Share

Kekacauan

Author: Sunrise
last update Last Updated: 2021-07-08 14:34:33

Bianca mengacak-acak rambutnya seakan ia ingin membanting sesuatu yang ada di dekatnya. Sarah yang sedang bersamanya, berusaha untuk menenangkan gadis itu. Namun, rasa amarah Bianca tak kunjung reda. Bagaimana tidak, dia kehilangan klien besarnya hanya dalam sekejap saja.

"Sudah kubilang sebelumnya kalau kamu yang lebih dulu menghandle klien itu, karena aku terjebak kemacetan parah. Apa kamu sungguh tidak mengerti apa yang kukatakan?"

"Maaf, Bu, tetapi saya sudah berusaha untuk menjelaskan situasinya. Bahkan, saya mengatakan kalau anda akan segera datang kemari. Tetapi, dia tidak percaya dengan kata-kata yang saya ucapkan. Dia malah akan menuntut perusahaan karena merasa ditipu."

"Apa? Menuntut perusahaan? Yang benar saja." Bianca mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Ibu, tenanglah. Saya rasa, sebaiknya ibu langsung menghubungi CEO dari Falco and group saja. Karena kata-kata ibu akan membuat CEO itu percaya dan tidak akan menuntut perusahaan anda."

"Kalau aku menjelaskannya sekarang, masalah akan bertambah rumit. Dan dia tetap menyalahkanku. Bagaimanapun juga, ini semua salahku yang kurang peka kalau ada pertemuan dengan CEO Falco and group."

"Lalu, apa ibu akan berdiam diri saja? Saya rasa, hanya itu satu-satunya cara agar Falco and group tidak menuntut perusahaan anda."

"Jangan khawatir! Dia tidak akan bisa melakukannya"

"Apa ibu punya rencana?" tanya Sarah. Bianca menganggukkan kepala.

"Tetapi aku tidak yakin berhasil atau tidaknya."

"Lalu apa rencana ibu?"

"Beberapa waktu yang lalu aku pernah mendengar dari beberapa orang, kalau minggu depan merupakan ulang tahun dari CEO Falco and group."

"Kalau begitu, ibu dapat mempergunakan kesempatan itu untuk memperbaiki hubungan dengan CEO itu."

"Kamu carilah hadiah yang bagus untuknya."

"Soal hadiah, ibu tenang saja. Kebanyakan para pengusaha kaya sangat menyukai barang-barang mewah. Semakin mewah akan semakin baik," ucap Sarah. Tanpa sadar dia menyindir Bianca yang selalu berpenampilan sederhana.

"Kamu menyindirku?"

"Bu┄Bukan begitu maksud saya. Ja┄Jadi maksud saya itu..."

"Sudahlah, lupakan saja!" Bianca tak ingin membahas hal yang tak penting. Oh ya, untuk hadiah ulang tahun CEO Falco and group, berikan saja sesuatu yang terlihat simple tetapi mudah diingat olehnya. Hadiah yang terlalu mewah akan terlihat mencolok. Kemungkinan, dia akan mengerti saat itu."

"Sesuatu yang simple tapi mudah diingat? Apa ya?" gumam Sarah. Otaknya terasa buntu saat memikirkan hal itu."

"Aku rasa, jam tangan dapat menjadi solusi yang terbaik," ujar Bianca. Sarah menganggukkan kepalanya berkali-kali.

"Jam tangan? Jika saya membelinya jam tangan yang sederhana, saya takut akan berdampak pada reputasinya sebagai seorang CEO."

"Bukan maksudku membeli jam tangan dengan harga yang paling murah."

"Tadi anda mengatakan mencari jam tangan yang tidak terlalu mewah. Bukankah sama saja memberinya sesuatu yang tak bernilai dimatanya?"

"Sarah, kamu tidak mengerti kata-kataku. Apa aku bilang dari tadi kalau harus membeli jam tangan dengan harga yang murah? Aku mengatakan mewah itu berarti memicu pada penampilan, bukan berarti harga yang dibeli murah." Bianca memijat pelipisnya. Sarah mulai mengerti maksud gadis itu.

"Kalau begitu, saya akan mencari jam tangan yang limited edition. Jam tangan yang berpenampilan simple, namun tidak terlalu mencolok."

"Itu maksud saya. Saya beri waktu hingga tiga hari kedepan. Setelah itu, ikut saya ke suatu tempat."

"Memangnya kita mau kemana, Bu?"

