Share

menjadi satu

last update Last Updated: 2025-03-22 23:48:10

Malam itu, nama Althalan menggema di seluruh penjara remaja. Dua bulan berlalu sejak dia pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, dan selama itu pula, dia menciptakan teror yang tak terlupakan. Nightmare, itulah julukan yang kini disematkan padanya.

Di dalam sel yang gelap dan pengap, Althalan duduk bersandar di dinding beton yang dingin. Dia menyalakan rokok dengan ujung jarinya yang kasar akibat pertempuran sebelumnya. Asap putih mengepul ke udara, samar-samar memperlihatkan tatapan tajamnya yang penuh perhitungan.

BRAKK!

Pintu besi terbuka, suara langkah berat terdengar mendekatinya. Seorang sipir berdiri di depan pintu dengan ekspresi tak terbaca.

"Waktunya hiburan," ucapnya singkat.

Althalan membuang puntung rokoknya, lalu bangkit perlahan. Tanpa perlu dikawal, dia melangkah keluar, menyusuri lorong panjang yang dipenuhi tatapan penuh hormat dan ketakutan dari para tahanan lain. Tidak ada yang berani bersuara saat dia lewat.

Begitu tiba di lapangan luas, gemuruh sorakan terdengar mengguncang udara. Para tahanan berkumpul di tepi pagar, berdesakan untuk mendapatkan pandangan terbaik. Di tengah lapangan itu, seorang pria bertubuh penuh tato berdiri dengan senyum mengejek.

Muzan.

Tahanan dengan nomor 253, jauh di atas Althalan yang saat ini masih memegang nomor 053. Semakin tinggi nomor tahanan, semakin besar tingkat kriminalitas yang telah mereka lakukan. Muzan adalah salah satu dari enam penguasa di tempat ini—orang-orang yang telah lama menguasai penjara dengan kekuatan brutal mereka.

Althalan hanya menyeringai kecil, sementara sorakan semakin membahana.

"Gue udah lama pengen hancurin lo, Nightmare," kata Muzan dengan nada santai, sembari meregangkan lehernya. "Dua bulan lo bikin onar, sekarang saatnya gue ajarin lo gimana caranya tunduk."

Althalan tidak menjawab, hanya menatap dingin dengan matanya yang tajam seperti predator.

Kepala sipir duduk di tribun atas bersama beberapa sipir lain. Dia mengamati pertarungan ini dengan ekspresi penuh ketertarikan.

"Hand Blood dimulai sekarang!" teriaknya.

Muzan langsung melesat ke depan, pukulannya melayang cepat ke wajah Althalan.

BUGH!

Pukulan itu tepat mengenai pipi Althalan, membuat kepalanya sedikit miring ke samping. Darah menetes dari sudut bibirnya.

Tapi dia tidak bergeming.

Muzan menyeringai. "Hah? Lo gak jatuh? Ayo sini!"

Althalan masih diam, memutar lehernya sedikit. Lalu tiba-tiba—

SESST!

Dia menghindari pukulan kedua Muzan dengan gerakan halus, lalu berbalik dan mengayunkan tinjunya ke arah perut lawannya.

BUGH!

Muzan terdorong ke belakang, tetapi tetap berdiri.

"Lo cukup kuat," kata Althalan dingin, mengangkat kepalanya sedikit. "Tapi lo masih lambat."

Muzan menggeram, lalu menerjang lagi dengan tinju beruntun. Althalan berhasil menghindari beberapa serangan, tetapi satu pukulan keras berhasil menghantam dadanya.

BRAKK!

Tubuhnya terpental ke belakang, berguling di tanah sebelum berhenti dengan satu lutut menyentuh tanah.

Sorakan membahana, beberapa tahanan bersorak mendukung Muzan.

Kepala sipir mengangkat alisnya, sedikit terkejut.

"Hmm... kelihatannya Nightmare bukan tandingan Muzan," gumamnya sambil menyeruput kopi.

Namun di tengah kerumunan, beberapa tahanan yang telah mengenal Althalan justru tersenyum kecil. Mereka tahu—ini belum selesai.

Althalan perlahan berdiri, menepuk debu di tubuhnya. Dia melangkah maju lagi, kali ini dengan senyum kecil di wajahnya.

"Hanya segitu?" tanyanya dengan nada rendah.

Muzan mengernyit. "Hah? Sok jago lo?"

Althalan tidak menjawab. Dia hanya mengangkat satu tangan dan memberi isyarat.

"Coba lagi."

Muzan yang tersulut amarah langsung menerjang, tinjunya melayang ke wajah Althalan. Namun—

SESST!

Althalan menghindar ke samping dengan kecepatan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Lalu dalam sekejap—

BUGH!

Sebuah uppercut keras menghantam dagu Muzan, membuatnya terangkat dari tanah.

KRAKK!

Suara retakan terdengar, rahangnya bergeser!

Muzan jatuh tersungkur, matanya membelalak dalam rasa sakit yang luar biasa. Dia mencoba bangkit, tetapi sebelum sempat berdiri, Althalan sudah ada di belakangnya.

BRAKK!

Sebuah tendangan menghantam punggungnya, membuatnya tersungkur kembali ke tanah.

"Sekarang gue yang ajarin lo," kata Althalan pelan, suaranya tajam seperti pisau. "Gue gak tunduk sama siapapun."

Muzan mencoba melawan lagi, tetapi Althalan tidak memberinya kesempatan.

BUGH! BUGH! BUGH!

