Rindu adalah seorang wanita berumur sembilan belas tahun dan berstatus sebagai pelajar sekolah menengah atas. Ia merupakan putri kedua dari orangtua yang bernama Linda dan Jordi. Gadis cantik ini memiliki seorang kakak yang bernama Rinjani, yang menempuh pendidikan di salah satu universitas yang ada di kota tempat ia tinggal.
Memiliki keluarga yang masih utuh bukanlah suatu kebahagiaan untuk Rindu. Percuma saja ia memiliki keluarga yang utuh, tetapi tidak pernah merasakan ketenangan di dalamnya. Kedua orang tua yang sangat ia cintai tidak jarang bertengkar di depannya, karena masalah sepele. Masalah ekonomi merupakan hal yang paling mendasar dalam keluarganya, dan di tambah dengan masalah-masalah lainnya.
Dalam pertengkaran kedua orangtuanya, seringkali seluruh barang yang ada dalm rumah itu berhamburan entah ke mana. Rindu sendiri selalu menutup diri dan berusaha tidak ikut campur dalam urusan kedua orangtuanya, ia selalu memilih pergi ketika hal itu terjadi.
Bahtera rumah tangga yang Linda dan Jordi jalani tidak mengalami perkembangan yang baik, sehingga ayah dari Rindu dan Rinjani memutuskan pergi begitu saja tanpa memastikan status istrinya terlbih dahulu. Sejak kepergian suaminya, Linda harus banting tulang untuk mencari nafkah agar kedua putrinya tetap hidup dan tidak memiliki kekurangan apa pun.
Pagi yang indah untuk jiwa yang sepi, begitulah yang Rindu rasakan ketika keluarganya berkumpul untuk sarapan pagi tanpa seorang ayah yang biasanya duduk bersama dengannya. Hidangan yang ada di atas meja hanya di pandangi begitu saja tanpa tersentuh, Rindu masih enggan untuk mengambil makanan yang ada di sana.
“Rindu, kamu kenapa, Nak? Kok makannya gak di sentuh, malah dibiarin gitu aja?” ucap bu Linda pada putri bungsunya.
“Aku gak nafsu makan, Bu. Rasanya perutku kenyang gitu aja, lebih baik aku berangkat ke sekolah aja deh!” balas Rindu pada ibunya.
“Rindu! Kamu gak boleh bersikap begitu, setidaknya sedikit saja makanan itu masukkan ke dalam mulutmu,” bentak Rinjani pada adiknya.
Rinjani memang terkesan kasar dan memilki sikap tidak perduli pada keluarganya, akan tetapi itu sebelum kepergian sang ayah dari rumah. Ketika keluarganya masih utuh walaupun sering kali tidak damai, ia adalah sosok wanita yang riang serta baik hati pada siapa pun. Namun, saat ini ia sudah berubah menjadi sedikit kasar.
“Kakak kok maksa sih! aku kan udah bilang kalau aku gak lapar, kalau kamu mau makan aja sana!” ketus Rindu seraya keluar dari rumah meninggalkan kedua wanita yang masih menikmati makanan yang tersedia.
Rinjani menghentakkan tangannya di atas meja, sehingga piring yang ada di dekatnya langsung terjatuh ke lantai, kemudian gadis cantik itu meraih tasnya dan menyusul langkah Rindu. Setelah kepergian Rindu dan Rinjani, Linda membereskan sisa makanan yang ada di atas meja makan dan membersihkan seluruh peralatan makan yang ada di sana.
Tanpa ia sadari, buliran hangat jatuh menetes dari matanya yang indah membasahi wajahnya yang masih terlihat cantik dan segar. Sebagai seorang ibu, ia sangat bersedih hati ketika kedua putrinya tidak akur dan saling membenci satu sama lain, akan tetapi ia tidak ingin ikut campur terlalu jauh pada hubungan Rindu dan Rinjani. Karena ia harus fokus mencari biaya untuk menunjang kehidupan kedua putrinya.
Dua bulan sudah Jordi menghilang tanpa kabar dan menggantung status Linda sebagai istri. Wanita paruh baya itu sedikit pun tidak mempermasalahkan jika ayah dari kedua putrinya harus pergi, tetapi setidaknya Jordi memberikan suatu kepastian kepada dirinya.
setelah selesai membersihkan seluruh bagian dari rumahnya yang terlihat begitu sederhana, Linda memutuskan untuk keluar rumah. Sebagaimanan biasanya, wanita paruh baya itu selalu memoleskan make up pada wajahnya agar terlihat lebih cantik dan rapi dan tidak memiliki maksud lain.