"Beli pakaian," jawab Bianca seraya menghabiskan minumannya yang masih tersisa di gelas. Gadis itu berada di Restoran ala mami dengan Sarah. Ketika dia tahu kalau CEO Falco and group menolak Sarah dikarenakan Bianca yang tak hadir dalam pertemuan mereka, akhirnya dia memutuskan untuk melampiaskan amarahnya dengan berteriak. Tak peduli suara yang sekencang apapun, takkan membuat seseorang dari luar mendengarnya.

Kini, Bianca membenamkan kepalanya pada sofa empuk yang menjadi tempat duduknya ketika ia datang ke restoran itu. "Oh ya, Sarah, panggilkan pihak restoran ini, tiba-tiba aku ingin pijat. Seluruh badanku terasa pegal," ucap Bianca sambil memijat lehernya yang tegang.

"Baik, Bu." Sarah menekan angka 1 yang langsung terhubung pada customer service restoran itu dengan menggunakan ipad yang telah tersedia disana. Setiap ruangan vip atau vvip dengan harga 15 hingga 75 juta telah dilengkapi ipad yang selalu terhubung dengan customer service.

Selain itu, dapat dengan bebas menelepon layanan darurat lainnya, seperti pemadam kebakaran, taxy, dan lain sebagainya. Namun, panggilannya terbatas, tak dapat mudah menelepon seseorang karena telah disetting. Jadi, hanya bisa menghubungi layanan darurat saja. Namun, itu cukup membantu jika pelanggan Restoran ala mami mengalami keadaan yang terdesak.

Rasa penat yang dirasakan Bianca membuatnya memejamkan kedua mata. Hingga dua orang datang mengetuk pintu, Sarah mempersilahkan masuk mereka. Sarah mengerti dua gadis itu akan memijat dirinya dengan Bianca. Sarah memanggil Bianca. Gadis itu tersenyum. Akhirnya, Bianca dan sarah dipijat oleh kedua gadis tadi.

                          *******

Axel yang telah keluar dari kemacetan duduk seorang diri di sebuah tempat nongkrong untuk menikmati secangkir kopi. Americano menjadi kopi favoritnya. Sambil membayar kopi yang ia pesan, seorang gadis muda berusia 19 tahun menatapnya dengan serius. Gadis itu sengaja berjalan ke arah axel, lalu menabraknya. Kopi yang ada di tangan Axel seketika tumpah dan terkena pakaiannya.

"Oops, sorry. Aku gak sengaja," ucap gadis muda itu dengan suara centil.

"It's okay, aku gak apa-apa."

"Gini saja, gimana kalau kemobilku? Kita bisa sekalian membelikan pakaianmu?"

"Never mind. Ini bukanlah apa-apa," kata Axel. Gadis itu menggenggam tangannya.

"Aku gak merasa keberatan kok. Mau ya? Hmm?" Karena mengerti akan niat gadis itu, ia pun mengiyakan. Gadis itu terlihat senang. Gadis itu membawa Axel untuk masuk kedalam mobil sportnya. Axel mengerti harga mobil sport berkisar milyaran rupiah. Dia langsung berpikir kalau gadis itu sangatlah kaya.

"Mobilmu bagus ya," puji Axel sambil memperhatikan setiap bagian dari mobil itu.

"Kamu mau?"

"Tentu saja. Siapa yang tidak mau mobil sport?"

"Kalau begitu, aku bisa memberikanmu secara cuma-cuma, tetapi ada satu syarat."

"Apa syaratnya?"

"Aku ingin kamu menjadi milikku, gimana?"

Gadis itu bergerak terlebih dulu. Dia memberanikan diri tanpa rasa malu. Axel semakin tertantang dengan sikapnya yang agresif. Semakin lama, tak ada lagi celah diantara keduanya untuk saling mengalah. Gadis itu bukan seperti gadis pada umumnya yang masih polos. Mungkin, karena perubahan zaman yang signifikan.

Mereka saling melepaskan gairah masing-masing. Desahan selalu menyempurnakan apa yang mereka lakukan. Sebenarnya, usia gadis itu 19 tahun, namun pemahamannya sangatlah luar biasa. Dia memilih Axel karena wajahnya yang tampan.

Dia memang suka mengincar pria tampan. Sebenarnya, itu semua hanyalah pelampiasan semata. Gadis itu salah satu korban broken home. Menjadikan dirinya gadis liar yang sulit dikendalikan. Baginya, kesenangan adalah segalanya dan dapat melupakan apa yang menjadi persoalan hidupnya.