Tinju bertubi-tubi menghantam wajah dan perut Muzan. Darah mulai bercipratan ke tanah.

Tahanan lain terdiam, beberapa bahkan mulai mundur perlahan.

Akhirnya, setelah beberapa pukulan terakhir—

Muzan tergeletak tak bergerak.

Pemenang Althalan hening, lalu, tiba-tiba— Sorakan meledak di seluruh lapangan!

"Nightmare menang!"

"Gila! Dia beneran ngebantai Muzan!"

Kepala sipir kembali menyeruput kopinya, kali ini dengan senyum tipis di wajahnya.

"Menarik. Sepertinya kita punya calon raja baru di sini."

Althalan berdiri di tengah lapangan, melihat ke arah tribun atas. Dia tidak tertarik dengan sorakan atau penghormatan dari para tahanan. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah satu hal—

Lima penguasa lainnya. Satu sudah tumbang. Masih ada sisa empat lagi.

Di antara kerumunan, seseorang memperhatikan Althalan dengan tatapan tajam. Dia bukan tahanan biasa. Dia adalah salah satu dari lima penguasa lainnya.

Dan dia baru saja menjadikan Althalan sebagai target berikutnya.

Althalan bersandar di dinding selnya, matanya menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Tapi dalam pikirannya, pertempuran brutal sebelumnya masih terngiang. Muzan sudah dia kalahkan, tapi itu bukan akhir. Masih ada lima orang lagi yang harus dia hadapi.

BRAKK!

Pintu sel terbuka dengan kasar, suara langkah kaki bergema di lorong sempit penjara itu. Seorang pria muda dilempar ke dalam sel di seberang Althalan. Tubuhnya tegap, rahangnya tegas, dan sorot matanya dingin. Tato kecil di lehernya mengintip dari balik kerah bajunya yang robek. Pria itu mengusap hidungnya yang sedikit berdarah, lalu menatap Althalan dengan mata yang sulit ditebak.

Althalan tidak bereaksi. Dia hanya mengangkat sebelah alis, mengamati pria itu dengan diam.

"Kau yang mereka sebut Nightmare, huh?" suara pria itu serak, tapi terdengar jelas di antara kesunyian lorong.

Althalan tetap diam.

Pria itu menyeringai kecil. "Gue gak nyangka bakal ketemu lo di tempat kayak gini..."

Althalan memutar bola matanya, malas. "Lo siapa?"

Pria itu mengusap darah di bibirnya, lalu menjawab, "Nama gue Veyron."

Althalan tidak menunjukkan ketertarikan. "Terus?"

Veyron menyandarkan punggungnya ke dinding, menatap langit-langit selnya yang kotor. "Gue ada di sini bukan tanpa alasan... dan lo juga."

Althalan menyipitkan mata. Ada sesuatu dalam nada bicara Veyron yang membuatnya sedikit terusik. "Maksud lo?"

Veyron menoleh, tatapannya dalam. "Gue di sini buat nyelesaiin sesuatu. Dan kayaknya, lo juga punya urusan yang belum kelar."

Althalan mengepalkan tangannya perlahan. "Jangan sok tau."

Veyron terkekeh pelan. "Gue gak sok tau. Gue cuma... penasaran, apa lo tahu siapa yang sebenernya bunuh Celine?"

BUGH!

Althalan langsung berdiri, ekspresinya berubah tajam. Dia mendekat ke jeruji besi yang memisahkan mereka, matanya bersinar penuh kemarahan. "Lo bilang apa barusan?"

Veyron tetap tenang, meski jelas dia merasakan tekanan yang luar biasa dari aura Althalan. "Lo percaya gitu aja kalo bokap lo yang bunuh dia?"

Althalan mencengkeram jeruji besi begitu keras hingga buku jarinya memutih. "Lo jangan main-main sama gue."

Veyron tersenyum samar, lalu bangkit dari duduknya. "Gue gak main-main, Nightmare. Gue cuma ngasih lo sesuatu buat dipikirin."

BRAKK!

Pintu sel Veyron kembali terbuka, dua sipir berdiri di depannya. "Tahanan baru, pindah ke blok lain!"

Veyron menatap Althalan sebentar sebelum melangkah keluar. "Gue gak nyari masalah sama lo, tapi kalau lo pengen tahu lebih banyak... kita bakal ketemu lagi."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Veyron pergi, meninggalkan Althalan yang berdiri diam dengan ekspresi gelap.

Sesst...

Althalan menarik napas panjang, pikirannya kacau. Siapa sebenarnya Veyron? Dan kenapa dia bicara soal Celine seolah dia tahu sesuatu yang tidak Althalan ketahui?

Althalan mengepalkan tinjunya. Ini belum selesai.

* * *

Semuanya sunyi. Tidak ada suara sorakan, tidak ada derak pintu besi, tidak ada aroma penjara yang biasanya menusuk hidung. Hanya ada kegelapan yang melingkupi Althalan. Nafasnya berat, matanya terpaku pada kekosongan yang tak berujung.

Namun, dia tidak sendirian.

"Kenapa lo masih berusaha nahan gue?" Suara itu terdengar di telinganya, berbisik, tapi bergema di setiap sudut pikirannya.

Tiba-tiba, dari kegelapan, sosok itu muncul. Dirinya sendiri—atau lebih tepatnya, sisi tergelapnya. Devil Nightmare berdiri di hadapannya, dengan mata heterochromia sektorial violet yang berkilau seperti permata neraka. Aura hitam pekat membungkus tubuhnya, menyelimuti tubuh yang tampak lebih besar, lebih kuat, dan jauh lebih mengintimidasi dari Althalan yang sekarang.