Linda berjalan dengan langkahnya yang sangat anggun dan terlihat sangat menawan, sehingga para lelaki yang melihatnya akan langsung tergoda, barangkali yang baru pertama bertemu dengannya akan berpikir jika dirinya masih seorang gadis.
“Pagi, semua! Kalian hari ini pada belanja apa?” sapa Linda pada ibu-ibu yang sedang berkumpul di tempat penjual dagang harian yang selalu nongkrong di lingkungan itu setiap paginya.
“Biasa, bu Linda. Cuma bahan masakan aja, soalnya suami mepet banget buat makan. Jadi harus belanja di sini dulu,” balas salah satu ibu yang ada di sana.
“Linda, kok kamu dandanan kayak gini sih? suami kamu kan lagi kerja, kamu mau memnggoda laki-laki lain?” timpal ibu yang lainnya pada Linda.
“Aduh! saya kan selalu berdandan seperti ini, Bu. Sekali pun suami saya ada atau tidak di sini, lagian saya tidak akan menggoda laki-laki yang lain kok,” ujar Linda sambil tersenyum pada ibu itu.
Percakapan di antara mereka terus berlanjut dengan berbagai topik, maklum sajalah karena yang sedang berbincang adalah para wanita-wanita rempong yang selalu saja ingin tahu urusan orang lain tanpa memperhatikan urusannya sendiri.
***
Di sebuah halte, Rindu sedang menunggu bus untuk mengantarnya ke sekolah. Ia sudah biasa dengan hal itu, dan tetap semangat dalam menimba ilmu yang akan bermanfaat bagi dirinya kelak. Tidak lama kemudian, Rinjani berdiri di sampingnya dan menatap tajam pada gadis cantik itu.
“Rindu, kamu punya masalah apa sih, sehingga gak mau sarapan segala?” tanya Rinjani pada adiknya.
“Aku gak punya masalah apa-apa, Kak. Kenapa harus di permasalahin sih?” gerutu gadis cantik itu pada kakaknya.
“Kalau gak punya masalah, seharusnya kamu hargai usaha ibu yang sudah bersusah payah biayain kita. Jangan kayak anak kecil dong!” ucap Rinjani dengan nada tinggi.
Rindu hanya terdiam dan enggan untuk berkomentar, ia tidak ingin menyulut amarah sang kakak yang sangat susah untuk dikendalikan. Gadis cantik itu memlih masuk ke dalam bus yang berhenti di depannya tanpa pamit terlebih dahulu kepada kakaknya.
Rinjani tidak begitu perduli apa yang dilakukan adiknya, ia hanya sedikit kesal dengan sikap Rindu yang tidak ingin sarapan. Wanita cantik ini memang sangat suka mempermasalahkan hal-hal kecil, terutama yang mengusik hati dan pikirannya. Sehingga ia rela menjumpai Rindu terlebih dahulu untuk mengeluarkan kekesalan dalam dirinya.
Di dalam bus yang di tumpangi Rindu, gadis cantik itu sedang mengusap air mata yang membasahi wajahnya. Ada sesuatu yang sakit di dalam sana dan menyebabkan dadanya terasa sesak, ucapan yang di lontarkan oleh Rinjani padanya bagai sembilu berbisa bagi gadis cantik itu. Tidak biasanya sang kakak mengatakan hal itu padanya, sekalipun mereka bertengkar hebat.
Rindu beranjak dari tempat duduknya, ketika bus telah sampai di sekolah. Gadis cantik itu segera keluar dan masuk ke dalam lingkungan sekolah. Ia segera berlari menuju kelasnya agar tidak terlambat untuk masuk, dan terhindar dari hukuman.
Di dalam kelas, Rindu di sambut oleh kedua sahabatnya yang bernama Bulan dan Bintang. Nama mereka memang familiar, seperti dua anak kembar. Akan tetapi kenyataannya mereka tidak kembar, hanya kebetulan saja nama mereka begitu.
“Rindu, ada apa dengan matamu? Kok merah gitu?” tanya Bulan pada Rindu.
“Aku tidak apa-apa, Lan. Tadi aku kelilipan yang membuat mataku merah begini,” ucap Rindu memberi alasan yang masuk akal pada sahabatnya.
Sekilas mengenai persahabatan mereka akan sedikit dijelaskan. Tiga gadis cantik itu sudah saling mengenal sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama, lalu mereka memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang sama pula, alasannya agar mereka tidak pernah terpisahkan.
Selain itu, orangtua dari tiga gadis cantik itu saling mengenal. Jarak rumah mereka juga tidak terlalu jauh, sehingga mereka dapat saling berkunjung satu sama lain.