"Kamu memang yang terbaik. Siapa namamu?" tanya gadis itu. Dia semakin tertarik dengan Axel.

"My name is Axel." Axel tak berpikir akan memiliki hubungan yang lama dengan gadis itu. Maka dari itu, dia tidak terlalu peduli dengan nama gadis itu.

"Aku bisa memberikan apapun yang kamu mau, asalkan kamu selalu punya waktu bersamaku. Bagaimana?" ujar gadis itu. Axel tampak berpikir. Sebenarnya, tawarannya menarik. Tetapi, entah kenapa ia ingin mengakhiri hubungan pendek ini dengannya.

"Kamu tampak menyedihkan. Kamu cantik, tetapi kamu bisa memberikan penawaran itu pada pria lain," ucap Axel sembari menjauhkan diri dari gadis itu.

"Kamu tidak bisa pergi dari sini, kecuali aku yang menyuruhmu pergi," katanya. Axel menyeringai. Baru kali ini, ia menghadapi gadis seperti itu.

"Kamu sudah tidak tertarik lagi bagiku," bisik Axel. Gadis itu tak ingin melepaskannya. Dia mulai terobsesi dengan Axel. Dia mengeluarkan pisau, lalu mengarahkan pisau itu pada Axel.

"Sepertinya, kamu perlu ke psikiater."

"Diam! Tak ada yang boleh meninggalkanku! Termasuk kamu." Pisau semakin mendekat. Axel hanya menelan ludah.

"Sial! Kenapa aku bisa berhadapan dengan cewek seperti ini. Mimpi apa aku semalam," batin Axel.

Lalu, ia berpikir untuk meminta bantuan pada temannya, Angel. Dia mengambil ponselnya diam-diam. Tanpa melihat layar androidnya, seakan menghafal tata letaknya, ia mengirim pesan pada Angel.

Isi pesannya hanya 3 huruf, yaitu 'Sos'. Kode itu selalu memiliki arti penting baginya dan Angel. Ketika kode itu disebutkan, Angel pasti mengerti kalau Axel dalam bahaya dan membutuhkan bantuannya secara darurat. Dia berharap, Angel segera melacak posisinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Pengantin Iblis   Game panas

    Axel mendesah. Gairahnya memuncak. Sentuhan Vivian memang tak bisa ia tolak. Axel memperdalam ciumannya. Mereka saling melirik pada film yang mereka tonton, hingga durasi adegan panas pada film itu habis. Mereka saling melepaskan diri. "Kamu sungguh cepat. Aku kira kamu akan kalah dariku," kata Axel. "Aku adalah roh iblis. Sulit bagiku untuk kalah dari pria sepertimu." "Baiklah. Mari kita tunggu adegan selanjutnya. Kali ini, aku akan menang." "Oh ya? Kamu tidak akan menang dariku." Vivian mendekati Axel hingga wajah mereka begitu dekat. Wanita itu tersenyum miring. "Honey, kamu melanggar salah satu aturan." "Aku tidak melanggar apapun." "Tetapi, kamu baru saja menggodaku, Honey." "Aku tidak menggodamu." "Caramu mendekatimu itu seperti menggodaku." Jari telunjuk Axel menyentuh hidung wanita itu lembut. "Kamu saja yang berpikiran aneh. Selama aku tidak menciummu atau menyentuhmu, itu tidak masalah." Vivian melipat kedua tangan. "Kamu lupa ya apa aturan tadi, Honey? Aku mengat

  • Sang Pengantin Iblis   Permainan berbahaya

    Vivian mengenakan salah satu dress yang baru ia beli di Mall. Dia menatap cermin sambil tersenyum. Axel berdiri di belakang Vivian seraya memeluknya dari belakang. "Kamu cantik, Honey," puji Axel sambil mengusap kepala wanita itu dengan lembut."Ini tubuh Bianca. Bagaimana kamu tahu kalau aku cantik?" tanya Vivian. Senyuman Axel tampak pada bibirnya."Apapun itu, bagiku kamu cantik." Axel mencium rambut wanita itu dari belakang."Aku ingin mencoba dress yang lain.""Kamu beneran gak sabar ya ingin segera berkencan denganku?" godanya, menaikkan salah satu alis."Ya udah, aku pakai dress ini aja.""Duh, istriku ini mulai ngambek ya. Tetapi, sikapmu yang seperti ini bertambah manis. Aku suka," bisiknya dengan nada seksi. Lidah Axel bermain pada telinga itu. Tak lama, ia menyudahinya."Kalau kamu terlambat, kita akan kesulitan ke Bioskop," kata Vivian. Ia menatap malas seraya melipatkan kedua tangan. Axel tersenyum. Selain menggoda Vivian