"Lo tau kalau pada akhirnya gue bakal menang, kan?" Devil Nightmare menyeringai, memperlihatkan taringnya yang mengerikan.

Althalan mengepalkan tinjunya. "Lo cuma bagian dari gue, lo gak akan pernah nguasain gue sepenuhnya!"

"Oh ya?"

BRAKK!

Sebuah hantaman keras menghantam dada Althalan. Rasanya seperti ditabrak oleh ombak raksasa yang langsung menghancurkan paru-parunya. Dia terpental ke belakang, tubuhnya berguling di atas kegelapan kosong.

"Lo lemah, Althalan. Tanpa gue, lo gak akan pernah bisa balas dendam. Gak akan pernah bisa bunuh Latozey. Gak akan pernah bisa ngelindungin orang yang lo sayang!"

Althalan berusaha bangkit, tetapi Devil Nightmare sudah ada di hadapannya, mencengkeram tengkuknya dengan tangan kuat seperti cakar iblis.

"Lo pikir lo bisa nahan gue selamanya? Hah?! LO PIKIR LO PUNYA PILIHAN?!"

BUGH!

Pukulan mendarat di perutnya. Althalan tersentak, darah mengalir dari sudut bibirnya. Devil Nightmare menatapnya dengan tatapan penuh amarah dan ejekan.

"Lo gak sadar, kan? Gue ini bukan cuma bagian dari lo. Gue ADALAH lo. Gue yang bikin lo tetep berdiri. Gue yang bikin lo kuat. Dan lo tau apa yang bikin lo terus jatuh? Kelemahan lo! Lo masih berpikir manusia itu pantas dikasihani!"

Althalan menatapnya dengan tatapan tajam. "Lo salah. Kekuatan gue datang dari diri gue sendiri, bukan dari lo!"

"Omong kosong!"

KRAKK!

Devil Nightmare memutar lengan Althalan ke belakang dengan brutal, hampir membuatnya patah. Althalan berteriak, tapi dia menggertakkan giginya, menahan rasa sakit.

"Lo bisa ngelawan sekeras apapun, tapi pada akhirnya gue yang bakal menang. Makin lo marah, makin lo benci, makin gue berkuasa. Lo pikir lo bisa bunuh Latozey tanpa gue? Gak akan pernah! Semakin lo bertarung melawan gue, semakin lo bakal kehilangan segalanya!"

Althalan terengah-engah, tubuhnya sudah penuh luka akibat serangan dari dirinya sendiri. Tapi dia tidak akan menyerah.

Dia menatap Devil Nightmare dengan mata tajam. "Gue gak akan jatuh ke dalam permainan lo."

Devil Nightmare menyeringai. "Oh, lo akan jatuh, Althalan. Pertanyaannya cuma… seberapa dalam?"

Gelap itu semakin menelan segalanya, sementara suara tawa Devil Nightmare menggema dalam kesadaran Althalan.

Althalan menggigit bibirnya sampai berdarah. Tangannya mencengkeram rambut, kuku-kukunya menekan kulit kepala seakan ingin merobek tengkoraknya sendiri. Suara itu…

"Lo pikir bisa lari dari gue, huh?"

Suaranya menggema di dalam pikirannya, gelap, dalam, dan penuh ejekan. Devil Nightmare berdiri di hadapannya, dengan mata yang sama persis—heterochromia sektorial violet. Hanya saja, sorotnya lebih buas, lebih liar, lebih penuh rasa haus akan kehancuran.

Althalan merasakan tubuhnya bergetar. Nafasnya memburu. Sekelilingnya berubah. Dari lapangan penjara, dia sekarang berdiri di dalam kegelapan yang seakan tak berujung. Bayangan-bayangan hitam menjalar di sekitarnya, berbisik dengan suara mengerikan.

"Lo udah dua bulan jadi monster di sini, Althalan. Lo bikin semua orang ketakutan, lo buat mereka merangkak minta ampun. Tapi gue tau yang sebenarnya…"

Devil Nightmare berjalan mendekat, dengan tatapan penuh penghinaan.

"Lo masih terlalu lemah."

Althalan mengeram. "DIAM!"

BUGH!

Pukulannya melesat ke wajah Devil Nightmare—tapi tembus kosong. Althalan tersentak. Dalam sekejap, Devil Nightmare muncul di belakangnya dan—

BRAKK!

Sebuah tendangan menghantam punggung Althalan. Tubuhnya terpental ke dalam kegelapan, sebelum sesuatu mencengkeram lehernya dengan kuat.

"Lo pikir bisa ngelawan gue?"

Cengkeraman itu semakin erat. Althalan meronta, mencoba melepaskan diri, tapi kekuatan Devil Nightmare tak tertandingi.

"Gue udah ada di dalam diri lo sejak lama, Althalan. Lo bukan penguasa di sini. Gue yang ngatur semua."

Sesuatu mulai merayap di kulitnya—urat-urat hitam yang menjalar dari tangannya, naik ke lengan, leher, dan wajah. Matanya mulai berubah lebih dalam, lebih tajam.

Althalan menggertakkan giginya. Dia harus melawan. Kalau dia tunduk, dia akan benar-benar kehilangan dirinya sendiri.

Tapi… apa dia masih punya kendali?

Atau ini awal dari jatuhnya sang raja ke dalam kegelapan yang tak berujung?

