianca yang wajahnya semerah tomat.

"Gimana? Kamu sudah tidak gugup lagi?" tanya Axel.

"Ke┄Kenapa kamu tiba-tiba menciumku?" Bianca mencoba menghilangkan rasa gugup yang ada didalam dirinya.

"Apa kamu sungguh tidak mengerti dengan tindakanku?" tanya Axel. Bianca tampak berpikir. "Apa kamu ini seorang playboy yang sedang menggodaku?" tanyanya asal. Axel menelan ludah.

"Bianca, aku bukan pria seperti itu. Apa kamu tidak memahami perasaanku?"

"Aku tidak memiliki pengalaman. Jadi, aku tidak terlalu mengerti perasaan seorang pria. Aku hanya paham soal pekerjaan saja. Kalau kamu menanyakan soal pekerjaan, mungkin aku bisa menjawabnya. Tetapi, jika dilihat dari tindakanmu itu, aku..."

"Kamu memang pekerja keras. Aku semakin menyukaimu," ucap Axel seraya mengusap lembut kepala gadis itu. Jantung Bianca berdetak kencang tak menentu. Irama jantungnya seakan hampir meledak. Axel tersenyum. Dia memperhatikan bibir Bianca yang manis dan lembut. "Aku sungguh menyukaimu untuk pertama kalinya, Bianca."

Axel mencium bibir Bianca sekali lagi. Kali ini, ciumannya lebih ganas dan tak terkendali. Bianca tak dapat berkutik. Pikirannya seakan kosong. Axel tak henti mencium bibir itu. Hingga ciumannya beralih pada leher Bianca yang putih mulus. Leher itu selalu menjadi titik spot yang bagus bagi Axel. Lidahnya dapat bergerak bebas pada daerah itu.

Belum merasa puas, ciuman Axel semakin liar. Padahal, itu pertemuan kedua mereka, namun tindakannya semakin berani. Ia tak memikirkan apapun. Yang ia inginkan hanyalah Bianca. Pria itu bergerak cepat dengan melepaskan tiga kancing kemeja Bianca.

Disana terlihat bra berwarna hitam yang memperlihatkan keseksian gadis itu. Gairah Axel semakin memuncak. Lidahnya begitu rakus, ingin menguasai daerah itu tanpa henti. Tatapannya nakal ingin segera melepaskan penghalang berwarna hitam itu.

Namun, ketika tangannya bergerak untuk melepaskannya, langkahnya tertahan. Gadis itu menggelengkan kepala. "Ada apa?" tanya Axel mengerutkan kening, ada rasa kecewa yang tampak pada wajahnya. Bianca memperbaiki kemejanya yang terbuka. Tak lama, ia mulai menjauh.

"Maaf. Aku gak bisa. Aku rasa ini terlalu terburu-buru," ucap Bianca tanpa melihat pria itu. "Dan juga... di sekitar sini banyak kendaraan bermotor. Aku hanya..."

"Aku mengerti. Aku minta maaf, aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri." Axel mendekati Bianca sambil menggenggam tangannya. "Jangan marah, ya! Aku telah kelewatan."

"Lain kali jangan diulangi lagi. Tiba-tiba pikiranku kosong. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Tindakanmu itu membuatku seperti orang linglung." Bianca mencoba untuk menatap Axel.

"Sebenarnya, aku tidak pernah seperti ini. Mungkin aku... telah jatuh hati padamu, sehingga aku tidak bisa menahan diri didekatmu." Axel menatap Bianca, memperlihatkan keseriusannya. Akankah pria itu tulus dengan Bianca?

"Kamu jatuh cinta padaku? Tetapi kita baru dua kali bertemu."

"Bagi aku, cinta hanya butuh satu detik. Kamu tahu kenapa?"

"Memangnya kenapa?"

"Karena cinta tidak pernah memandang waktu. Apalagi ketika tatapan kedua mataku bertemu dengan sepasang mata indahmu. Sejak itu, aku telah jatuh hati denganmu." Axel menatap Bianca. Kemudian, pria itu hendak mencium bibirnya, namun suara pintu mengagetkannya. Bianca mendorong Axel secara tiba-tiba. Suryo membuka pintu mobil.

"Non, sepertinya ada jalur disebelah sana yang kosong," ujar Suryo. Pria itu tidak memahami situasinya.

"Jalur kosong? Apa maksud kamu?" Pikiran Bianca mendadak kosong. Axel tersenyum melihat Bianca salah tingkah.

"Non, gimana sih? Kan disini lagi macet. Waktu saya merokok, banyak kendaraan dari belakang yang mencoba memasuki jalur kosong itu. Dan jalur itu cukup lebar. Kalau dapat memotong jalur kendaraan lain, mungkin dapat keluar melalui jalur itu."

"Seriusan? Ya sudah kita langsung kesana saja."

"Tetapi, Non..."

"Ada apa?"

"Bagaimana dengan mobilnya? Goresan-goresan itu terlihat tajam."

"Itu..."

"Sudahlah, aku tidak mempermasalahkannya lagi," celetuk Axel terlihat santai.

"Kamu yakin? Gak mau melaporkan saya ke polisi?"

"Dari awal aku tidak membesar-besarkan masalah. Jadi, lain kali kamu harus lebih berhati-hati saja."

"Te┄Terima kasih kalau begitu." Suryo terlihat senang, memperlihatkan deretan giginya yang berwarna kekuningan. Axel tersenyum sambil menggenggam tangan Bianca. Ketika Suryo merapikan duduknya, Axel mengecup lembut bibir Bianca.

"Sampai ketemu lagi, Dear. Aku akan selalu merindukanmu," bisik Axel sebelum membuka pintu mobil. Wajah Bianca bersemu merah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Papiyu14
Axel kegatelan^^
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status