  • Sang Pengantin Iblis   Vivian vs. Victoria

    Vivian mengepalkan tangan. Ia tak mengira bertemu musuh lamanya di rumah itu. Awalnya, Victoria juga tak tahu kalau Vivian berada di tubuh Bianca. Namun, setelah insiden perselingkuhan Axel terkuak, Victoria dapat merasakan gelombang aura yang sangat kuat dari tubuh Bianca.Sejak saat itu ia mulai memperhatikan orang-orang disekitar Vivian secara diam-diam. Dia juga menanamkan sesuatu pada diri Meili saat anak buahnya dikalahkan oleh Vivian. Hal itu yang memicu Meili memilih bunuh diri.Jika dilihat dari karakteristik Meili, ia bukan tipe perempuan yang mengakhiri hidupnya. Victoria berhubungan dengan kematian Meili. Sayang, Vivian tak tahu hal itu. Tetapi, dia agak curiga ketika Meili lebih memilih melompat dari lantai tiga.Namun, kecurigaan itu perlahan memudar, saat melihat Meili bersimbah darah. Setelah semua terjadi, kini Vivian mulai mengerti. Kehadiran Victoria memberinya petunjuk. Yang dia tak bisa prediksikan, roh iblis itu datang lebih cepat ketimbang

  • Sang Pengantin Iblis   Musuh lama

    Barang belanjaan yang cukup banyak membuat Vivian agak kesulitan membawanya. Ia melihat Suryo yang tertidur pulas di mobil. Suara ketukan kaca mobil mengagetkannya seketika."Eh, Non. Sudah selesai?" tanya Suryo seraya mengusap kedua matanya. Ia masih agak mengantuk."Udah dong. Oh ya, kenapa kamu memanggilku non lagi?""Udah kebiasaan, Non. Nggak enak rasanya kalau diubah begitu.""Kamu menyebutku begitu, telingaku jadi gatel." Vivian mengusap telinga."Saya kan sudah memanggil Non bertahun-tahun. Rasanya tidak sopan jika tidak memanggil seperti itu. Nggak apa-apa kan, Non?" Suryo mengusap kedua matanya lagi."Ya udah terserah kamu.""Barang belanjaan Non kemana? Saya mau taruh di bagasi mobil.""Sudah ku taruh semua baru saja. Sepertinya, kamu masih mengantuk, ya.""U-udah nggak, Non," kata Suryo. Ia tak ingin dianggap sebagai sopir yang tidak kompeten. Dia berusaha agar menahan rasa kantuknya."Pak Suryo, kalau

  • Sang Pengantin Iblis   Malaikat maut

    Keduanya saling bertatapan. Tak berlangsung lama, malaikat maut itu mengeluarkan rantai ikatan. Rantai itu dapat mengikat roh iblis dengan cukup kuat. Namun, Vivian selalu tahu trik ini.Dia berhasil menghindar walau tak menggunakan kekuatannya. Malaikat maut itu terus mengayunkan rantai ikatan ke arah Vivian. Lagi-lagi hal itu sia-sia. Vivian menyeringai.Dia tahu malaikat maut tidak pernah menunjukkan kekesalannya. Terlihat, hanya dua kali serangan gagal, malaikat maut terhenti. Ia menyimpan kembali rantai ikatan itu."Apa kamu nggak bosan ingin menangkapku terus?" Vivian mengerucutkan bibir."Vivian, kamu sudah terlalu lama hidup di dunia manusia. Sudah saatnya, kamu kembali ke gerbang langit.""Gak mau. Aku tahu, kalian p