Althalan menjerit. Urat-urat hitam itu terus menjalar, membelit tubuhnya seperti akar kematian yang mencoba menelannya hidup-hidup. Napasnya tersengal, tubuhnya seakan ditarik masuk ke dalam kegelapan.

"Udah waktunya lo nyerah, Althalan."

Suara Devil Nightmare menggema seperti bisikan iblis di telinga. Althalan merasa seolah tenggelam dalam lumpur hitam yang lengket, berat, menekan tubuhnya dari segala arah. Dia mencoba bergerak, tapi semakin dia berusaha, semakin dalam dia tenggelam.

"Lo pikir bisa lawan gue? Gue adalah lo, dan lo adalah gue."

Bayangan itu semakin dekat, sorot matanya berkilat dalam kegelapan.

"Lo udah mulai menikmati kekuatan ini kan? Lo suka gimana mereka takut sama lo? Lo suka gimana lo bisa ngehancurin mereka secepat lo kedip?"

Althalan menutup matanya erat-erat. Dia tahu kalau dia dengerin terus omongan iblis ini, dia bakal kehilangan kendali. Tapi… bukankah itu memang yang dia inginkan? Bukankah dia sudah kehilangan segalanya?

BRAKK!

Tiba-tiba tubuhnya jatuh menghantam lantai. Althalan membuka mata. Dia kembali ke dunia nyata, tapi tubuhnya terasa lebih berat, lebih panas. Tangannya gemetar, pupil matanya melebar, tubuhnya diselimuti energi hitam yang berdenyut seperti nyala api.

Di sekelilingnya, para tahanan mundur ketakutan. Bahkan yang selama ini mengagungkan Althalan kini melangkah menjauh, wajah mereka pucat.

"Gak mungkin… Itu apa?!"

"Itu bukan manusia lagi… Itu iblis!"

Althalan mengangkat wajahnya. Tatapannya kosong, tapi di dalamnya tersimpan sesuatu yang baru. Sesuatu yang lebih… buas.

Tangan kanannya mengepal, otot-ototnya menegang. Ada rasa haus yang menggerogoti dadanya. Rasa haus akan… darah.

"Gue udah kasih lo waktu buat nyerah," suara Devil Nightmare terdengar samar di kepalanya. "Sekarang… gue yang bakal ambil alih."

Althalan tersenyum miring. Senyum yang bahkan dia sendiri gak sadar telah muncul di wajahnya.

Karena sekarang, sang iblis telah terlepas dari rantainya.

BUGH!

Althalan menendang udara kosong, tapi hantaman anginnya saja sudah cukup buat seorang tahanan terpental ke belakang dan menabrak tembok. Lantai bergetar ketika tubuhnya mendarat, dan suara jeritan mulai terdengar di sekelilingnya.

Tahanan lain melangkah mundur, wajah mereka pucat. Apa yang baru saja mereka lihat? Itu bukan kekuatan manusia lagi.

SESST!

Althalan menghilang dalam sekejap, dan dalam satu detik berikutnya, dia sudah ada di belakang seorang tahanan yang tadi berani mengangkat suara padanya.

BUGH!

Tahanan itu terhempas ke depan, muntah darah di lantai, tubuhnya tergeletak tak bergerak.

"Lanjut," suara Devil Nightmare bergema di kepala Althalan. "Hancurkan mereka semua."

Tangan Althalan bergetar, otot-ototnya menegang. Napasnya berat. Ada sesuatu di dalam dadanya yang mendesak keluar, dorongan yang menuntut untuk dilepaskan. Dia ingin menghancurkan lebih banyak.

Lima tahanan maju bersamaan, wajah mereka penuh teror, tapi mereka tahu bahwa jika mereka diam saja, Althalan akan datang kepada mereka duluan.

"Serang!!!"

Satu orang mencoba menebas Althalan dengan pisau yang dia sembunyikan di pakaiannya.

SESST!

Dalam sekejap, pisau itu lenyap. Althalan sudah menggenggamnya, memelintir pergelangan tangan si tahanan dengan kecepatan yang tak terlihat.

KRAKK!

Jeritan terdengar. Pergelangan tangan itu patah, pisau terjatuh, dan Althalan langsung menyambarnya.

BRAKK!

Althalan menendang pria itu ke tembok, membuat tulang punggungnya retak. Dia tidak berhenti di situ. Dalam satu gerakan, dia menebas seorang lainnya di dada dengan pisaunya. Darah menyembur ke lantai.

Tiga orang tersisa membeku di tempat mereka berdiri.

Mereka bukan hanya melawan manusia. Mereka melawan monster.

"Lo nikmatin ini, kan?" Devil Nightmare berbisik. "Semakin banyak yang lo bunuh, semakin lo kuat."

Mata Althalan—heterochromia sektorial violet—berkilat di bawah cahaya remang. Tangannya gemetar, bukan karena takut, tapi karena euforia.

"Lanjutkan," bisikan itu semakin dalam, semakin menusuk ke dalam kesadarannya. "Hancurkan lebih banyak."

Althalan melangkah ke depan. Tahanan-tahanan itu mundur ketakutan.

"Tolong… Jangan!"

Mereka berlari. Mereka mencoba kabur. Althalan tersenyum miring.

Dia menghilang lagi.

BRAKK!

Tahanan pertama yang mencoba lari langsung terhantam ke lantai, tubuhnya bergetar seperti ikan yang dilempar ke daratan. Yang kedua bahkan tak sempat berteriak sebelum tendangan Althalan menghantam rahangnya dan membuatnya kehilangan kesadaran.