“Rindu, nanti sepulang sekolah main ke rumah aku yuk! Aku punya kabar gembira buat kalian berdua,” ujar Bintang pada Rindu dan Bulan.“Memangnya gak bisa dibicarakan di sini, sehingga kami harus datang ke rumahmu?” balas Bulan pada Bintang.Rindu tak berkomentar apa pun, ia hanya mengganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan sahabatnya itu. Baginya kedua sahabatnya adalah tempat mengadu paling nyaman ketika dia ada masalah. Akan tetapi kali ini gadis cantik itu enggan untuk menceritakan apa yang sedang ia rasa.Hiruk-pikuk di dalam kelas seketika berubah menjadi hening dengan kedatangan guru yang akan mengajar di dalam kelas itu dan diikuti oleh seorang murid lelaki yang baru saja datang ke sana.“Pagi, semuanya! Ibu harap kalian dalam keadaan sehat dan selalu bahagia. Hari ini ibu membawa seorang teman baru untuk kalian semua, tolong perkenalkan dirimu, Nak!” ujar guru itu pada murid lelaki yang ia bawa.&ldq
Rinjani melewati tubuh Clara menuju meja makannya. Mahasiswi cantik itu sangat santai menyantap makanan yang ada di atas meja tanpa memikirkan hal apa pun yang menganggu pikirannya. Tiba-tiba seorang pemuda tampan duduk pada kursi yang ada di depannya, mata gadis cantik itu membulat dan menghentikan kegiatan makannya setelah tahu siapa yang duduk dengan dirinya.“Apa kamu keberatan jika saya duduk di sini, Rinjani? Jika iya, saya akan pergi,” tegur pemuda tampan itu pada Rinjani.“Silahkan, Pak. Saya juga tidak berhakmengusir anda dari sini, kan yang punya kursi bukan saya,” balas Rinjani dengan sopan.Pemuda tampan itu memasukkan makanannya ke dalam mulut dengan pelan-pelan, sehingga tidak mengganggu kegiatan makan orang lain. Berbeda dengan gadis cantik yang ada dihadapannya, Rinjani terlihat terburu-buru dan dalam sekejap mata ia selesai.“Pak, saya duluan ya! soalnya saya masih ada kelas,” gadis cantik itu beranjak
Satu tamparan keras melayang ke wajah Jordi dari Rinjani. Mahasiswi cantik itu menatap tajam pada sang ayah tanpa berkedip, seolah dirinya seperti seekor singa yang hendak menerkam mangsanya.“Berlaku adil? Pada siapa kau harus berlaku adil, pada keluargamu atau wanita jalang ini?” tunjuk Rinjani pada Lilis yang masih berdiri di samping Jordi.“Ayah janji, akan memenuhi kebutuhan kalian, Nak. Aku juga tidak bisa berpisah dengan ibumu, karena dia adalah wanita yang pertama dalam hidupku,” ujar Jordi pelan pada Rinjani.“Jika kau menganggap ibuku adalah wanita pertama dalam hidupmu, maka kau tidak akan tega melakukan hal sekeji ini. Lebih baik pilih salah satu di antara mereka!” ucap Rinjani penuh penekanan.Mahasiswi cantik itu melangkah pergi meninggalkan Jordi dan Lilis. Ia memutuskan untuk pulang walau hatinya masih berkecamuk. Lain halnya dengan Jordi dan Lilis, mereka tetap berada di sana dan melanjutkan kegiatan cu
Rinjani terpaksa membuka matanya perlahan untuk menyambut dunia yang begitu menggelikan. Mahasiswi cantik itu meraih handuk yang tergantung di pintu kamarnya, lalu masuk ke dalamkamar mandi untuk melakukan ritual mandi. Tidak butuh waktu lama, Rinjani keluar dari kamar mandi dan memakai pakaian untuk pergi ke kampus lalu menempelkan sedikit bedak di wajahnya yang sudah terlihat cantik.Mahasiswi cantik itu menuju ruang makan yang telah di hadiri Rindu dan Linda. Ia tersenyum manis pada kedua wanita yang sangat ia sayangi, dan mengambil posisi duduknya yang tidak jauh dengan Rindu.“Pagi, Bu! Apa yang akan ibu lakukan seharian ini?” sapa Rinjani pada ibunya.“Pagi, Rinjani! Ibu belum tau, memangnya ada apa?” ucap Linda lembut pada putri sulungnya.“Nggak ada sih, cuma mau tanya aja. mungkin aja ibu mau kerja atau apa gitu,” ujar Rinjani sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya.“Aku berangkat dulu ya bu!
