Share

Kekacauan

Bianca mengacak-acak rambutnya seakan ia ingin membanting sesuatu yang ada di dekatnya. Sarah yang sedang bersamanya, berusaha untuk menenangkan gadis itu. Namun, rasa amarah Bianca tak kunjung reda. Bagaimana tidak, dia kehilangan klien besarnya hanya dalam sekejap saja.

"Sudah kubilang sebelumnya kalau kamu yang lebih dulu menghandle klien itu, karena aku terjebak kemacetan parah. Apa kamu sungguh tidak mengerti apa yang kukatakan?"

"Maaf, Bu, tetapi saya sudah berusaha untuk menjelaskan situasinya. Bahkan, saya mengatakan kalau anda akan segera datang kemari. Tetapi, dia tidak percaya dengan kata-kata yang saya ucapkan. Dia malah akan menuntut perusahaan karena merasa ditipu."

"Apa? Menuntut perusahaan? Yang benar saja." Bianca mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Ibu, tenanglah. Saya rasa, sebaiknya ibu langsung menghubungi CEO dari Falco and group saja. Karena kata-kata ibu akan membuat CEO itu percaya dan tidak akan menuntut perusahaan anda."

"Kalau aku menjelaskannya sekarang, masalah akan bertambah rumit. Dan dia tetap menyalahkanku. Bagaimanapun juga, ini semua salahku yang kurang peka kalau ada pertemuan dengan CEO Falco and group."

"Lalu, apa ibu akan berdiam diri saja? Saya rasa, hanya itu satu-satunya cara agar Falco and group tidak menuntut perusahaan anda."

"Jangan khawatir! Dia tidak akan bisa melakukannya"

"Apa ibu punya rencana?" tanya Sarah. Bianca menganggukkan kepala.

"Tetapi aku tidak yakin berhasil atau tidaknya."

"Lalu apa rencana ibu?"

"Beberapa waktu yang lalu aku pernah mendengar dari beberapa orang, kalau minggu depan merupakan ulang tahun dari CEO Falco and group."

"Kalau begitu, ibu dapat mempergunakan kesempatan itu untuk memperbaiki hubungan dengan CEO itu."

"Kamu carilah hadiah yang bagus untuknya."

"Soal hadiah, ibu tenang saja. Kebanyakan para pengusaha kaya sangat menyukai barang-barang mewah. Semakin mewah akan semakin baik," ucap Sarah. Tanpa sadar dia menyindir Bianca yang selalu berpenampilan sederhana.

"Kamu menyindirku?"

"Bu┄Bukan begitu maksud saya. Ja┄Jadi maksud saya itu..."

"Sudahlah, lupakan saja!" Bianca tak ingin membahas hal yang tak penting. Oh ya, untuk hadiah ulang tahun CEO Falco and group, berikan saja sesuatu yang terlihat simple tetapi mudah diingat olehnya. Hadiah yang terlalu mewah akan terlihat mencolok. Kemungkinan, dia akan mengerti saat itu."

"Sesuatu yang simple tapi mudah diingat? Apa ya?" gumam Sarah. Otaknya terasa buntu saat memikirkan hal itu."

"Aku rasa, jam tangan dapat menjadi solusi yang terbaik," ujar Bianca. Sarah menganggukkan kepalanya berkali-kali.

"Jam tangan? Jika saya membelinya jam tangan yang sederhana, saya takut akan berdampak pada reputasinya sebagai seorang CEO."

"Bukan maksudku membeli jam tangan dengan harga yang paling murah."

"Tadi anda mengatakan mencari jam tangan yang tidak terlalu mewah. Bukankah sama saja memberinya sesuatu yang tak bernilai dimatanya?"

"Sarah, kamu tidak mengerti kata-kataku. Apa aku bilang dari tadi kalau harus membeli jam tangan dengan harga yang murah? Aku mengatakan mewah itu berarti memicu pada penampilan, bukan berarti harga yang dibeli murah." Bianca memijat pelipisnya. Sarah mulai mengerti maksud gadis itu.

"Kalau begitu, saya akan mencari jam tangan yang limited edition. Jam tangan yang berpenampilan simple, namun tidak terlalu mencolok."

"Itu maksud saya. Saya beri waktu hingga tiga hari kedepan. Setelah itu, ikut saya ke suatu tempat."

"Memangnya kita mau kemana, Bu?"

"Beli pakaian," jawab Bianca seraya menghabiskan minumannya yang masih tersisa di gelas. Gadis itu berada di Restoran ala mami dengan Sarah. Ketika dia tahu kalau CEO Falco and group menolak Sarah dikarenakan Bianca yang tak hadir dalam pertemuan mereka, akhirnya dia memutuskan untuk melampiaskan amarahnya dengan berteriak. Tak peduli suara yang sekencang apapun, takkan membuat seseorang dari luar mendengarnya.

Kini, Bianca membenamkan kepalanya pada sofa empuk yang menjadi tempat duduknya ketika ia datang ke restoran itu. "Oh ya, Sarah, panggilkan pihak restoran ini, tiba-tiba aku ingin pijat. Seluruh badanku terasa pegal," ucap Bianca sambil memijat lehernya yang tegang.

"Baik, Bu." Sarah menekan angka 1 yang langsung terhubung pada customer service restoran itu dengan menggunakan ipad yang telah tersedia disana. Setiap ruangan vip atau vvip dengan harga 15 hingga 75 juta telah dilengkapi ipad yang selalu terhubung dengan customer service.