  • Sang Pengantin Iblis   Berfoya ria

    Sebuah Mall yang berada di daerah perkotaan lebih ramai ketimbang biasanya. Mungkin dikarenakan hari minggu, menjadi kesempatan bagi banyak orang untuk menghabiskan hari liburnya di Mall. Beberapa butik ternama telah dipadati pengunjung. Mereka berbondong-bondong membeli pakaian dengan harga murah. Terjadinya diskon besar-besaran hampir semua butik yang ada di Mall tersebut. Salah satu pengunjung Mall itu memancarkan auranya. Orang-orang berlalu lalang terkesima dengan kecantikan serta bentuk badan yang dimilikinya. Sosok itu adalah Vivian. Walau semua pakaian Bianca serba tertutup, tak menjadi penghalang baginya untuk berpakaian terbuka. Ia menyulap salah satu kemeja Bianca yang berlengan panjang menjadi tanpa lengan. Dia melepas semua lengannya tanpa menyisakan sedikitpun menggunakan pendedel. Lalu, ia menggunakan benang dan juga jarum. Ia meminjam semua peralatan itu pada Ratna. Kemudian, ia menjahit bagian yang kurang rapi. Masih belum cukup puas,

  • Sang Pengantin Iblis   Tentang roh iblis

    Roh iblis itu menatap Axel sambil tersenyum. Langkahnya semakin dekat hingga wajah mereka berjarak beberapa sentimeter saja. "Ikuti aku!" kata roh iblis itu. Axel mengikutinya. Mereka duduk di salah satu kursi yang berada di Taman. Banyak orang berpacaran disana. Axel dan roh iblis itu memilih tempat yang sepi, sehingga tidak ada yang mendengar apa yang mereka bicarakan. Mereka juga tidak terpengaruh oleh suara-suara bising lainnya. "Tempat ini sudah cukup sepi, ceritakan padaku apa yang kamu ketahui tentangnya." "Kamu nggak takut denganku? Gimana kalau aku menipumu?" Roh iblis itu tersenyum miring. "Kamu adalah roh iblis. Sedangkan aku hanyalah manusia biasa. Berada di tubuhku juga nggak enak." Axel memalingkan wajahnya. Sebenarnya, ia masih takut dengan roh iblis di depannya. "Hahaha…. Kamu cukup menarik. Oh ya, kamu ingin tahu cerita Vivian atau roh iblis?" "Vivian kan roh iblis. Nggak ada bedanya, kan?" "Aku memberikanmu pi

  • Sang Pengantin Iblis   Cinta sejati

    Angel menatap tak percaya apa yang dilihatnya. Ia terlihat gugup. Sedangkan Axel berpakaian kembali. Dia mulai menjauh dari Angel. Ketakutan kembali menerpa pria itu. Tubuhnya mulai bergetar. Bibirnya pucat. "Ngel, aku cabut dulu, ya. Dah." "Duh, si Axel ini malah main kabur segala," batin Angel. Ketika Axel berpapasan dengan Falco, pria itu menariknya. Dia memukuli Axel bertubi-tubi. "Stop Falco!" seru Angel. Ia menghentikan suaminya. Tatapan mata Falco marah bercampur kecewa. Angel menatap Falco sambil memegang tangannya. Ia meneteskan air mata. Karena air mata itu, Falco berubah menjadi lembut. Ia tak lagi memukuli Axel. "Kenapa, Angel? Apa kekuranganku dari pria itu?" Falco menatap Angel kecewa. Tak terasa, ia meneteskan air mata. "Maaf. Kamu boleh menyalahkanku. Aku…" "Aaaaaaah!" Falco berteriak histeris. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia tak ingin memukul atau memarahi istrinya. Dia begitu mencintai Angel. Dia lebih suka m

  • Sang Pengantin Iblis   Isi hati Axel

    Axel tidur pada paha Angel. Mereka tak melakukan apa-apa. Axel menggenggam tangan wanita itu, lalu mengecupnya lembut. Sebelum mengenal Vivian, tak cukup hanya ciuman ditangan.Pria itu bergerak liar hingga Angel kewalahan. Namun, saat ini, ia tak ingin melakukannya. Entah apa yang terjadi padanya, ia seakan tak bergairah. Padahal, Angel mengenakan baju tanpa lengan memperlihatkan belahan dadanya serta celana pendek di atas lutut.Siapa yang tidak tergoda dengan penampilannya seperti itu? Berada di pangkuan Angel, baginya lebih dari cukup. Ia tak ingin lebih. Selain itu, Angel tak mengajak Axel untuk berhubungan badan.Sebenarnya, Axel lebih sering mengajaknya untuk melakukan perbuatan dosa itu, ketimbang dirinya. Tak heran, ketika Axel tak ingin melakukan itu, Angel juga tak berinisiatif. Wanita itu mengerti apa yang terjadi pada Axel."Jadi, kamu telah jatuh hati beneran sama istrimu?" tanya Angel. Sudah kesekian kali Axel tak menjawab. Ia bimbang. Ange

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status