Jam menunjukkan pukul 13:00 siang, semua siswa dan siswi SMA keluar dari kelas masing-masing karena sudah waktunya pulang. Tidak beda dengan Rindu dan kedua sahagatnya, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing karena tak mau membuat keluarga khawatir.“Rindu, gimana kalau kita berumpul di rumah aku dulu? Kemarin kan kamu gak ikut,” ujar Bintang pada Rindu.“Gimana ya, Bintang. Soalnya di rumah aku banyak kerjaan, jadi kayaknya gak sempat untuk singgah di rumah kamu,” balas Rindu pada sahabatnya.“Tumben kamu sibuk, Rindu. Biasanya kan kamu selalu ada waktu buat kita,” timpal Bulan.Rindu mencoba berpikir keras alasan apa yang harus ia berikan pada kedua sahabatnya itu. sebenarnya gadis cantik itu tidak memilki kesibukan apa pun, akan tetapi ia masih enggan untuk keluar dari rumahnya, Rindu lebih nyaman dengan kesendiriannya.“Jadi gini, beberapa hari ini ibuku kurang sehat. Jadi aku gak mungkin
Bintang dan Bulan berabjak dari tempat duduknya, mereka pamit pulang kepada Rindu dan Linda. Kedua sahabat Rindu sudah merasa lega dengan kondisi gadis cantik itu, mereka tidak perlu mengkhawatirkan apa pun.“Rindu, kita pulang dulu ya! takutnya nanti orangtua aku khawatir lagi,” ucap Bintang lembut pada gadis cantik yang menemani sahabatnya itu keluar rumah.“Iya, Bintang dan Bulan. Makasih ya, kalian udah ada saat aku terpuruk begini,” balas Rindu pada kedua sahabatnya.“Hei, kamu gak boleh ngomong kayak gitu. Kita akan selalu ada buat kamu,” timpal Bulan pada gadis cantik itu.Bulan dan Bintang keluar dari perumahan Rindu. Mereka berdua menuju rumah masing-masing yang tidak jauh dari tempat tinggal Rindu. Sementara itu, Rindu masuk ke dalam rumahnya dan bergegas menuju kamar. Gadis cantik itu merebahkan tubuhnya yang sebenarnya tidak begitu lelah, tetapi batinnya yang sedikit kacau.“Kamu sudah melakukan
Rindu dan kedua sahabatnya pergi ke toilet untuk mengganti pakaiannya. Sesampainya di dalam toilet, tiga gadis cantik itu mengganti pakaian mereka dan sangat cepat selesai. Rindu menunggu bulan dan Bintang, ia berdiri di depan pintu masuk.“Hai, kamu Rindu kan? Kenalin namaku Dio, jurusan IPS. Kita satu angkatan lho,” ujar lelaki yang bernama Dio pada Rindu.“Terus, memangnya kenapa kalau kita satu angkatan? Kamu mau apa?” tanya Rindu pada Dio.“Aku hanya ingin kenalan sama kamu, Rindu. Memangnya gak boleh ya!” jawab Dio sopan pada gadis cantik itu.“Namaku Rindu, aku kelas dua belas jurusan IPA. Makanan kesukaanku, coklat, mie goreng, ayam goreng, terus hobi rebahan aja. Untuk saat ini aku menutup pintu hati buat lelaki mana saja,” jelas Rindu panjang lebar.Dio melongo melihat tingkah gadis cantik itu padanya, ia tidak menduga masih ada gadis yang seperti itu zaman sekarang. Biasanya para wanita han
Mobil Prasetyo terus melaju, dan setelah satu jam perjalanan mobil berhenti di depan bangunan mewah yang disebut sebagai hotel berbintang lima di kota itu. Prasetyo keluar dari dalam mobil diiringi oleh Linda. Wanita paruh baya itu tidak memikirkan hal apa pun saat ini, ia hanya mengikuti langkah lelaki yang ada jauh di depannya dengan tenang.Linda membiarkan Prasetyo mengurus administrasi terlebih dahulu, ia memilih duduk di kursi tunggu yang ada di sana. Prasetyo menghampiri Linda yang masih memperhatikan lingkungan sekitar, lelaki itu tersenyum tipis melihat tingkah wanita yang ada dihadapannya.“Kamu belum pernah ke sini? kok kayak orang bingung gitu?” tanya Prasetyo pada wanita dua anak itu.“Iya, Mas. Saya belum pernah ke sini sbeelumnya, lagian buat apa saya ke sini,” jawab Linda jujur pada lelaki yang menahan tawanya.Prasetyo meraih tangan lembut Linda dan merangkul pinggul wanita paruh baya itu. Kedua manusia itu masuk k