Yang ketiga berhasil mencapai pintu. Dia sudah di ambang kebebasan, tapi…

SESST!

Tangan Althalan mencengkeram lehernya dari belakang.

Tahanan itu meronta, tapi genggaman Althalan seperti besi. Dia tidak bisa bergerak.

"Pl… Please… Gue—"

KRAKK!

Tulang lehernya patah seketika. Tubuhnya jatuh lemas.

Althalan berdiri di atas mayat-mayat yang berserakan di lantai, napasnya masih berat.

Dia melihat tangannya. Darah di mana-mana.

Lalu dia tertawa.

"Hahaha…"

Tawa itu rendah, pelan, tapi semakin lama semakin keras.

"Gimana rasanya?" Devil Nightmare bertanya. "Gimana rasanya menjadi monster yang mereka takuti?"

Althalan mengangkat wajahnya. Senyumnya masih ada, tapi matanya… kosong.

"Belum cukup," dia berbisik pada dirinya sendiri. "Gue masih haus darah."

Lalu dia berjalan keluar, meninggalkan genangan darah di belakangnya.

Malam ini, penjara itu milik sang iblis.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   iblis sepenuhnya

    BRAKK!Pintu sel terbuka keras, menghantam tembok dengan suara gemuruh yang menggema di sepanjang koridor. Langkah kaki Althalan terdengar tenang, tapi aura di sekelilingnya terasa seperti pusaran badai yang siap menghancurkan apa pun yang menghalangi jalannya.Mata heterochromia sektorial violetnya berkilat tajam dalam kegelapan, mencerminkan kegelapan yang semakin mencengkeram pikirannya. Darah masih menetes dari jemarinya, meninggalkan jejak merah di lantai yang dingin."Bagus… Lanjutkan," suara Devil Nightmare bergema di dalam kepalanya. "Lebih banyak… Lebih dalam…"Althalan tidak menjawab. Dia hanya berjalan, tubuhnya rileks tapi setiap ototnya menegang, siap menerkam siapa pun yang berani menghalangi.Tahanan lain yang melihatnya langsung mundur ketakutan. Sebagian membungkuk, berpura-pura tak melihat. Yang lain menempel ke tembok, menahan napas. Tidak ada yang berani menantang iblis yang baru saja lahir di dalam penjara ini.Namun, di ujung lorong, tiga pria bertubuh besar berd

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   eksekutif no 3

    Sejak saat itu, suasana di dalam penjara berubah drastis. Semua tahanan kini tahu bahwa Althalan bukan sekadar orang berbahaya—dia adalah sesuatu yang lebih dari itu. Mereka yang sebelumnya merasa punya kekuatan, kini hanya bisa diam dan menghindari kontak mata dengannya.Tapi Althalan? Dia tidak peduli.Dia duduk di sudut selnya, tetap tenang seperti biasanya, namun pikirannya masih berputar-putar dengan suara Devil Nightmare yang terus menggema di dalam kepalanya."Kita lihat sampai kapan lo bisa menahan gue, Althalan."Ucapan itu masih terasa jelas.Althalan menggerakkan jari-jarinya perlahan, merasakan betapa dinginnya udara di dalam sel ini. Dia tahu satu hal—semakin lama dia berada di sini, semakin besar peluang Devil Nightmare untuk mengambil alih dirinya.Dan itu tidak boleh terjadi. Namun, saat dia mulai mencoba menenangkan pikirannya, suara langkah kaki berat terdengar mendekat dari koridor."Tahanan 712, ada yang mau ketemu lo."Althalan tidak langsung bereaksi. Dia hanya m

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   no dua dan no satu?

    Langkah Althalan mantap melewati lorong sempit yang kini sunyi setelah pertarungan sebelumnya. Tahanan lain memilih menjauh, tak berani mendekat meskipun hanya sekadar melihatnya. Tatapan mereka dipenuhi rasa takut dan ketidakpercayaan.Tapi Althalan tidak peduli. Pikirannya masih dipenuhi oleh suara-suara dari dalam kepalanya."Lebih... lebih... lebih banyak darah..."Tangan kanannya mengepal erat, urat-uratnya menonjol. Aura kegelapan yang berasal dari Devil Nightmare terus merayapi tubuhnya, semakin kuat seiring bertambahnya korban. Matanya yang heterochromia sektorial violet berkilat tajam di bawah penerangan lampu redup lorong itu."Tersisa dua," gumamnya pelan.Di depan, sebuah pintu baja besar terlihat. Dua orang penjaga berdiri di sana, ekspresi mereka menegang saat melihat Althalan mendekat."Lo gak bisa masuk," kata salah satu penjaga dengan suara bergetar.Althalan tidak menjawab. Dia hanya berhenti sejenak, mengangkat kepalanya sedikit, menatap mereka dengan dingin."Pinda