Selain itu, dapat dengan bebas menelepon layanan darurat lainnya, seperti pemadam kebakaran, taxy, dan lain sebagainya. Namun, panggilannya terbatas, tak dapat mudah menelepon seseorang karena telah disetting. Jadi, hanya bisa menghubungi layanan darurat saja. Namun, itu cukup membantu jika pelanggan Restoran ala mami mengalami keadaan yang terdesak.

Rasa penat yang dirasakan Bianca membuatnya memejamkan kedua mata. Hingga dua orang datang mengetuk pintu, Sarah mempersilahkan masuk mereka. Sarah mengerti dua gadis itu akan memijat dirinya dengan Bianca. Sarah memanggil Bianca. Gadis itu tersenyum. Akhirnya, Bianca dan sarah dipijat oleh kedua gadis tadi.

                          *******

Axel yang telah keluar dari kemacetan duduk seorang diri di sebuah tempat nongkrong untuk menikmati secangkir kopi. Americano menjadi kopi favoritnya. Sambil membayar kopi yang ia pesan, seorang gadis muda berusia 19 tahun menatapnya dengan serius. Gadis itu sengaja berjalan ke arah axel, lalu menabraknya. Kopi yang ada di tangan Axel seketika tumpah dan terkena pakaiannya.

"Oops, sorry. Aku gak sengaja," ucap gadis muda itu dengan suara centil.

"It's okay, aku gak apa-apa."

"Gini saja, gimana kalau kemobilku? Kita bisa sekalian membelikan pakaianmu?"

"Never mind. Ini bukanlah apa-apa," kata Axel. Gadis itu menggenggam tangannya.

"Aku gak merasa keberatan kok. Mau ya? Hmm?" Karena mengerti akan niat gadis itu, ia pun mengiyakan. Gadis itu terlihat senang. Gadis itu membawa Axel untuk masuk kedalam mobil sportnya. Axel mengerti harga mobil sport berkisar milyaran rupiah. Dia langsung berpikir kalau gadis itu sangatlah kaya.

"Mobilmu bagus ya," puji Axel sambil memperhatikan setiap bagian dari mobil itu.

"Kamu mau?"

"Tentu saja. Siapa yang tidak mau mobil sport?"

"Kalau begitu, aku bisa memberikanmu secara cuma-cuma, tetapi ada satu syarat."

"Apa syaratnya?"

"Aku ingin kamu menjadi milikku, gimana?"

Gadis itu bergerak terlebih dulu. Dia memberanikan diri tanpa rasa malu. Axel semakin tertantang dengan sikapnya yang agresif. Semakin lama, tak ada lagi celah diantara keduanya untuk saling mengalah. Gadis itu bukan seperti gadis pada umumnya yang masih polos. Mungkin, karena perubahan zaman yang signifikan.

Mereka saling melepaskan gairah masing-masing. Desahan selalu menyempurnakan apa yang mereka lakukan. Sebenarnya, usia gadis itu 19 tahun, namun pemahamannya sangatlah luar biasa. Dia memilih Axel karena wajahnya yang tampan.

Dia memang suka mengincar pria tampan. Sebenarnya, itu semua hanyalah pelampiasan semata. Gadis itu salah satu korban broken home. Menjadikan dirinya gadis liar yang sulit dikendalikan. Baginya, kesenangan adalah segalanya dan dapat melupakan apa yang menjadi persoalan hidupnya.

"Kamu memang yang terbaik. Siapa namamu?" tanya gadis itu. Dia semakin tertarik dengan Axel.

"My name is Axel." Axel tak berpikir akan memiliki hubungan yang lama dengan gadis itu. Maka dari itu, dia tidak terlalu peduli dengan nama gadis itu.

"Aku bisa memberikan apapun yang kamu mau, asalkan kamu selalu punya waktu bersamaku. Bagaimana?" ujar gadis itu. Axel tampak berpikir. Sebenarnya, tawarannya menarik. Tetapi, entah kenapa ia ingin mengakhiri hubungan pendek ini dengannya.

"Kamu tampak menyedihkan. Kamu cantik, tetapi kamu bisa memberikan penawaran itu pada pria lain," ucap Axel sembari menjauhkan diri dari gadis itu.

"Kamu tidak bisa pergi dari sini, kecuali aku yang menyuruhmu pergi," katanya. Axel menyeringai. Baru kali ini, ia menghadapi gadis seperti itu.

"Kamu sudah tidak tertarik lagi bagiku," bisik Axel. Gadis itu tak ingin melepaskannya. Dia mulai terobsesi dengan Axel. Dia mengeluarkan pisau, lalu mengarahkan pisau itu pada Axel.

"Sepertinya, kamu perlu ke psikiater."

"Diam! Tak ada yang boleh meninggalkanku! Termasuk kamu." Pisau semakin mendekat. Axel hanya menelan ludah.

"Sial! Kenapa aku bisa berhadapan dengan cewek seperti ini. Mimpi apa aku semalam," batin Axel.

Lalu, ia berpikir untuk meminta bantuan pada temannya, Angel. Dia mengambil ponselnya diam-diam. Tanpa melihat layar androidnya, seakan menghafal tata letaknya, ia mengirim pesan pada Angel.

Isi pesannya hanya 3 huruf, yaitu 'Sos'. Kode itu selalu memiliki arti penting baginya dan Angel. Ketika kode itu disebutkan, Angel pasti mengerti kalau Axel dalam bahaya dan membutuhkan bantuannya secara darurat. Dia berharap, Angel segera melacak posisinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status