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   bukan Xaviel

    Dalam satu hentakan, Althalan melesat dengan kecepatan mengerikan. Xaviel bahkan belum sempat mengangkat tangannya ketika—BUGH!Althalan meninju dadanya dengan brutal, membuat pria itu terangkat ke udara beberapa meter. Tidak ada waktu untuk bernapas.Serangkaian pukulan menghantam wajah Xaviel secara sadis, tulang hidungnya patah, darah menyembur, matanya membelalak karena guncangan otaknya. Tapi Althalan belum puas."Lo pikir udah cukup?"Xaviel masih setengah sadar ketika tangan Althalan mencengkeram kepalanya, Dia menghantamkan kepala Xaviel ke lantai beton.Lagi.Lagi.LAGI!Darah menyebar, bercampur dengan retakan di lantai. Beberapa narapidana yang menonton dari jauh mulai gemetar. Mereka melihat sesuatu yang lebih dari manusia.Mereka melihat iblis, Tapi Althalan tidak berhenti. Devil Nightmare menggeliat dalam dirinya, mendesaknya untuk lebih, untuk menikmati kesengsaraan lawannya."Bangun."Xaviel menggeliat, setengah sadar, tubuhnya berlumuran darah. Tapi sebelum dia bisa

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Hari kebebasan

    Keesokan harinya, nama Althalan Zeyasel telah menjadi legenda di dalam lapas remaja itu. Tidak ada lagi yang berani menantangnya, bahkan kepala sipir pun memilih untuk menghindari tatapan matanya. Orang-orang terkuat di sana hanya bisa menunduk ketika melewatinya, sadar bahwa tidak ada lagi tempat bagi mereka untuk menantang kekuasaan.Hari ini, Althalan memilih untuk beristirahat. Luka-lukanya masih terasa perih setelah pertarungan yang tiada henti, tetapi pikirannya tetap tajam.Saat itulah seorang sipir mendekatinya dengan wajah sedikit cemas."Tuan Althalan, ada yang menjengukmu."Althalan menoleh dengan tatapan dingin. Tanpa banyak bicara, dia berdiri dan berjalan mengikuti sipir itu menuju ruang kunjungan.Di balik kaca pemisah ruangan itu, duduklah Kazuo, tangan kanan Latozey. Pria itu mengenakan jas hitam yang rapi seperti biasa, tetapi ada ketegangan di wajahnya. Begitu melihat Althalan masuk, Kazuo hanya menundukkan pandangannya sejenak sebelum akhirnya duduk dengan tenang d

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Luminos Academy

    Matahari pagi menyinari gerbang Luminos Academy, sekolah elite yang dipenuhi anak-anak dari keluarga berpengaruh. Para siswa sudah mulai berdatangan, sebagian sibuk berbicara, sementara yang lain berdiri di sudut koridor dengan tatapan malas.Namun, pagi itu sedikit berbeda. Ada satu rumor yang sudah menyebar sejak kemarin—akan ada murid baru.Banyak siswa, terutama para siswi, sibuk bergosip tentang siapa yang akan masuk ke sekolah mereka. Beberapa bahkan sudah membayangkan seorang anak pejabat dengan wajah tampan dan gaya hidup mewah.Namun, sebelum mereka bisa terus berimajinasi, suara deru mesin mobil sport menarik perhatian.Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan gerbang. Dari dalam, lima orang pria keluar dengan gaya penuh percaya diri. Mereka adalah kelompok yang dijuluki "Most Wanted", sekumpulan anak orang kaya yang menguasai sekolah ini. Galaksi, Thomas, Venro, Ropal, dan Yeon.Mereka terkenal karena ketampanan, kekayaan, dan sikap arogan mereka. Tak hanya itu, mereka ju

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Pisau or pistol?

    Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Suara siswa-siswi yang berhamburan keluar dari kelas terdengar di seluruh koridor. Mereka bercanda, berbicara tentang tugas, atau sekadar merencanakan untuk nongkrong setelah sekolah.Di sisi lain, Althalan berjalan keluar dari gerbang Luminos Academy dengan santai, tangannya masih menggenggam buku yang ia bawa sejak tadi. Meski terlihat tenang, pikirannya masih memikirkan aura misterius yang ia rasakan di perpustakaan tadi."Siapa pun itu… dia pasti memperhatikan gue sejak awal."Althalan tak menunjukkan ekspresi apa pun, namun dalam hatinya, ia tahu ini bukan hal biasa.Langkahnya terhenti sejenak di trotoar depan sekolah. Langit sudah sedikit mendung, angin sore berhembus pelan. Beberapa murid lain yang melihatnya masih berbisik-bisik, terutama para siswi yang sejak tadi menaruh perhatian padanya.Namun, Althalan tidak peduli. Saat dia hendak melanjutkan langkahnya, sebuah suara memanggilnya dari belakang."Hei, Althalan!"Althalan menoleh. Ter

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   kehidupan dunia bawah

    Dunia Bawah Tidak Mengenal Ampun siapapun yang berjalan diatas kekuasaan, maka dialah yang menjadi rajanya.Althalan melangkah keluar dari ruangan itu dengan koper berisi uang di tangan kanannya. Begitu pintu tertutup di belakangnya, atmosfer lantai 13 terasa lebih mencekam. Seakan ada banyak mata yang mengawasinya, menunggu celah sekecil apa pun untuk menancapkan pisau ke punggungnya.Tatapan-tatapan tajam dari orang-orang bersenjata yang berkeliaran di sepanjang lorong itu seperti belati yang menggores kulit. Mereka semua tahu bahwa Althalan baru saja mendapat misi yang hampir mustahil. Tidak sedikit dari mereka yang memasang ekspresi meremehkan, seolah sudah yakin bahwa bocah ini akan mati sebelum fajar menyingsing.Althalan tetap berjalan tenang menuju lift. Namun, tepat sebelum ia menekan tombol, seseorang dari belakang bersiul pelan."Hei, bocah."Althalan tidak menoleh, tapi ia bisa merasakan keberadaan orang itu. Suaranya berat, penuh dengan nada mengejek."Kita taruhan yuk,"

    Last Updated : 2025-03-22

Latest chapter

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   milikku?

    Malam itu, suasana di mansion Ombra Thanatos terasa tenang. Tapi bagi Amore, Jovenica, Ellen, dan Moreno, ini adalah ketenangan yang terasa aneh.Mereka duduk di ruang tengah, masing-masing dengan ekspresi berbeda. Ellen menatap layar laptopnya dengan mata tajam, Jovenica sibuk mengasah pisaunya, sedangkan Amore duduk dengan kaki disilangkan, memainkan belati kecil di tangannya.Sementara itu, Moreno…"Woi, lo bisa diem nggak?!" Jovenica menggeram, menatap Moreno yang duduk bersila di lantai, mengunyah keripik dengan suara berisik."Lagian kenapa sih mukanya pada tegang gitu? Apa karena kejadian tadi di sekolah?" Moreno mendecak, lalu menyeringai, "Atau karena kalian masih kepikiran cowok iblis itu?"Amore mendelik. "Cowok iblis?""Ya siapa lagi kalau bukan Althalan," Moreno mengangkat bahu santai. "Gue udah lihat rekaman dari hacker kita. Malam ini dia ‘main’ di mansionnya Valentino."Mata Ellen langsung melirik ke arah Moreno dengan penuh minat. "Lo serius?""Ya iyalah. Gue ngapain

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Teror Valentino

    Malam di kota ini tak pernah benar-benar tenang. Lampu jalan berkedip samar, dan suara klakson kendaraan dari kejauhan terdengar sesekali. Di sebuah kawasan industri yang hampir ditinggalkan, berdiri sebuah bangunan besar yang tampak tak mencolok—gudang tua dengan cat yang mulai pudar dan pintu baja yang berkarat.Namun, di balik tampilan kumuh itu, tempat ini adalah salah satu pusat kekuatan Organisasi Rafael. Gudang ini menyimpan berbagai senjata ilegal yang mereka edarkan ke berbagai sindikat di kota.Dua pria bertubuh besar berjaga di depan pintu, masing-masing menggenggam senapan serbu. Sesekali, mereka berbincang santai, merokok, tanpa menyadari bahwa malam ini akan menjadi malam terakhir mereka.Tak jauh dari sana, di atas gedung seberang, sosok bertudung berdiri di tepi, menatap gudang dengan mata tajam. Althalan.Angin dingin malam menyapu jaketnya, namun dia tetap tak bergerak, mengamati pola penjagaan dengan cermat. Lima orang di luar,

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   cari tahu sendiri

    Althalan baru saja tiba di sekolah, berjalan santai melewati gerbang tanpa memperhatikan sekeliling. Tidak ada yang menarik di sini. Sekolah hanyalah formalitas baginya, dan dia tidak punya niat untuk buang-buang waktu.Namun, baru saja dia hendak menuju kelas, suara nyaring yang menyebalkan itu terdengar."Oh? Ternyata Kamu ada disini Althalan. Aku sudah nunggu kamu."Althalan tetap berjalan tanpa peduli, tapi dari belakang, Amore mendesis pelan. "Tch, Medusa."Di sana, berdiri dengan angkuhnya, Runela bersama tiga temannya. Seperti biasa, mereka berjalan seolah-olah sekolah ini milik mereka, dengan senyum penuh kepercayaan diri. Rok seragamnya lebih pendek dari aturan, riasannya terlalu berlebihan untuk standar sekolah, dan ekspresinya jelas menunjukkan bahwa dia tidak datang hanya untuk sekadar menyapa.Runela tersenyum manis ke arah Althalan, berjalan lebih dekat dengan tatapan genit. "Kenapa buru-buru, hm? Aku baru aja datang, sayang

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Moreno

    Ellen mengetik dengan cekatan di laptopnya, wajahnya serius sementara layar menampilkan berbagai informasi tentang Althalan. Jari-jarinya terus bergerak, hingga akhirnya dia berhenti dan menatap layar dengan mata membesar."Holy sh*t…" Ellen berseru pelan, membuat Amore, Deul, dan Jovenica langsung mendekat."Kenapa?" Amore bertanya, melirik layar laptop yang menampilkan sebuah dokumen rahasia.Ellen menelan ludah, lalu memutar laptopnya agar mereka semua bisa melihat. "Althalan… dia bukan orang biasa. Dia anak dari Latozey."Ruangan seketika sunyi. Deul dan Jovenica menegang, sementara Amore menyipitkan mata. Nama itu bukanlah nama asing di dunia mafia. Latozey adalah legenda, seorang pemimpin yang namanya dibisikkan dengan ketakutan di seluruh dunia bawah."Bukan cuma itu," Ellen melanjutkan, suaranya bergetar sedikit. "Althalan juga berhasil menghabisi organisasi Pradipta sendirian. Organisasi itu bukan sembarangan, mereka salah satu j

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Bertemu

    Keesokan paginya, Amore, Ellen, Deul, dan Jovenica dipanggil ke ruang rapat utama mansion. Mereka melangkah masuk dengan santai, meskipun mereka tahu betul bahwa jika ayah mereka memanggil mereka secara langsung, itu berarti sesuatu yang besar akan terjadi. Di dalam ruangan, Razoes sudah duduk di kursi utama dengan ekspresi seriusnya. Di hadapannya, ada empat kotak hitam yang masing-masing memiliki nama mereka terukir di atasnya. "Duduk," kata Razoes dengan suara dalam yang penuh wibawa. Keempatnya mengambil tempat, menatap kotak itu dengan rasa penasaran. "Daddy udah mengamati perkembangan kalian sejak pertama kali kalian Daddy latih. Kalian sudah berkembang, tapi masih ada banyak hal yang harus kalian pelajari." Razoes melipat tangan di depan dadanya. "Jadi, mulai hari ini, kalian akan naik ke level berikutnya." Deul menaikkan alis. "Maksud Daddy?" Razoes menyeringai kecil. "Buka kotaknya." Tanpa banyak basa-basi, Amore dan saudara-saudaranya membuka kotak masing-masing. Begi

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Ombra Thanatos

    Althalan menarik napas dalam, menggerakkan bahunya yang sedikit pegal akibat pertarungan tadi. Malam ini seharusnya dia hanya ingin fokus mencari informasi tentang organisasi Rafael, tapi justru bertemu dengan Maverick yang memaksanya bertarung tanpa rencana. Mesin motor sport barunya meraung pelan saat dia menarik gas, bersiap meninggalkan tempat itu. Namun, sebelum dia benar-benar pergi, suara batuk kasar terdengar dari belakangnya. "Hah… Lo pikir gue bakal tumbang cuma segini aja, hah?" Althalan melirik dari spion. Maverick masih berdiri, meski tubuhnya penuh luka dan darah menetes dari sudut bibirnya. Matanya masih dipenuhi api perlawanan, tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. "Heh, lo masih bisa berdiri?" Althalan mendecakkan lidah, memutar gas motornya sedikit. Maverick menyeringai, lalu meludah ke tanah. "Lo pikir gue bakal kalah semudah itu?" Suaranya parau, tapi tekadnya masih membara. "Gue janji akan ngalahin lo, dan gue nggak akan berhenti sebelum itu terjadi!" Alth

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   organisasi Rafael

    Langit sore mulai meredup saat Althalan berjalan keluar dari apartemennya. Jaket kulit hitam yang membalut tubuhnya sedikit berkibar tertiup angin. Dia memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana dan mulai menelusuri jalanan kota yang dipenuhi kendaraan yang lalu-lalang. Tidak ada misi hari ini. Tidak ada pertempuran, tidak ada darah. Hanya hari biasa yang terasa asing baginya. Althalan menatap ke langit. Entah kenapa, akhir-akhir ini pikirannya dipenuhi dengan sesuatu yang tidak ia mengerti. Sebuah ingatan samar yang terus muncul, seolah ada sesuatu yang ingin dia ingat. Saat melintasi sebuah pertokoan, pandangannya tertuju pada satu tempat—sebuah dealer motor mewah. "Motor..." gumamnya pelan. Langkahnya terhenti di depan kaca besar yang memajang berbagai jenis motor sport dengan desain futuristik dan kecepatan yang menggoda. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah sebuah motor dengan bodi hitam mengkilap, aksen merah tua di sisi bodinya membuatnya terlihat garang dan memat

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   membasmi kartel

    Gudang itu berdiri di ujung dermaga, lampunya redup, dan di sekitarnya ada beberapa truk kontainer yang diparkir berjejer. Suara deburan ombak samar-samar terdengar di kejauhan. Althalan berdiri di balik bayangan sebuah kontainer besar, matanya tajam menatap ke arah gudang. Dia sudah menghitung jumlah musuh dari kejauhan—sebelas orang berjaga di luar, beberapa memegang senjata laras panjang, dan sisanya membawa pistol. "Transaksi ini bernilai lebih dari lima ratus juta... masuk akal kalau mereka mengamankan tempat ini mati-matian," pikirnya. Dia tidak peduli siapa mereka. Yang dia pedulikan hanya misinya: ambil senjata, habisi semua orang yang ada di sini. Althalan menarik napas dalam. Lalu, dia bergerak. Tubuhnya melesat cepat seperti bayangan, tanpa suara, hanya langkah-langkah ringan yang hampir tak terdengar di atas aspal basah. Dia mendekati penjaga pertama yang sedang merokok di dekat kontainer. Tanpa ragu, dia menyergap dari belakang, tangan kirinya membungkam mulut pria i

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Skoteiní Theá dan plíros skoteinó

    Semuanya terjadi dalam sekejap. Satu detik yang lalu, geng Galaksi masih berdiri dengan percaya diri, merasa jumlah mereka cukup untuk menghancurkan siapa pun. Tapi detik berikutnya… dunia berubah. Tulang patah, daging terkoyak, dan jeritan kesakitan mengisi udara. Althalan tidak bisa berkata apa-apa. Matanya hanya terpaku pada sosok di depannya. Amore. Cewek itu bergerak lebih cepat dari yang bisa ditangkap oleh mata manusia biasa. Satu pukulan—hanya satu—dan tubuh salah satu anak buah Galaksi terpental seperti boneka kain, menabrak tembok dengan bunyi keras. "A-Apa...?" Galaksi mundur selangkah, matanya membelalak saat melihat rekannya mengerang di tanah dengan lengan yang patah ke arah yang tidak seharusnya. Tapi Amore belum selesai.Dia menghilang. Menghilang!!. Atau setidaknya, begitulah yang terlihat di mata mereka. Tapi bagi Althalan, dia masih bisa menangkap gerakan Amore—cewek itu bergerak dengan efisiensi yang mengerikan. Satu tendangan ke lutut, dan seorang pria jatuh s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status